16. Menuju Bulan Baru atau Bulan Pilu

11.8K 509 0
                                    

Zenda dan Alvicha sedang duduk di sofa ruang pribadi Zenda. Mereka membicarakan perkembangan bisnis resto yang dikelola. Sejauh ini mengalami perkembangan pesat apalagi dengan inovasi menu dari chef yang telah direkrut. Tampilan resto juga tidak hanya satu tema. Namun beberapa tema untuk anak muda dan dewasa atau juga suasana keluarga.

" Lo emang terbaik Vich, " Zenda masih membuka laporan perkembangan resto.

" Zen gue mau resign. Cepat atau lambat gue juga bakal resign kan? Tenang gue punya ganti buat posisi kosong. Bakal gue latih sebulan ke depan setelah itu baru gue resign. "

" Kenapa? "

" Gue tadi malam vc sama Jovan sebulan lagi dia pulang. Begitu juga Gravin kan. Gue mau fokus sama pernikahan gue. Kalau opening butik gue sih lumayan. Gue tinggal awasin aja. "

" Oke gapapa Vich. Makasih ya udah bantu-bantu gue sampai kaya gini. "

" Santai Ze. Hehehe. "

" Oh ya sorry ya nanti kalau gak bisa bantu-bantu pas nikahan lo. "

" Iya gapapa kayak sama siapa aja, " Alvicha tersenyum tulus. Ia melihat Zenda yang meringis memegang perutnya yang semakin buncit. Ia cemas dan khawatir.

" Eh lo kenapa? Duh ponakan gue mau lahir apa? Aish. "

Alvicha memencet tombol telepon panggilan cepat.

" Ridho cepat siapkan mobil. Terus suruh Fatima ke rumah dinas bos bawa tas yang dipack di ruang TV bawa ke RS cepat. "

Alvicha duduk di kursi panjang depan ruang bersalin. Ia tidak tega menemani Zenda. Zerva belum bisa dihubungi. Fatima juga belum sampai RS. Ia sudah menghubungi bunda dan mama mertua Zenda. Mereka belum sampai. Bundanya masih di luar kota. Mama juga sedang menemani papa mertuanya di luar negeri.

" Bu Vich bagaimana? "

" Ah Ima makasih ya. Masih di dalam gak tahu deh aku gak tega mau masuk. "

Fatima memangguk paham. Ia duduk di sebelah Alvicha.

" Ridho mana? "

" Masih di parkiran tadi kutinggal. "

Ridho yang tidak tahu ruang bersalin mencari keliling RS. Ia membawa tas besar berisi peralatan bos.

" Maaf ruang bersalin di mana? "

" Oh ya. Anda ikuti lorong ini kalau ada pertigaan lorong ke kanan kemudian ada masjid. Nah ruang bersalin di sebelah masjid. "

" Oke terima kasih, " Ridho berjalan cepat. Ia mengikuti instruksi dari dokter cantik yang memberitahunya. Ia lupa kenapa tidak berkenalan tadi. Ia mendumel tak jelas di sepanjang lorong. Akhirnya ia melihat masjid bercat hijau. Ia celingukan di mana ruang bersalin. Fatima yang tidak sengaja melihat menghampirinya. Ia menepuk pundak Ridho pelan. Ridho berjengit kaget. Fatima memegang tangan Ridho membimbing ke depan ruang bersalin.

" Ko lama Dho? "

" Lah gak tahu ruangannya. Aku muterin RS tahu Bu Vich capek. Mana bawa tas segede gini. Lo sih Ima main tinggal aja. "

" Maaf Dho kan panik gue tadi. "

" Haha mana tasnya taruh sini aja. "

Setelah dua jam menunggu. Dokter keluar dari ruang bersalin. Rendi dan Faren juga baru saja sampai mereka masih memakai seragam dinas. Mereka memasuki ruang perawatan. Rendi mengadzani anak pertama Zenda dan Faren mengadzani anak kedua.

" Bunda masih di luar kota ya? "

" Iya tadi gue nelepon. Mungkin nanti malam baru sampai. Kalau mama mertua lo kemungkinan besok baru otw dari sana katanya. "

" Oke. Thanks ya Vich, Ridho, Ima, Rendi, Faren. "

" Ngomong-ngomong siapa namanya? "

" Ramadhan Zevino Bantara dan Ramadhan Ghiffari Bamantara. Panggilannya Rama dan Ghiffar. "

" Wah namanya bagus. "

" He em artinya apa? "

" Zevino penguasa udara di Bulan Ramadhan dan Penguasa udara yang lembut di bulan Ramadhan. "

" Sip. Eh gue keluar bentar ada telepon nih. " Alvicha keluar. Ia menerima panggilan dari papa mertua Zenda.

" Hallo om. "

" .... "

" Apa? Iya om baik. Belum mereka belum sampai. Iya siap, "
Alvicha kembali masuk ke ruang perawatan. Ia masih dengan raut wajah senang. Menutupi wajah sendunya.

😂😂😂

Raut wajah orang tua Zenda tidak jauh beda dengan Alvicha. Mereka sudah menerima telepon dari besannya. Tapi wajahnya menampilkan senyuman.

" Wah cucu nenek ganteng yah. "

" Iya nek ini Rama. Dan yang digendongan Faren Ghiffar nenek. Hehe. "

Rendi, Faren, Alvicha dan orang tua Zenda duduk di depan ruang perawatan.

" Rendi, Faren besok dinas pagi atau malam? "

" Pagi. "

" Kalau gitu gue minta tolong ya temenin Zenda sama twin di sini. Bisa? Soalnya mama mertua Zenda ya mamanya Gravin meninggal karena kecelakaan. Sekarang udah otw dari sana. Kemungkinan besok sore sampai. Jangan bocorin dulu. Gravin juga masih belum bisa dihubungi dia masih tugas luar. Belum bisa kembali. Kalaupun Zenda harus tahu biar pas dia udah pulih. Dia kan baru aja ngelahirin jadi masih belum pulih benar. "

" Siap Mbak Vich. "

😂😂😂

Zenda sedang memangku Rama dalam pelukannya. Ia mencium wajah bayi mungil dalam gendongannya. Alis tebal, bibir agak tebal, mata tajam dan menggemaskan. Sesekali bayi itu tertawa. Senyum kecil yang membuat hati Zenda menghangat. Ia memang belum menerima tamu karena harus beristirahat penuh. Berita ini belum sampai ke kompleks karena Rendi dan Faren juga masih bungkam. Ghiffar baru saja tertidur. Walaupun Rama dan Ghiffar kembar tapi wajah mereka tidak identik.

Zenda bersyukur ia bisa melahirkan twin normal dan mereka dalam keadaan sehat. Walau hati kecilnya agak sakit karena harus sendirian. Tapi ia tahu Gravin sedang menjalankan tugasnya. Sedari semalam perasaannya tidak tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan Gravin. Tapi ia terus berdoa semoga sang suami dapat kembali tanpa kurang satupun. Ia meletakkan Rama di tempat tidur setelah bayi itu tertidur.

Zenda berjalan pelan ke arah jendela. Ia tidak melihat tanaman di halaman. Hanya pemandangan kantin rumah sakit yang agak ramai. Ia kembali ke ranjang dan duduk mengambil ponselnya.

Ia membuka tidak ada pemberitahuan apapun. Chat yang dikirim ke Gravin juga belum dibaca. Ia meletakkan kembali ponsel ke nakas. Karena lapar ia membuka kantong kresek yang berisi makanan. Ia mengambil roti dan susu kotak. Tayangan TV menemaninya. Sudah mulai siang tapi Alvicha belum mengunjunginya. Bahkan bunda dan ayahnya juga belum kembali setelah tadi malam mampir sebentar.

Suara pintu terbuka membuat Zenda mengalihkan pandangannya. Terdapat dokter yang akan memeriksa Rama dan Ghiffar.

" Bu Zenda. Bagaimana perasaannya? "

" Baik. "

" Saya periksa dulu ya Rama dan Ghiffar, " Dokter itu tersenyum ramah.

" Emm kapan saya boleh pulang? Bagaimana dengan keadaan Rama dan Ghiffar? "

" Kalau nanti sudah stabil keadaan Bu Zenda malam nanti sudah bisa pulang. Rama dan Ghiffar tidak ada masalah sekarang pun sudah boleh kalau mau dibawa pulang bu. "

" Syukurlah. Biar mereka di sini dulu. Gak ada yang jaga di rumah soalnya. "

" Baik. Saya permisi Bu Zenda. "

Future Pedang Pora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang