" Abang jangan ketawa! Atuh malah lebar aja ketawa bang. "
Zenda duduk lemas di sofa. Ia menyandarkan tubuh ke sandaran sofa. Melihat suaminya yang masih tertawa tertahan karena sakitnya. Ingin rasanya ia memukul suaminya itu. Namun, ia juga tidak tega. Lelaki itu sedang lemah tiada daya.
Dokter masuk tak lama kemudian. Memeriksa keadaan Gravin. Zenda memejamkan matanya. Ia sangat lelah jiwa raga.
" Ze.... "
" Iya bang. Abang butuh apa? "
" Sinilah dekat abang. Jangan jauh-jauh, " Zenda melangkah pelan menuju Gravin. Ia mengambil jeruk dan mengupas. Zenda memakan jeruk sendiri. Ia bahkan tidak menawari Gravin.
" Zen tolong dong, " Zenda hanya mengangkat alis tanda kenapa.
" Masak makan sendiri. Abang kan lapar juga. "
😘😘😘
Berita batalnya pertunangan Gravin menjadi pembicaraan beberapa hari terakhir. Verina bahkan sampai mengunjungi resto Zenda. Gravin secara resmi telah membatalkan pertunangan. Orang tua Verina setuju dengan keputusan Gravin. Namun, anak perempuannya itu masih berusaha mendekati Gravin.
" Rama! "
" Siap sebentar Abi. " Rama menghampiri abinya. Ia ikut berjongkok di sisi kiri Gravin. Abinya itu sedang menggergaji kayu. Ghiffar berlari keluar. Ia membawa dua ketapel.
" Kok bawa ketapel Far? "
" Itu abi yang buat waktu sakit. Rama sama adik bawa ke Paman Zerva. Bagus katanya bi. Terus kan pas paman libur aku sama adik diajak pakai ketapel. Mau jatuhin rambutan di rumah Kak Pera tapi susah. Hehe. "
" Wah maaf ya. Abi gak tahu. "
" Bi yi ayti jadi tyuk? "
Gravin mengangguk. Ia mencium pipi kedua putra kecilnya. Ia meletakkan gergaji yang ia pegang dan memeluk keduanya sayang. Ia juga mencium puncak kepala mereka bergantian.
" Yap jagoan. Nanti truknya besar. Bisa naik deh. "
" Yeey. "
Gravin mulai menggergaji lagi. Ia membentuk badan truk dan tempat roda. Mengukur dengan teliti agar hasilnya proporsional. Faren yang baru saja datang ikut membantu. Ia melepas seragam pdlnya menyisakan kaos hijau polos. Rama yang dilempar baju PDL mendengus. Ia meletakkan baju Faren di sandaran kursi teras. Masih asik dengan kegiatan masing-masing. Ghiffar melepas Ran. Kelinci itu berlari di atas tumpukan kayu yang sudah akan dipaku. Faren mencebik kecewa.
" Yah. Far Ran nya jangan suruh main sini. Gak selesai loh nanti truknya ini. "
" Ya yau yaiy. Ya kay Ba Ma? "
😘😘😘
Faren duduk berselonjor di teras. Ia meminum jus buah naga dengan sekali teguk. Ia baru menikmati minum. Kakinya terasa berat. Ghiffar telah duduk di kakinya dengan meletakkan Mbi dan Ran.
" Ghiffar jangan jail sama pamannya dong. Kan paman sudah bantu buat truk, capai masak digituin? " Ghiffar berbalik dari duduk bersender di dada Faren. Ia memeluk Faren dengan tangan kecilnya. Baru saja Faren ingin memuji. Bocah kecil itu menghentakkan tubuhnya. Membuat kaki Faren bertabrakan dengan lantai keras.
Gravin mengambil Ghiffar dari pangkuan Faren. Ia mencubit hidungnya gemas. Menggelitik pinggangnya.
" Ha ha ha ha ha ha ha bi dah, " Ghiffar berteriak geli dan memohon. Rama duduk bersender di lengan Zenda. Ia melihat adiknya yang heboh berteriak.
" Wah serunya. Assalamualaikum, " Alvicha tersenyum lembut.
" Wa'alakumussalam. Eh Bibi Vicha sini sini. Iya tuh si adik heboh kali, " Alvicha duduk di sebelah Faren. Ia meletakkan kantong plastik.
" Bawa apa kamu Vic? "
" Oh hah? Es krim. Bawa banyak ko. Dimakan aja, " Alvicha mulai berkeringat dingin. Wajahnya perlahan memucat. Setiap berdekatan dengan Faren ia takut.
Faren yang menikmati es krim menatap gadis di sebelahnya. Badannya terlihat gemetar. Wajahnya pucat.
" Kamu sakit? " Faren bertanya setelah meletakkan stik es krim. Ia memegang pundak Alvicha. Alvicha buru-buru berdiri dan menarik Zenda ke dalam rumah.
Mereka berdua duduk di ruang tamu. Alvicha masih mengatur napasnya yang agak memburu. Ia juga mengibaskan tangan ke tubuhnya bertujuan menciptakan angin. Rasanya panas.
" Kenapa sih Vich? " Zenda memberinya tisu. Keringat mulai terbentuk di dahi Alvicha.
" Faren serem banget sih. Takut gue. Tiap ketemu langsung keringat dingin, gemetar, pucat gue. "
" Kok bisa? Lo diapain sama Faren sampai ketakutan gini sih? "
" Gak tau. Gak diapain juga. Ngobrol aja jarang. Tapi serius takut banget gue. "
" Mungkin karena belum kenal aja sih lo. Baik dia tuh. Gak serem. "
😘😘😘
Alvicha menumbuk ubi ungu. Zenda menyiapkan tepung maizena, tepung tapioka, dan garam. Setelah siap ia mencampur tumbukan ubi, tepung dan garam. Menguleni sampai Kalis. Alvicha membantu membentuk pipih adonan dan mengisi dengan meses. Zenda yang terbiasa memasak cepat tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan. Ia mengisi wajan dengan minyak dan memanaskannya.
" Zen gue yang goreng ya? "
" Oke. Yaudah gue mau kupas mangga lo terusin gorengnya ya? "
" Sip. "
😘😘😘
" Halo semua nih. Kita buat timus coklat enak. Ghif... Lah Ghiffar tidur, " Alvicha berhenti berteriak. Ghiffar yang tidur menggerakkan tubuhnya karena terusik.
" Jangan teriak neng makanya. "
" Maaf. Nih timus coklat ala-ala. "
" Ko aneh ya bentuknya? "
" Tadi yang paling banyak buat Zenda sih. Tapi semua aku yang goreng jadi ya gini deh. Seni ini namanya, " Faren memutar bola matanya.
" Seni sama gak pernah masak samaan ya. Ketahuan gak pernah masak kan hayo ngaku, " Alvicha yang kesal mengambil timus coklat. Ia memegang kedua pipi Faren dan menekannya agar mulutnya terbuka. Kemudian menjejalkan timus ke mulutnya. Gravin dan Zenda masuk ke dalam rumah. Mereka menggendong Rama yang terantuk-antuk dan Ghiffar yang sudah terlelap.
Mereka membawa Rama dan Ghiffar ke kamar. Lalu menyelimuti kedua buah hati mereka.
Cup
Zenda menoleh setelah mendapati pipinya dicium. Gravin tersenyum lembut menatap wajah istrinya. Ia mencium seluruh wajah Zenda dan memeluk erat. Zenda membalas pelukan tak kalah erat.
" Zen! Di mana sih? " Alvicha berteriak memanggil. Zenda berusaha melepaskan pelukan. Tapi tidak bisa. Gravin terlalu erat memeluknya.
" Mereka ke mana sih Ren? Apa pergi ya? Tapi kan kita di luar masa gak tahu kalau mereka pergi. Ada tamu malah ditinggal sih. "
" Gak tahulah gue. Emang gue ada GPS di tubuh mereka? Ya kan lo tamu gak diundang sih, " Faren melihat Alvicha dari atas ke bawah lalu mengalihkan pandangan.
" Ngatain. Ya emang gak diundang sih gue. Kangen sama kembar makanya main eh ketemu kutu loncat malah. "
" Kan ngaku. Siapa kutu loncat? "
" Tuh yang pakai kaos ijo yang baru duduk. "
Faren melihat jam yang melingkar di tangannya. Ia mengambil baju PDL yang tadi ia lepas dan memakainya cepat. Lalu pergi. Alvicha hanya melongo melihat adegan yang baru saja terjadi. Ia hanya mematung menatap punggung yang semakin hilang dari pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Pedang Pora (Tamat)
Fiksi Umum" Tapi yah. Aku gak mau. " "Kamu pikir ayah gak tahu kelakuan kamu, Zenda Aliksi Adimakayasa? " " Ayah kamu benar sayang. Kebetulan minggu depan abang kamu juga pulang. Jarang loh abang bisa pulang. " Kata bunda meyakinkan. "Ya udah terserah ayah sa...