Kontemplasiku bercempera. Konsentrasiku terhadap dia yang bernyanyi musnah seketika saat Pemandu menenggelamkanku dalam kegelapan di dalam pintu. Dunia serba putih pun menyambutku yang kecewa karena tak berjumpa dengan jawaban.
"Yang tadi itu, aku mengenal lagu itu," kataku mencoba menyingkap pintu yang baru kami lewati, tetapi tidak sedikit pun celah terdedah. "Tidak bisa terbuka," aku memberikan tatapan menyeringai kepada Pemandu. "Aku ingin kembali."
"Tidak bisa," kata Pemandu. "Kita harus mematuhi jadwal. Semua ada waktunya," lanjutnya tersenyum. "Tenang saja, kau pasti akan bertemu dengannya."
"Kau mengenalnya?" tanyaku.
"Aku mengenal baik istrimu dan dirimu sendiri," jelas Pemandu. "Umur enam tahun, kau pernah memakan upil dan kukumu sendiri. SMP kelas dua, kau pernah menginjak tahi anjing dan masuk ke kelas. Semua orang terganggu dengan baunya. Kemudian, kau tidak mengaku dan menuduh temanmu menginjak itu. SMK, kau memasukkan batu ke tas temanmu, sehingga dia dihukum dengan telanjang dada sambil memapah sapu."
"Aku malu sekali," kataku mendekap wajahku yang memerah dengan telapak tangan. "Jangan diteruskan."
"Sekarang ikuti aku," kata Pemandu. "Kita akan menemui penerima lain."
Pintu lain dengan petualangan tak terduga pun menyapa kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Beraga: Kisahku dan Dia dan Sejuta Kata Cinta yang Dibungkam Senja [TAMAT]
RomanceRian bunuh diri dan mendonorkan 6 organ tubuhnya: retina, ginjal, jantung, hati, kulit, dan paru-paru. Akan tetapi, kematian bukanlah kehampaan. Rian tersadar di dunia serba putih dan bertemu seorang remaja yang memandunya menuju dunia yang ditingg...