Tujuh Belas - Melodi

24.6K 1.6K 125
                                    

Rama tidak membalas pesanku meskipun aku sudah menghubunginya beberapa kali sejak pertengkaran kami. Sudah tiga hari berarti. Malah aku jadi heran. Seharusnya aku yang marah karena dia mengatakan bahwa dia mencintai perempuan lain. Seharusnya dia yang meminta aku untuk tidak marah lagi dan menghubungiku lagi. Kenapa malah aku yang sekarang sibuk menghubungi dia dan sedih karena dia menjauh?

Jawabannya jelas. Aku yang lebih mencintai Rama. Meskipun hatiku rasanya teriris saat mengetahui bahwa dia mencintai orang lain, tetap saja aku ingin dia ada di sini.

Selama beberapa hari ini aku meminta Mia untuk membatalkan beberapa jadwalku. Mia awalnya protes, tapi ketika aku menjelaskan sambil menangis mengenai hubunganku dengan Rama, Mia mau mengerti. Jadwalku dibatalkan, meski itu artinya Mia harus berusaha ekstra keras dan mengarang berbagai alasan kepada berbagai pihak. Selama waktu cuti dadakanku ini, aku hanya mondar-mandir di apartemen. Berpindah dari kamar ke ruang tamu, menonton TV, dan ngemil. Penampilanku yang kusut dan aku yang tidak mandi berhari-hari bisa berbahaya jika diketahui khalayak ramai.

Kuhapus ingus yang keluar dari hidungku karena aku masih belum berhenti menangis. Kucabut ponsel yang sedang dicas meskipun baterainya belum terisi secara penuh. Kutajamkan mataku menghadap layar untuk melaksanakan rencana yang sudah kupikirkan matang-matang.

Galeri foto di ponselku adalah yang aku tuju saat ini. Di sana begitu banyak foto selfie diriku sendiri, terutama saat aku merasa cantik atau sedang bosan. Banyak juga foto dengan teman-teman dekatku. Di antara itu semua, yang aku cari adalah foto aku bersama Rama.

Kami jarang berfoto. Kami tidak seperti pasangan yang rajin berfoto bersama ataupun melakukan wefie. Selain karena kami jarang keluar bersama dengan terang-terangan, Rama juga bukan tipe laki-laki yang senang difoto. Itu tidak berarti aku dan Rama tidak memiliki foto bersama. Jika suatu saat kami sedang berkencan dan tempat ataupun suasananya benar-benar bagus, aku tetap memintanya untuk berfoto bersama. Biasanya Rama mau, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Seperti salah satu foto ini. Aku mengajak Rama untuk mengunjungi sebuah kedai kopi di kawasan Bintaro. Saat itu aku ingin menikmati waktu jauh dari kesibukan dan keramaian kota maupun orang-orang yang sesekali melihatku setiap aku lewat.Tempat ini kupilih atas rekomendasi Mia yang beberapa kali bekerja dari sini.

Salah satu sisi tembok menarik perhatianku. Di sana tertulis sebuah kata mutiara yang berbunyi, 'Happiness is a state of mind. A choice and way of living.' Tanpa pikir panjang, aku langsung menyeret Rama untuk berfoto di situ. Mengandalkan pelayan yang terkejut karena kehadiranku, kami berfoto. Beberapa kali, seingatku. Dari mulai pose aku dan Rama menghadap kamera sembari tersenyum kaku, hingga aku memaksa Rama untuk pura-pura tertawa agar foto candid kami terlihat natural.

Selama ini foto-foto kami berdua hanya tersimpan di ponselku. Bergantian menjadi wallpaper Lock Screen, Home Screen, WhatsApp, atau LINE. Kali ini berbeda. Aku akan memajang foto ini di tempat lain.

"Ehem, semangat Melodi!" Kukepalkan tanganku erat-erat dan kuangkat ke atas. Meninju udara untuk menunjukkan tekad sekaligus kenekatan.

Tanpa perlu memusingkan filter, aku langsung mengunggah fotoku dan Rama di Pigeonhole Coffee itu ke akun Instagramku. Ada 3.2 juta pengikut akun Instagram pribadiku. Bisa dipastikan ini akan segera menjadi viral setelah sekian lama aku bersikap seakan tidak memiliki seorang kekasih.

Untuk membuat semuanya semakin meyakinkan, aku memasang caption yang tidak kalah unyu. Perempuan-perempuan yang mengikuti akunku pasti akan menganggap ini romantis dan iri karena aku punya seorang pacar yang tampan. Bagi para laki-laki, mereka akan cemburu dan patah hati karena idola mereka ternyata sudah punya pilihan hati.

Undeniable Heart - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang