Bab 06

377 8 2
                                    

Kak Angga yang sibuk, Kak Angga yang nyaris tak punya waktu untuk Alea, bahkan untuk balasan sebuah pesan singkat pun cewek itu harus menunggu sampai bermenit-menit lamanya. Rekor tercepat Kak Angga membalas pesan Alea tak kurang dari 15 menit. Padahal dulu Kak Angga punya segudang waktu senggang untuk saling berkirim pesan dengan Alea. Tapi, sekarang dan dulu adalah waktu yang berbeda. Keadaannya juga tak pernah sama. Lalu salah siapa? Salah dosen Kak Angga!

Alea melempar ponselnya ke arah bantal usai mengirim pesan singkat ke nomor Kak Angga. Isinya tak begitu penting. Hanya pertanyaan basi, kuno, dan terlalu umum. Serta satu lagi, kurang kreatif. Memang, pertanyaan itu hampir digunakan semua orang untuk memulai percakapan via pesan singkat atau chat. Tapi, apa salahnya memakai pertanyaan lain untuk membuka obrolan di ponsel?

Lagi ngapain, Kak?

Alea merebahkan tubuhnya dan membuang tatapan ke langit-langit. Cewek itu yakin jika Kak Angga tidak akan membalas pesannya kurang dari 5 menit. Mungkin satu atau satu setengah jam lagi Kak Angga akan membalas pesan Alea. Cewek itu hanya berharap hal sebaliknya. Tapi, apa harus setiap saat Kak Angga sibuk dengan tugasnya? Kenapa tidak ada pengecualian untuk akhir pekan seperti sekarang?

Mata Alea perlahan meredup dibuai rasa kantuk yang menyerang dirinya. Sama seperti pertanyaan-pertanyaan tentang Kak Angga yang bertubi-tubi melintas di pikirannya. Pertanyaan tanpa jawaban dan Alea hanya bisa melambungkan khayalannya di awang-awang. Sampai ia benar-benar jatuh dalam lelap yang melenakan. Tidur siang yang nyenyak.

Tapi, lelap itu hanya berlangsung singkat. Tak kurang dari 10 menit lamanya Alea terbuai dalam tidur siang yang begitu pulas. Pasalnya Alvin, kakak kandung Alea, mendadak menyeruak masuk ke dalam kamar adiknya tanpa permisi, salam, atau mengetuk pintu terlebih dulu. Seperti biasa, dalam ingatan Alvin, pintu kamar Alea sudah jebol. Jadi, apa gunanya mengetuk pintu. Toh, Alea sudah hafal dengan kebiasaan kakaknya. Paling-paling kalau Alea dalam keadaan siaga waspada maka ia akan mengunci pintu kamarnya.

"Al. Ada paket buat lo, nih." Alvin membuka pintu kamar Alea lebar-lebar, sementara di tangannya terdapat sebuah kotak yang berbalut selembar kertas berwarna cokelat. Cowok itu menggoyang-goyangkan benda itu penuh rasa penasaran dan pikirannya mulai menebak-nebak, kira-kira barang apa yang dibeli adiknya via online. Karena selama ini Alea bukan tipe orang yang hobi belanja lewat internet. Paling-paling kalau ingin membeli sesuatu Alea lebih suka pergi ke mal sekalian cuci mata serta jajan tak sehat.

"Paketnya udah dateng?" Alea mengucek-ucek kedua matanya dan berusaha mengumpulkan segenap kesadaran. Sebenarnya ia sedikit menyesal karena tidur siangnya terusik, tapi kali ini Alea akan memaafkan kakaknya. "Mana? Jangan dibuka, Kak!" Alea melompat dari atas tempat tidurnya dan bergerak secepat mungkin untuk merebut paket miliknya yang nyaris dibuka oleh Alvin. Karena didera rasa penasaran yang luar biasa membuat kakak Alea gemas untuk segera membuka paket milik adiknya.

"Isinya apaan, sih?"

"Rahasia." Alea menyembunyikan kotak itu di belakang tubuh setelah berhasil merebutnya dari tangan Alvin. "Kak Alvin kepo," makinya setengah kesal.

"Mana ada orang hidup yang nggak kepo," sahut Alvin ceplas-ceplos. Cowok itu patut diacungi jempol kalau disuruh berdebat dengan adiknya. "Jangan-jangan lo beli narkoba, ya?" Alvin memicingkan mata sarat dengan curiga.

"Narkoba apaan? Ngawur."

"Terus?"

"Udah deh, Kak. Kak Alvin pergi sono. Bantuin mama nyuci piring, gih," usir Alea terang-terangan sambil mendorong tubuh kakaknya keluar. Jika ia tidak segera diusir, percakapan akan bertambah panjang dan Alea tidak akan leluasa membuka paketnya.

"Mama udah kelar nyuci piring, kok," ucap Alvin bermaksud tak ingin pergi. Cowok bertubuh jangkung itu mencoba bertahan dari dorongan tangan Alea.

"Kalau gitu siramin bunga di depan, deh," suruh Alea tak kehilangan akal.

"Menurut prakiraan cuaca BMKG, ntar malem diperkirakan turun ujan, Al. Ngapain juga nyiramin bunga. Sama aja ngelakuin hal yang sia-sia, kan?"

"Tapi belum tentu ntar malem ujan beneran, kan? Prakiraan BMKG bisa meleset, kan?"

"Gimana kalau bener?"

"Kak Alvin!" Alea bertambah geram karena Alvin terus mendebat ucapannya. Ia sengaja melakukan itu agar Alea kesal.

Alvin mengembuskan napas panjang. Menggoda adiknya sampai kesal sudah cukup membuat mood-nya berangsur membaik. Pasalnya sebelum petugas pengantar paket datang, ia sedang kesal parah karena kalah beberapa kali dalam game online favoritnya. Dan berhubung suasana hatinya sudah jauh lebih baik, ia bisa kembali ke kamar dan melanjutkan permainannya.

"Iya, iya. Gue pergi." Alvin menunjukkan sikap mengalahnya kali ini setelah melakukan perlawanan terhadap Alea. Cowok itu ngeloyor pergi ke kamarnya tanpa mendebat lagi. Dan akhirnya Alea bisa bernapas lega dan ia buru-buru mengunci pintu kamarnya sebelum membuka paket miliknya.

Namun, setelah pintu kamarnya terkunci, Alea tidak bergegas membuka paket berisi jaket cowok yang sedianya akan ia hadiahkan untuk Kak Angga. Ia memilih jaket berwarna cokelat ketimbang hitam dan berharap ukurannya pas dengan tubuh Kak Angga. Dan semoga Kak Angga suka dengan hadiah yang Alea berikan.

Justru sekarang Alea tidak antusias lagi untuk membuka paketnya. Cewek itu malah tercenung seraya menerawangkan pandangannya ke arah pintu kamar. Di mana Kak Alvin menghilang di baliknya beberapa menit yang lalu.

Kak Alvin yang seharian di akhir pekan ini terus menerus mengurung di kamar untuk bermain game online membuat Alea berpikir keras. Kenapa Kak Alvin punya begitu banyak waktu senggang sementara Kak Angga tidak? Meski mereka berdua beda fakultas, tapi apa ada pengecualian? Apa mahasiswa jurusan tertentu punya berlipat-lipat kali kesibukan karena tugas yang diberikan dosen menggunung banyaknya? Masa sih, Kak Angga sesibuk itu? Bahkan untuk orang yang dicintainya sekalipun, apa ia tidak bisa menyisakan waktu walau cuma semenit dalam sehari?

Padahal Kak Alvin punya segudang waktu untuk bersantai dan melakukan hobinya. Dan Kak Angga sebaliknya. Atau karena Kak Alvin saja yang terlalu pemalas dan menjalani kuliahnya dengan setengah hati sementara Kak Angga melakukan semuanya dengan sungguh-sungguh?

Sumpah, memikirkan hal ini membuat kepala Alea berdenyut. Tapi, berpikiran positif jauh lebih baik ketimbang menduga-duga hal yang tak pasti. Memberi waktu dan kebebasan pada Kak Angga adalah hal yang bisa Alea lakukan sekarang. Karena Kak Angga juga punya kehidupan dan kesibukan yang tak bisa Alea campuri sekalipun ia adalah kekasihnya.

Alea percaya pada Kak Angga ...

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang