Bab 01

2.3K 48 0
                                    

"Lo mau dipesenin apa, Al?" tanya Raya seraya menoleh ke arah Alea yang sudah terlanjur duduk manis di bangku kayu kosong di salah satu sudut kantin. Meski tempat duduk itu bukan tempat favoritnya, tapi apa boleh buat. Tidak ada lagi meja yang kosong selain yang sekarang Alea tempati. Kantin selalu menjadi kutub magnet bagi para penghuni SMU Harapan di kala jam istirahat seperti sekarang.

"Apa aja boleh, tapi porsi dobel," sahut Alea tanpa berpikir panjang. Cewek itu mengibaskan anak rambut yang menjuntai menutup sebagian keningnya. Udara siang yang gerah membuatnya sedikit berkeringat.

Raya, cewek berkacamata minus berbingkai tebal plus bertubuh langsing itu langsung nyengir mendapat jawaban dari bibir sobat kentalnya.

"Emang beneran lo laper banget? Pantes aja sampai pingsan..."

"Apaan sih?" Alea menggerutu sambil menutup mulut Raya dengan telapak tangannya. Alea harus bergerak secepat mungkin sebelum Raya melanjutkan kalimatnya dan seantero kantin mendengar suara cewek itu. "Udah, lo pergi sono. Pesenin gue bakso porsi dobel. Nggak pakai lama," titah Alea sejurus kemudian.

"Baik, Tuan Puteri!" Raya membungkukkan tubuh dan bergegas melesat pergi seraya menderaikan tawa panjang.

Sebel.

Alea hanya bisa mencebik kesal di tempat duduknya seraya melirik ke arah Raya. Cewek itu tampak menjulurkan ujung lidahnya pada Alea dan sejurus kemudian tergagap saat ibu kantin menegurnya. Rasain lu, batin Alea sambil cekikikan.

Dan untung bagi Alea, pesanan spesialnya bakso porsi dobel miliknya tersaji usai 10 menit menunggu. Lumayan cepat karena beberapa cewek terlihat sedang mengantri di depan gerobak bakso milik ibu kantin yang serupa magnet saat jam istirahat seperti saat ini. Sebagai pelepas dahaga, Raya memesan dua gelas besar es teh super manis untuk mereka berdua. Hitung-hitung sebagai ganti energi Alea yang menyusut drastis karena pingsan saat upacara bendera tadi pagi. Jika Raya ingat peristiwa itu lagi, rasanya ia ingin meledakkan tawa sekencang-kencangnya. Tapi sekuat tenaga ditahannya karena takut Alea marah.

"Lo kuat ngabisin bakso segitu banyak, Al?" Raya melirik sobat kentalnya yang mulai sibuk dengan botol kecap dan saus. Sebenarnya ia tak keberatan dibagi bakso porsi dobel milik Alea, tapi Raya enggan memintanya secara langsung. Bisa kena damprat Alea nanti.

"Kuat dong," jawab Alea dengan konsentrasi penuh pada mangkuk di depannya yang sudah berwarna merah pekat karena ia terlalu banyak menuang saus ke dalamnya. "Dari semalem gue belum makan..."

"Ohhh ...," Bibir Raya monyong seketika, memotong kalimat Alea. "jadi karena itu lo ...." Cewek itu buru-buru menutup mulutnya karena Alea mengangkat wajah dan melempar tatapan angker padanya.

"Lo bisa diem nggak?" gerutu Alea kesal. Harus berapa kali ia mengingatkan agar Raya tak mengungkit peristiwa memalukan itu? Pingsan saat upacara bendera bukanlah sesuatu yang patut untuk diceritakan apalagi dibanggakan.

"Iya, iya. Gue diem." Raya menutup mulutnya sebentar karena harus mengunyah bulatan daging di dalam mangkuknya. "Kenapa lo nggak makan dari semalem?" Cewek itu menyambung percakapan kembali. Masih seputar topik yang sama.

Alea tidak langsung menjawab. Cewek itu menelan makanannya terlebih dulu.

"Nggak ada makanan di rumah."

"Kok bisa? Emang bokap sama nyokap ke mana? Terus abang lo?" Sepasang mata Raya yang bersembunyi di balik bingkai tebal terlihat membesar.

"Mereka pergi ke rumah sakit."

"Lho, siapa yang sakit, Al?"

"Nggak ada. Tante gue ngelahirin."

"Ooo." Bibir Raya seketika membulat membentuk huruf O. Kepalanya manggut-manggut beberapa kali.

"Ntar sore jalan-jalan ke mal, yuk," ajak Alea setelah menyelesaikan bakso porsi dobel miliknya. Padahal sedari tadi Raya menunggu untuk ditawari, tapi harapannya kosong melompong. Alea lebih mengutamakan perutnya ketimbang berbagi dengan Raya.

"Bukannya gue nggak mau ikut lo jalan-jalan ke mal, Al. Tapi, ntar sore gue mesti les. Hari Senin kan jadwal gue les Matematika," urai Raya sembari menyentil dahi Alea yang terbebas dari poni yang terjuntai.

"Iya, ya. Kok gue lupa, ya?" Alea menggaruk-garuk tengkuknya sambil nyengir kuda. "Eh, kenapa lo nggak bolos aja? Bolos sekali-sekali kan nggak pa pa, Ray?" Cewek itu mengedip jenaka pada Raya.

"Nggak pa pa buat lo, nah buat gue? Mami gue bisa ngomel sehari semalem kalau gue bolos les. Lo tahu kan, biaya les Bu Ivone mahal," gerutu Raya dengan wajah masam. Tapi, tangan kanannya sibuk mengaduk isi gelas es tehnya dengan sedotan. Mungkin ia terlalu sibuk membayangkan wajah maminya saat marah sampai lupa meminum es teh super manisnya.

Alea hanya bisa manggut-manggut. Namun, wajahnya terlihat tenang tanpa beban sama sekali. Setidaknya mama Alea tidak mengharuskannya ikut les ini itu meski kepandaian putrinya hanya pada tingkat standar. Berbeda dengan orang tua Raya yang mengharuskan ia mengikuti berbagai macam les karena mereka ingin putrinya kelak bisa masuk perguruan tinggi negeri. Syukur-syukur bisa mendapatkan beasiswa.

"Iya juga sih." Alea menggumam seadanya.

"Emang lo mau nyari apaan, sih? Kenapa nggak ngajak Kak Angga aja? Atau abang lo?"

"Justru itu, Ray." Alea berdecak gemas. "Gue nggak bisa ngajak Kak Angga soalnya gue mau nyari kado buat dia. Minggu depan Kak Angga ultah, Ray," ungkap Alea setengah berbisik, tapi penuh dengan semangat.

"Oh, ya? Terus lo mau ngasih dia kado apa?"

Kepala Alea bergerak ke kanan dan kiri sementara bibirnya manyun.

"Gue belum tahu, Ray. Makanya gue pingin ngajak lo ke mal sekalian minta saran..."

Raya terkekeh pelan.

"Saran apaan?" Raya mengibaskan tangan kanannya di depan wajah Alea. "Yang punya pacar kan lo, masa minta sarannya sama gue? Yang bener aja." Cewek itu memutar bola mata ke atas dan sedikit menarik ujung bibirnya dengan kesal. Jelas-jelas dia jomblo, mana tahu urusan begituan.

"Yah, kali aja lo tahu," seloroh Alea balas mencebik.

"Kenapa nggak minta saran abang lo? Secara dia kan cowok dan kenal sama Kak Angga," usul Raya setelah teringat pada Kak Alvin, kakak Alea yang konon sekampus dengan Kak Angga. Dari Kak Alvin juga Alea bisa kenal dengan Kak Angga.

"Minta saran sama Kak Alvin? Ogah banget," desis Alea memperlihatkan ekspresi sangar. "Dia itu troublemaker, Ray. Biang kerok. Kalau mau minta bantuan sama dia pasti ada upetinya. Minimal pizza porsi jumbo atau minta traktir di Burger King. Rugi dong gue..."

Tawa Raya langsung pecah mendengar serentet omelan yang keluar dari bibir Alea.

"Duh, kasihan banget sih, lo."

"Makanya mending gue ngajak lo yang mau dimintai bantuan tanpa pamrih," cetus Alea dengan sebelah mata berkedip jail ke lawan bicaranya. "Kan lo sobat terbaik gue," kekehnya sejurus kemudian.

"Dasar," desis Raya. "Kalau ada maunya pasti muji-muji selangit. Tapi sayangnya gue nggak bisa. Sorry, ya."

Alea hanya mendengus pelan lalu menyesap es teh super manisnya hingga tak bersisa.

Kayaknya es teh gue kemanisan, deh.

***

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang