Bab 22

243 7 1
                                    

"Al! Dipanggil Mama, tuh! Katanya mau diajak belanja ke mal!"

Samar-samar Alea mendengar suara Kak Alvin, kakak paling onar seantero komplek, tapi cewek itu masih ragu, apakah yang didengarnya itu benar-benar nyata ataukah mimpi? Soalnya, kadang-kadang sikap jail Kak Alvin terbawa sampai ke alam mimpi, sih.

"Woi! Bangun, Al!"

Kali ini bukan suara Kak Alvin saja yang terdengar, tapi sebuah guncangan cukup keras turut mengiringinya. Membuat cewek itu harus membuka mata lebar-lebar dan menajamkan penglihatannya.

"Berisik banget, sih?" Alea menggerutu kesal bukan kepalang ketika mendapati sosok Kak Alvin benar-benar nyata dan sedang berdiri di dekat tempat tidurnya, bukan sekadar penggalan mimpi tidur siangnya.

"Diajakin Mama belanja ke mal, tuh!" Kak Alvin berteriak sekali lagi. "Makanya jangan tidur mulu. Udah ditungguin di depan, tuh!" Setelah selesai menyampaikan pesan Mama, Kak Alvin bergegas keluar dari kamar Alea tanpa permisi. Tanpa menutup pintu pula.

Sebel.

Alea menggerutu saking kesalnya melihat kelakuan Kak Alvin. Pertama, ia sudah mengusik tidur siang Alea yang teramat sangat lelap. Dan kedua, Kak Alvin tidak menutup pintu.

Cewek itu bersiap-siap setelah beberapa saat kemudian.

***

Sebenarnya Alea suka berkeliling dan menjelajah setiap sudut mal, tapi bukan bersama Mama dan bukan di hari Minggu seperti sekarang. Pasalnya di hari Minggu, mal selalu ramai dan food court tak pernah sepi pengunjung. Bangku-bangku selalu penuh dan sulit untuk mendapatkan tempat duduk saat ingin makan di sana. Dan jika pergi ke mal bersama Mama, ada batasan-batasan yang harus dipatuhi Alea semisal tak boleh jajan makanan yang pedas atau junk food dan membeli sesuatu yang tidak penting. Karena Alea kerap membeli pakaian atau aksesoris yang ujung-ujungnya hanya memenuhi isi lemari di kamarnya. Mama menyebut ini sebagai pemborosan.

"Kita mau makan apa, Al?" tegur Mama setelah keduanya keluar dari supermarket. Di tangannya tergantung sebuah kresek putih berlogo nama supermarket yang baru saja mereka kunjungi, begitu juga dengan Alea. Mereka sepakat berbagi kantung belanjaan seperti biasa.

"Apa aja, Ma," sahut Alea pasrah. Supermarket sarat dengan pengunjung dan perlu waktu sejam hanya untuk antre menuju ke meja kasir. Kaki Alea pegal dan perutnya mulai keroncongan. Ia butuh sesuatu, apapun itu, untuk mengisi kembali energinya yang terkuras habis. Ini lebih melelahkan ketimbang dua sesi latihan taekwondo.

"Gimana kalau kita makan ayam geprek? Mama udah lama nggak makan itu," usul Mama Alea ketika mereka berjalan menuju ke eskalator. Perlu naik satu lantai lagi untuk mencapai food court.

"Boleh," jawab Alea mulai bersemangat. Usul Mamanya lumayan bagus. Alea sendiri juga sudah lama tidak makan ayam geprek. Biasanya jika ia dan Raya jalan-jalan ke mal, Alea lebih suka jajan cemilan ringan, namun tak sehat. Kentang goreng atau semacamnya.

Seperti dugaan Alea, meja-meja di area food court penuh, alias tidak tersisa sama sekali tempat duduk kosong. Cewek itu celingukan mencari celah, barangkali ada meja yang baru saja ditinggalkan penghuninya.

"Di sana kosong, Al!" Mama Alea setengah memekik dan bergegas menyeret lengan putrinya menuju ke salah satu meja yang beberapa detik lalu ditinggalkan penghuninya, sebelum ada orang lain yang mendahului.

Bak robot yang belum disempurnakan programnya, Alea hanya menurut ketika Mama menyeret lengannya dengan paksa dan tiba-tiba. Ia masih manyun sesaat tadi, sibuk mencari meja yang kosong untuk mereka berdua. Tapi, ternyata Mama yang beruntung.

"Kamu pesen makanannya sana, gih. Biar Mama yang jagain belanjaannya," ujar Mama memerintah. Wanita itu bergegas memberikan dua lembar uang ke tangan Alea dan sebagai gantinya ia mengambil kantung kresek yang digenggam putrinya. "Ntar minumnya es teh aja, Al," imbuhnya lagi sebelum Alea keburu pergi.

Alea tak bisa mengajukan protes kali ini karena Mama yang memberi perintah. Padahal kaki Alea terasa pegal setengah mati, tapi apa daya. Ia harus melaksanakan perintah Mama.

Tapi, Alea terpaksa merutuk dalam hati, pasalnya ia mendapat tempat antrean di belakang seorang laki-laki bertubuh lebar yang sedang sibuk menjilati puncak cone es krim rasa vanila di tangannya. Cewek itu terpaksa mengalihkan tatapan matanya karena merasa jengah dengan pemandangan di depan, juga untuk sekadar mencari suasana berbeda di area food court. Tapi, tanpa disangka tatapan mata Alea malah jatuh ke salah satu sudut, di mana sesosok tubuh baru saja keluar dari sebuah toko kue.

Kok, rasanya cowok itu mirip seseorang, ya? Siapa?

Alea tertegun dengan sepasang mata mengarah ke sudut nun jauh di sana. Seorang cowok berjaket gelap dan memakai sebuah topi bisbol putih tampak melenggang santai menuju ke arah pintu keluar lantai food court. Jika dilihat dari gestur tubuhnya, cowok itu mirip seseorang yang dikenal Alea. Tapi siapa?

Alea memutar otak, menjelajah setiap sudut ingatannya. Baru beberapa detik kemudian, cewek itu tersadar.

Azka!

Batinnya berteriak. Tapi, ketika Alea menoleh, sosok itu sudah menghilang dari jangkauan matanya. Ke mana dia?

Cewek itu bergegas keluar dari antrean dan berlari ke arah pintu keluar lantai food court. Seingatnya tadi sosok mirip Azka itu menghilang di sana. Entah dia Azka atau bukan, tapi yang pasti cowok itu mirip dengan Azka. Hanya saja, penampilannya dengan Azka memang jauh berbeda.

Nihil. Alea sudah terlanjur menapaki area parkir mobil yang berada di luar lantai food court. Kepalanya celingukan, langkah kakinya ke sana kemari tak tentu arah, tapi yang dicarinya malah raib. Bak hilang ditelan lantai yang terbuat dari semen.

Sebenernya dia Azka atau bukan, sih?

Alea mengembuskan napas kasar demi mengetahui jika ia sudah kehilangan jejak. Cowok itu terlalu cepat menghilang dan mendadak Alea merasa dirinya telah melakukan hal konyol. Bagaimana mungkin ia mengejar seseorang yang mirip dengan Azka?

Masalahnya, Azka tidak pernah berpenampilan sekeren itu. Azka hanyalah seorang cowok sederhana dan mana mungkin ia berkeliaran di mal seperti ini? Menghilang di area parkir mobil pula. Mustahil, kan?

Alea menggelengkan kepalanya samar untuk sekadar mengenyahkan pemikiran konyolnya. Dunia ini terlalu luas dan konon setiap orang memiliki tujuh orang 'kembaran' yang mirip meski berbeda ras dan sama sekali tidak ada ikatan darah. Bisa saja kan, ada orang lain yang mirip dengan Azka?

Ya, bisa jadi.

Alea memutar tubuh dan berjalan ke area food court untuk kembali mengantre makanan setelah berhasil meyakinkan dirinya.

Cowok itu hanya satu dari tujuh 'kembaran' Azka di dunia ini.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang