Bab 20

311 8 1
                                    

"Parah banget hidup lo, Al. Gue nggak nyangka Kak Angga aslinya kayak gitu, tapi gue bersyukur juga karena Kak Alvin udah balas dendam buat lo. Se-nggaknya sakit hati lo udah terlampiaskan," oceh Raya saat ia dan Alea sedang menyusuri lorong sekolah saat jam istirahat. Tujuan utama mereka adalah kantin sekolah.

Alea hanya mengangguk pelan. Kerongkongannya terasa kering usai menceritakan semua yang terjadi kemarin. Mulai dari pengakuan Dito sampai kisah sok pahlawan Kak Alvin. Sebenarnya kisah Kak Alvin lebih pantas disebut sebagai kasus kriminal. Karena tindakannya terlalu gegabah dan bisa berujung di balik jeruji besi jika Kak Angga melaporkan perbuatan Kak Alvin pada polisi.

"Tapi sejujurnya gue takut kalau Kak Angga lapor ke polisi," ucap Alea mengungkapkan kekhawatirannya. "Emang sih, dia bilang udah siap masuk penjara. Tapi, siapa juga yang suka dipenjara? Cuma orang bego kali yang suka dipenjara. Emangnya di penjara tuh enak?" gerutu cewek itu kesal. Gegara Kak Alvin membuat keributan, Alea yang kena imbasnya. Siapa juga yang suka berurusan dengan polisi apa lagi dijebloskan ke dalam penjara?

"Ya, lo berdoa aja moga-moga Kak Angga nggak lapor polisi. Gitu-gitu juga Kak Alvin belain lo, Al."

"Tapi tetep aja gue khawatir, Ray. Gimana dong?" Alea menatap ke arah Raya dengan menunjukkan wajah memelas. Meski ia tahu Raya tidak punya solusi untuk masalahnya, tetap saja Alea melakukan hal bodoh itu.

"Mana gue tahu," sahut Raya sambil mengedik pelan. Gaya bicaranya enteng, tanpa beban. Memang itu bukan urusan Raya, kan? Itu beban hidup Alea.

"Kok lo gitu sih?" rengek Alea seraya mengguncang lengan sobat kentalnya dengan gerakan keras.

"Abisnya gimana lagi? Gue nggak punya solusi buat masalah lo, Al. Yang gue bisa cuma nyuruh lo berdoa, kan? Emangnya lo mau minta maaf sama Kak Angga dan memohon sama dia supaya nggak lapor polisi?"

Alea terdiam dan melepaskan lengan Raya secara sukarela. Sejak hari di mana ia tahu bahwa Kak Angga hanya memanfaatkan Alea sebagai pengisi kesepiannya atau bahasa singkatnya Kak Angga menjadikan Alea sebagai selingkuhannya, cewek itu berjanji dalam hati untuk tidak berurusan lagi dengan Kak Angga. Untuk sisa hidupnya yang akan datang, Alea berharap tidak pernah lagi bertemu dengan Kak Angga. Selamanya.

"Tapi, gimana perasaan lo sekarang? Lo udah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama Kak Angga, kan?" desak Raya tiba-tiba ingin tahu perasaan sobatnya. Kalau kemarin-kemarin sebelum Alea tahu yang sebenarnya, dia bilang masih sayang sama Kak Angga. Apa setelah tahu kebusukan Kak Angga, dia masih sayang sama cowok itu?

Alea yang sudah melanjutkan kembali perjalanannya dan sedang menerawang ke depan, menggelengkan kepala.

"Perasaan gue udah mati buat dia, Ray," gumam cewek itu sejurus kemudian. Disambut senyum lega yang seketika terukir di bibir Raya. Syukurlah, batinnya senang.

"Eh, Al. Bukannya itu Azka?" Raya mengguncang-guncang lengan Alea cukup keras ketika mereka tiba di pintu kantin. Dan pemandangan yang ditemukan ekor mata Raya di sudut kantin sungguh mengejutkan. Kedua matanya yang bersembunyi di balik sepasang lensa cekung, memelotot karena terkejut. "O-em-ji!"

Alea menoleh ke arah yang ditunjukkan dagu Raya. Cewek itu lumayan terkejut melihat penampakan sosok Azka yang menghuni salah satu bangku kantin dan sedang sibuk melahap isi mangkuknya tanpa mempedulikan alam sekitar. Padahal tempat itu nyaris didominasi oleh makhluk bernama cewek. Memang sih, tidak ada larangan bagi cowok untuk jajan di sana, tapi setahu Raya dan Alea, Azka jarang kelihatan berkunjung ke kantin itu. Malahan seingat mereka berdua, Azka belum pernah kepergok makan di sana. Pasalnya tak jauh dari kelas Azka juga disediakan kantin. Mayoritas yang jajan di sana adalah kaum Adam. Bukankah ini disebut sebagai kejadian langka? Kejadian luar biasa?

"Tumben-tumbenan lo jajan di sini?" tegur Raya yang menyeret lengan Alea dengan paksa untuk nyamperin tempat duduk Azka. "Kesambet jin apaan lo?" serang Raya dengan sengaja.

Azka langsung mengangkat wajah begitu mendengar suara berisik yang cukup mengganggu indra pendengarannya. Mulutnya masih penuh dengan makanan. Mie ayam di dalam mangkuk Azka nyaris tandas ketika Raya dan Alea menghampiri tempat duduknya tiba-tiba.

"Kenapa? Emang nggak boleh? Apa kantin ini punya nenek moyang lo?" sahut Azka balas menyerang Raya yang sudah duduk manis di depannya. Sedang Alea yang masih bungkam turut mengambil tempat duduk di sebelah Raya. Cowok itu berusaha menelan makanannya dengan susah payah.

"Ya, bukan kayak gitu. Tapi rasanya aneh banget lihat lo nongkrong di sini. Ya, kan, Al?" Raya melirik ke samping untuk meminta dukungan Alea. Dan cewek itu hanya mengangguk tanpa suara. "Emang kantin di sono kenapa? Tutup?" tanya Raya menginterogasi lebih lanjut.

"Nggak. Cuma, hari ini gue pingin makan mie ayam. Di sono kan nggak ada menu mie ayam," jawab Azka cuek. Cowok itu melanjutkan acara makannya kembali.

"Oh ...," Raya menganggukkan kepala, memaklumi alasan yang dibuat Azka. Masuk akal, sih. "nggak mau nraktir kita, nih?" lanjut Raya dengan alis bergerak naik turun.

Azka menatap Raya sejenak lalu beralih ke arah Alea.

"Kalian mau makan juga? Kirain lihat gue makan aja, kalian udah kenyang," tandas Azka dengan tampang serius.

"Dasar," maki Raya. "Pokoknya gue sama Alea mau minta traktir. Lo juga mau mie ayam, kan, Al?" Raya menoleh ke arah Alea sebelum melesat pergi ke arah gerobak ibu kantin untuk memesan makanan.

"Yes. Sekalian es teh, Ray. Tapi jangan kemanisan, ya," balas Alea sembari mengedipkan sebelah mata pada sobat kentalnya.

"Okay, sip!" Raya mengacungkan jempol kanannya lalu melesat pergi untuk memesan mie ayam dan es teh.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang