Bab 14

349 11 8
                                    

"Hei, gue tadi mampir ke kelas lo, tapi Raya bilang lo masih nggak masuk. Jadi, gue ke sini, deh..."

Alea mengerjapkan sepasang mata indahnya yang mulai berangsur membaik ketika melihat penampakan Azka di depan pintu siang menjelang sore ini. Pasalnya semalam ia sudah bisa tidur dengan nyenyak setelah malam sebelumnya Alea hanya menangis dan menangis. Gara-gara pengkhianatan Kak Angga.

"Lo masih butuh waktu buat nenangin diri? Dua hari belum  cukup?" Azka mengoceh lagi karena belum mendapat tanggapan apapun dari bibir Alea. Bahkan cewek itu masih manyun di depan pintu dan belum bersedia menyuruh Azka untuk masuk ke dalam ruang tamu rumahnya. Sepertinya Alea butuh waktu untuk membiasakan diri melihat Azka yang sudah kehilangan rambut gondrongnya. "Lo baik-baik aja, kan, Al?"

"Lo khawatir sama gue?" tanya Alea dengan tampang polosnya. Dua hari absen dari kegiatan belajar mengajar karena patah hati nyatanya mengundang perhatian Azka. Sebenarnya ia sendiri agak heran, kenapa akhir-akhir ini Azka sering muncul mengisi hari-harinya. Bahkan Azka juga yang memergoki Alea sedang menangis di pinggir jalan tak jauh dari pelataran toko buku.

"Dikit, sih."

"Dikit?" gumam Alea mengulangi kembali pernyataan Azka. Perasaan terlukanya terlupakan untuk sesaat. Karena cowok itu dan kekonyolannya.

"Oh, iya." Azka tiba-tiba ingat kalau ada sesuatu di genggaman tangan kanannya. "Gue bawain lo puding cokelat buatan nyokap, tapi ini bukan sisa pesenan orang. Tadi gue bilang mau jengukin temen yang sakit terus sama nyokap dibuatin puding. Enak lho, Al. Gue tadi udah nyobain kok." Cowok itu melanjutkan ocehannya sembari mengangsurkan sebuah kantung berbahan plastik ramah lingkungan pada Alea. Konon plastik itu bisa hancur dengan sendirinya dalam kurun waktu dua tahun saja.

"Thanks." Sebenarnya Alea tidak terlalu bersemangat untuk memikirkan makanan di momen-momen seperti sekarang, tapi kulkas di dapurnya setengah kosong dan perlu sesuatu untuk mengisinya. Jadi, Alea akan mengendapkan puding itu di sana selama beberapa waktu sampai selera makannya kembali.

"Tapi ada pertanyaan gue yang belum lo jawab tadi."

"Pertanyaan? Yang mana?" Alea mengerutkan kening.

"Payah," maki Azka lirih. "Gimana perasaan lo sekarang? Lo baik-baik aja, kan?" Cowok itu setengah mengeja kata per kata yang diluncurkannya.

"Nggak begitu baik, sih. Tapi udah mendingan ketimbang kemarin," jawab Alea ragu. Entah memang sudah lebih baik dari kemarin atau ia hanya mencoba terlihat baik di depan cowok itu.

"Oh. Bagus deh," sahut Azka. "By the way ... gue boleh masuk nggak? Sekalian dibikinin jus jeruk atau es teh manis gitu. Tenggorokan gue kering banget nih," tandas Azka dengan tangan mengusap leher. Raut wajahnya tampak memelas.

Alea tersenyum pahit. Kapan sih, Azka bisa sadar dari kekonyolannya yang terkadang malu-maluin itu?

"Lo tadi ke sini nggak lari-larian kan?" sindir Alea sembari melirik sebuah motor vespa bercat biru setengah butut yang terparkir tak jauh dari pintu gerbang rumahnya. Malingpun tidak ada yang mau berurusan dengan kendaraan kesayangan Azka itu. "Kok lo bisa kehausan sih?"

"Ya ampun, Al. Namanya orang hidup kalau kehausan kan wajar," ujar Azka penuh pembelaan. "Gimana nih? Gue boleh masuk atau nggak?" tanya cowok itu mengajukan penawaran yang sama.

Alea melenguh pelan. Tidak disuruh masuk juga rasanya kurang etis, pasalnya ia pernah menerima setoples nastar dari Azka dengan cuma-cuma dan sekarang di tangannya sudah bersarang puding cokelat.

"Oke, deh. Jadi, lo mau minum apa..."

"Alea!"

Cewek itu belum sempat menyelesaikan kalimat penawarannya pada Azka karena suara lain mendadak menyela memanggil namanya. Bukan suara asing, tapi beberapa hari terakhir ia jarang mendengarnya. Suara Kak Angga!

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang