"Astaga! Alea?! Ngapain lo jongkok di sini?!"
Azka memekik histeris dan bergegas menepikan motor matic merah yang ia kendarai lantas melompat turun dengan gerakan lincah. Cowok itu menghampiri tubuh Alea yang sedang berjongkok di tepi jalan, sendirian, dan terlihat menyedihkan.
"Al." Azka menyebut nama cewek itu sekali lagi karena Alea tak kunjung merespon panggilannya. Mengangkat wajahpun tidak. Azka hanya takut jika Alea pingsan mengingat cewek itu memiliki bakat untuk tidak sadarkan diri saat perutnya kelaparan. "Lo kenapa?" tanya Azka mulai panik.
Alea mengenali jenis suara itu. Ia tak asing dan cukup mengganggu di telinga cewek itu. Suara Azka. Si comel yang pernah memberinya setoples nastar sisa pesanan orang. Teman seangkatan semasa TK dulu.
"Lo nangis, Al?" serbu Azka cepat ketika Alea mulai mengangkat wajahnya perlahan. Cowok itu segera membantu Alea untuk berdiri. "Ada apa?" desak Azka terlihat sangat tak sabar.
Alea bergeming menatap wajah Azka yang tampak tegang. Sumpah, ia tidak pernah berharap seseorang akan memergokinya menangis sendirian di tepi jalan seperti ini. Terlebih lagi ditemukan Azka. Mungkin ditemukan oleh Raya seribu kali lebih baik ketimbang Azka.
"Gue nggak pa pa, Ka," jawab Alea kemudian. Sembari melukis senyum kaku di bibirnya yang masih terpoles lipstik. Berusaha menampilkan wajah baik-baik saja di kala hatinya hancur memang bukan perkara yang mudah bagi Alea. Tapi, setidaknya ia sudah berusaha keras untuk melakukannya. "Gue tadi jalan kaki dan kecapekan," ucap Alea lirih. Sementara tangan kanannya sibuk menghapus tetesan air yang tadi sempat berjatuhan ke area pipinya. Memudarkan warna bedak yang Alea taburkan di sana. Riasannya benar-benar hancur.
"Hah?" Azka berdecak seraya membulatkan matanya mendengar pengakuan Alea. "Ya, ampun, Al. Kecapekan gimana? Lo nggak punya duit buat bayar angkot?"
Alea tak bisa menjawab. Bagaimana ia bisa menjelaskan sesuatu, kebohongan misalnya. Berbohong memang mudah, tapi bagaimana jika alasannya tidak logis? Kebohongan hanya sebuah alasan yang terlalu dibuat-buat.
"Mau gue anter pulang?"
Di saat Alea memutuskan untuk membungkam mulut, Azka justru menawarkan tumpangan pulang untuk cewek itu. Tampaknya Azka tidak tertarik untuk mengorek sejumput keterangan sebab musabab kenapa Alea menangis sendirian di tepi jalan dan memilih untuk tidak mencampuri urusan cewek itu.
Alea mengiyakan tanpa menunggu lama.
"Gue pinjem motor yang waktu itu." Azka mulai mengoceh saat mereka sedang menyusuri jalanan menuju ke alamat rumah Alea. Matahari sudah tergelincir ke barat dan sinarnya tidak sepanas tadi. Angin sejuk berembus menerbangkan ujung-ujung rambut Alea yang sedang duduk bengong di belakang punggung Azka. "Tapi, gue janji kok Al, ntar gue balikin motor ini sama yang punya. Tapi, nanti kalau gue butuh lagi, gue bakalan pinjem lagi." Mulut comel itu meneruskan ocehannya. Padahal Alea tak merespon ucapan Azka sama sekali. Malahan pikiran Alea sedang menerawang jauh, sejauh segumpal awan putih yang terlihat bergerak lambat di langit.
Masih tentang Kak Angga dan kepalsuannya. Kebohongan yang manis dan sempat membuat hati Alea melambung tinggi ke udara lalu lupa untuk menjejak bumi lagi. Namun, hati itu sekarang sudah jatuh terhempas ke bumi. Berdarah dan entah kapan bisa utuh kembali. Seandainya ada plester hati ....
"Al, lo nggak mau turun? Atau lo mau ngikut gue pulang? Di rumah ada banyak sisa pinggiran roti. Kali aja lo mau?"
Alea tersadar dari lamunan panjang dan seolah tak berujung seandainya suara Azka tidak mengusiknya. Cewek itu mengusap kembali kedua matanya yang lembab sebelum melompat turun dari boncengan motor matic yang konon hasil meminjam.
"Thanks, Ka," ucap cewek itu. Seulas senyum canggung ia lukis di bibir.
"Tumben bilang makasih," celutuk Azka sekadar ingin mencairkan suasana. Meski ia sangat tahu jika Alea sedang dirundung masalah, entah masalah apa. Setidaknya ia ingin sedikit menghibur hati Alea, jika cewek itu berkenan. Tapi, sepertinya usaha Azka tidak membuahkan hasil. "Oh, ya. Gue punya sesuatu buat lo. Lumayan buat cemilan. Kata orang-orang barat sih, makan ini bisa bikin happy. Entah bener atau nggak, gue nggak tahu, tapi gue harap setelah makan ini perasaan lo sedikit membaik."
Alea hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri manakala Azka mengulurkan sebatang cokelat ke dalam genggamannya. Entah ini kabar baik atau bukan, yang pasti Azka sudah menyelamatkannya kali ini. Pertama, Azka sudah mengantar Alea pulang, jika tidak pasti saat ini ia masih berada di tepi jalan, menangis sendirian dan terlihat menyedihkan. Lalu yang kedua, cowok itu memberi Alea sebatang cokelat. Meski ia tidak tahu dari mana asal cokelat itu, namun perhatian Azka cukup menyentuh hati Alea.
"Thanks, Ka."
"Nah, kan? Lo bilang makasih lagi," decak Azka seraya memutar bola matanya. Padahal Alea yang biasa ia kenal adalah seorang yang pelit soal terimakasih. "Udah, ucapan makasihnya udah gue terima. Sekarang lo masuk, gih. Cuci muka sono. Lo jelek kalau abis nangis, tahu nggak?"
Alea meledakkan sebuah tawa kecil mendengar makian Azka. Di saat tersedih sekalipun, cowok itu masih mengeluarkan candaan yang membuatnya tertawa. Dasar si comel Azka.
"Gue masuk dulu ya, Ka. Lo hati-hati pulangnya," pesan Alea sembari melambaikan tangan seadanya pada Azka.
"Sip." Azka mengacungkan jempolnya ke udara sambil memamerkan senyum ala-ala bintang iklan pasta gigi.
"Cepet dibalikin motornya! Ntar yang punya marah, lho!"
Azka terbahak mendengar teriakan Alea dari balik pintu gerbang. Apa cewek itu sudah lupa kalau beberapa menit lalu ia sedang menangis sendirian di tepi jalan? batin Azka sembari menyalakan mesin motor matic merah yang ia tumpangi lalu melesat pergi ke rumahnya. Tapi, ada satu misi yang tidak boleh ia lupakan yaitu membeli cokelat. Pasalnya cokelat yang ia berikan pada Alea adalah cokelat titipan Fiska, adik perempuan Azka yang masih duduk di bangku kelas 6 SD. Duh, ada-ada saja si Azka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Sayang Lo, Al! #tamat
Teen FictionAlea mencintai Kak Angga dan mempercayai cowok itu sepenuh hatinya. Tapi kenyataannya Alea hanyalah orang ketiga dalam hubungan jarak jauh antara Kak Angga dan kekasihnya. Kak Alvin, kakak Alea, marah besar dan menghajar Kak Angga untuk membalaskan...