Perbincangan beberapa cewek berseragam abu-abu putih yang sedang berkerumun di bawah naungan atap halte, lebih tepatnya dua meter dari tempat Alea berdiri sekarang, sama sekali tak mengganggu pendengaran cewek itu. Setidaknya Alea bersyukur ia tidak sedang menjadi trending topic karena pagi tadi upacara bendera resmi dibatalkan gegara gerimis turun. Dan ia sempat melahap roti tawar yang dipanggang Mama, jadi kalaupun upacara bendera tetap diselenggarakan, Alea tak merasa khawatir akan jatuh pingsan seperti kejadian dua minggu lalu. Memalukan. Bahkan karena kejadian itu, ia sempat menjadi pusat perhatian dan bahan gosip anak-anak SMU Harapan.
Tapi, sayangnya angkot yang ditunggu Alea tak segera kunjung tiba padahal ia sedang haus-hausnya sekarang. Pasalnya matahari bersinar cukup terik siang ini dan sukses membuat cewek itu merasa gerah, padahal tadi pagi sempat turun gerimis. Cuaca di awal musim penghujan terkadang sulit untuk diprediksi.
"Alea."
Sebuah suara berhasil menarik kepala Alea untuk menoleh dengan gerakan spontan dan terkejutlah cewek itu setelah tahu siapa gerangan yang memanggil namanya. Sumpah demi alam semesta, Alea tidak pernah berharap akan melihat cowok itu lagi. Tapi kenapa ia malah muncul di saat Alea benar-benar berupaya keras untuk move on?
Bibir Alea terkatup rapat, tak ingin menyahut panggilan Kak Angga, mantan pacarnya, yang mendadak muncul bak alien yang baru saja jatuh dari pesawat UFO. Apa peringatan Kak Alvin sama sekali tidak membuatnya takut?
"Aku datang mau minta maaf sama kamu, Al," ucap Kak Angga begitu langkahnya berhenti persis di depan tubuh Alea yang kaku. "Aku sama sekali nggak bermaksud untuk mempermainkan kamu. Aku bener-bener sayang sama kamu, Al. Dan aku berencana untuk mutusin dia buat kamu ...."
Sepasang mata bening Alea terbelalak mendengar pengakuan mengejutkan yang baru saja terlontar dari bibir Kak Angga.
"Mutusin dia buatku?" Alea bahkan harus meyakinkan diri sendiri bahwa Kak Angga serius dengan ucapannya dan cowok itu mengiyakan. "Kak Angga udah gila?"
"Semuanya demi kamu, Al."
"Nggak," sahut Alea tegas. "Aku udah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama Kak Angga, jadi sebaiknya Kakak pergi dari sini."
"Al, kumohon ... beri aku satu kesempatan lagi," pinta Kak Angga setengah memohon. Tangannya sudah mencekal lengan Alea di detik berikutnya. "Aku masih sayang kamu, Al."
Alea berusaha meronta, melepaskan cekalan tangan Kak Angga, namun gagal.
"Lepaskan, Kak ...."
"Kumohon, Al. Kita bisa memulai dari awal ...."
Namun, kepala Alea menggeleng tegas. Ia sudah berjanji dalam hati tidak akan jatuh dalam lubang yang sama.
"Ada apa, nih?"
Azka, di saat yang tepat mendadak muncul dan menengahi ketegangan suasana. Alea yang berusaha melepaskan diri dari Kak Angga, namun gagal. Sementara Kak Angga bersikukuh dengan keinginannya untuk kembali pada Alea, meski dengan cara memaksa sekalipun.
"Lo lagi, lo lagi," desah Azka sejurus kemudian. Ia terlihat jengah saat melihat Kak Angga, apalagi tangannya yang mencekal lengan Alea erat-erat. "Kenapa sih, lo masih gangguin Alea? Bukannya Alea udah jelas-jelas nggak mau sama lo? Mendingan lo pergi, deh." Azka melirik ke arah lengan Alea yang masih dalam cekalan Kak Angga.Kak Angga bergeming di tempatnya. Masih terbayang di pelupuk matanya bagaimana Alvin, kakak Alea, melayangkan hantaman bertubi-tubi ke wajahnya disertai serentetan sumpah serapah. Terlalu sulit untuk menggapai hati Alea lagi.
Perlahan cekalan tangan Kak Angga mengendur. Cowok itu mundur selangkah dan kemudian membalik tubuh lalu pergi dari hadapan Alea. Tanpa kata, namun dengan bekas luka yang masih menyisakan rasa sakit. Sekali lagi, ia merasa penyesalan memukul dadanya. Kehilangan Alea, ternyata bukan hal yang mudah untuknya. Membagi perasaan nyatanya malah akan melukai diri sendiri.
"Ngapain sih, cowok itu masih gangguin lo? Bukannya kalian udah putus?" omel Azka setelah Kak Angga terlihat menjauh dengan motornya.
Alea hanya bergeming di tempatnya berdiri sembari menatap ke arah Kak Angga selama beberapa saat. Namun, demi mendengar omelan Azka, ia buru-buru mengalihkan tatap matanya.
Cewek itu mengedik pelan dan tersadar jika halte telah sepi. Kerumunan anak berseragam putih abu-abu yang sesaat lalu sibuk dengan obrolan mereka, sudah menghilang entah sejak kapan. Di sana hanya ada Alea dan Azka yang tersisa.
"Mau gue anterin pulang nggak?" tawar Azka begitu melihat bibir Alea masih terkatup rapat.
Alea mau.
Dan beberapa menit kemudian cewek itu sudah duduk anteng di belakang punggung Azka yang terbalut selembar jaket berwarna abu-abu gelap. Mendadak ingatannya terbang ke kejadian kemarin di mal. Bukankah ia sangat ingin memastikan jika yang dilihatnya adalah Azka?
"Beneran lo udah putus sama dia? Lo udah nggak punya perasaan apa-apa sama dia kan?"
Suara Azka yang tiba-tiba terdengar, seketika memecah gelembung lamunan yang beterbangan di dalam kepala Alea. Beberapa pertanyaan yang siap ia susun, hancur berantakan.
"Ya. Gue udah nggak ada hubungan lagi sama dia," jelas Alea mengonfirmasi.
"Terus kenapa dia masih gangguin lo, sih? Bikin orang emosi aja," gerutu Azka terdengar kesal.
"Kok lo yang jadi emosi, sih?"
"Gimana nggak emosi, Al? Cowok kayak gitu harusnya tahu malu. Udah tahu dia yang salah masih aja ngarepin lo. Ngemis-ngemis pula. Cih, nggak punya harga diri banget, sih tuh orang," oceh Azka memuntahkan segenap kekesalan yang terendap di dalam dadanya.
Alea tersenyum diam-diam di belakang punggung Azka. Ah ... mendengar omelan Azka malah membuatnya merasa dilindungi dan diperhatikan. Rasanya nyaman dan ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Tapi ini Azka, loh. Bukan Kak Alvin. Kalau Kak Alvin membelanya, itu karena memang Alea adalah adiknya. Tapi Azka hanya sekadar teman. Kenapa, ya?
"Kalau cewek lain digangguin mantan pacarnya, apa lo juga bakal belain cewek itu?" Alea malah bertanya. Hal yang tak ada hubungannya pula.
Azka gelagapan diserang pertanyaan semacam itu dari bibir manis Alea. Untungnya, cewek itu tak bisa melihat bagaimana kacaunya wajah Azka sekarang.
"Ya, ampun, Al. Superhero tuh nggak bakalan pilih-pilih kalau mau nolong orang," tandas Azka setelah berhasil mengusir rasa gugup yang mendadak melanda dirinya.
"Oh ... lo merasa jadi superhero, gitu?"
Azka terbahak keras.
"Mana ada superhero yang naik vespa butut, Al?"
"Payah." Alea menggerutu sendirian di belakang punggung Azka. Ngobrol dengan Azka terkadang membuatnya merasa konyol dan bodoh. Tapi, benarkah cowok yang ia lihat di mal itu Azka? Sepertinya bukan. Cowok yang Alea lihat di mal kemarin tampak cool dan elegan. Mana mungkin ia seperti Azka yang suka melempar candaan-candaan bodoh dan garing?
Siapapun dia, si cowok misterius itu, pasti ia tak sekonyol Azka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Sayang Lo, Al! #tamat
JugendliteraturAlea mencintai Kak Angga dan mempercayai cowok itu sepenuh hatinya. Tapi kenyataannya Alea hanyalah orang ketiga dalam hubungan jarak jauh antara Kak Angga dan kekasihnya. Kak Alvin, kakak Alea, marah besar dan menghajar Kak Angga untuk membalaskan...