Bab 40

322 8 0
                                    

Ada kabar menggembirakan ketika Alea masuk sekolah pertama kali pasca sakit. Raya lolos seleksi dan resmi menjadi perwakilan SMU Harapan untuk mengikuti Olimpiade matematika tingkat SMU. Dari calon peserta yang berjumlah sepuluh siswa, hanya tiga siswa yang lolos, termasuk Raya. Dan sebagai sahabat terdekat Raya, Alea merasa sangat senang sekaligus bangga. Ia mendukung penuh sobat kentalnya agar menang olimpiade Matematika yang akan digelar beberapa hari lagi.

Siang ini, saat jam istirahat berlangsung, Raya dan Alea sedang duduk berdua di pojokan kantin sembari menikmati bakso porsi dobel plus es teh manis tapi tidak kemanisan. Alea yang menraktir kali ini.

"Ntar kalau lo menang olimpiade, lo yang gantian bayarin gue," ucap Alea seraya mengunyah bakso favoritnya. Seminggu tak makan bakso buatan ibu kantin membuatnya kalap dan memesan bakso porsi dobel tapi tetap dalam satu mangkuk. Raya juga. Mumpung ditraktir, ia memesan bakso yang sama dengan Alea.

"Belum maju olimpiade juga udah minta ditraktir," keluh cewek berkacamata minus itu.

"Gue bilang kan kalau," balas Alea tak mau disalahkan. "Gimana kabarnya Azka, ya? Gue belum sempat ketemu dia sejak gue pingsan." Menatap untaian mi di dalam mangkuknya membuat Alea teringat pada Azka. Cowok itu kan paling suka sama mi ayam.

"Azka nggak jenguk lo?"

"Nggak." Padahal selama ini Azka selalu ada saat Alea sedang terpuruk. Cowok itu juga kerap menghibur hatinya dan sesekali memberi Alea makanan. Tapi ketika ia pingsan dan dilarikan ke rumah sakit seminggu yang lalu, Azka malah sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya di depan Alea. "Apa dia malu sama gue, ya?"

"Karena penyamarannya selama ini?"

Alea mengangguk.

"Nggak tahu juga, sih," ucap Raya kembali. "Kalau dia emang normal, harusnya dia malu. Tapi mestinya dia nggak bersikap kayak gitu dong. Harusnya dia minta maaf atau minimal jengukin lo."

"Apa dia nggak normal, ya?"

"Gue rasa dia malu banget sama kita sampai-sampai nggak mau nongol di depan kita, Al."

"Masa sih?" Alea kurang sependapat dengan kalimat sobat kentalnya. Tapi apa yang dipikirkan Azka sekarang, siapa yang tahu? "Padahal selama ini dia udah banyak bantuin gue, Ray," kenang cewek itu sambil mengaduk isi mangkuknya.

"Lo pernah merasa kepedean nggak?"

"Kepedean gimana?" Alea urung menyuap karena satu pertanyaan ganjil itu. "Baper maksudnya?"

"Yes. Semacam itu." Raya meneguk minumannya sekadar untuk melancarkan perjalanan makanannya ke lambung. "Pernah nggak lo merasa kalau Azka itu suka sama lo?"

Azka suka sama gue? Haha ...

"Nggak mungkin," sahut Alea sambil mengibas di depan wajah Raya. Senyum pahit terkembang di bibirnya yang merah akibat kepedasan.

"Tapi firasat gue selalu bilang kayak gitu, Al. Tiap gue ketemu Azka dan dia nanyain lo, gue pasti curiga kalau dia suka sama lo."

"Kalau dia emang suka sama gue, kenapa dia nggak jenguk gue kemarin, hah? Azka tahu alamat gue, kok. Tapi dia nggak nongol, kan?"

"Mungkin dia masih malu sama kita."

"Mungkin juga, sih. Tapi perasaan lo sama Azka gimana?"

"Perasaan gue? Perasaan yang mana?"

Duh! Raya jadi gemas ingin menjitak kepala sobat kentalnya. Tapi Alea kan baru sembuh dari sakit.

"Maksud gue, lo suka sama Azka nggak?"

Alea menggeleng lemah.

"Dia cuma temen, Ray. Kalau gue suka sama dia, udah dari dulu gue ngomong sama lo keles."

"Kalau Dito?"

Dito?

Begitu mendengar nama Dito, Alea jadi ingat kalau ia belum sempat mengucapkan terima kasih pada cowok itu karena telah membebaskan Kak Alvin dari penjara. Menyuap aparat hukum untuk membebaskan seseorang dari penjara pasti tidak murah, kan? Dengan apa Alea akan membalas jasa Dito nantinya?

"Lo suka sama dia?" desak Raya tak sabar ingin segera mendapatkan kepastian dari bibir Alea.

"Menurut lo?"

"Kok menurut gue sih?" Raya mencebik kesal. Bicara dengan Alea lama-lama bisa membuat kepalanya pusing. Dari tadi ditanya apa jawabnya apa. Berputar-putar seperti pusaran air di dalam kolam renang keruh yang tak pernah dibersihkan.

Alea hanya bisa cekikikan melihat reaksi sobat kentalnya.

"Balik kelas, yuk," ajak Alea sejurus kemudian. Seolah ia sengaja menggantung pertanyaan Raya bak jemuran yang sudah kering berhari-hari tapi tak kunjung diangkat. Cewek itu sudah menandaskan bakso porsi dobelnya dan sekarang ia merasa kekenyangan.

"Dasar." Raya menggerutu sendirian melihat tingkah Alea yang dengan sigap mengangkat pantat dari kursi lalu melenggang meninggalkan kantin. Cewek itu buru-buru meneguk es tehnya sampai tak bersisa lalu menyusul langkah Alea menuju ke kelas mereka.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang