Bab 19

279 8 1
                                    

"Kenapa lo nggak bilang sejak awal kalau gue cuma selingkuhan Kak Angga?" bisik Alea lirih. Suara serak cewek itu tertelan rintik hujan yang mulai berjatuhan ke atas kepalanya yang tidak terlindungi helm. Pundak dan tas ranselnya pun bernasib sama. Bahkan jaket hijau tanah yang dipinjamkan Dito beberapa menit lalu tak luput dari siraman gerimis siang itu.

Namun, Dito diam. Menoleh pun tidak. Suara lirih Alea bahkan tak sampai menyentuh telinganya karena bunyi rintik hujan dan deru motor balap miliknya lebih mendominasi. Cowok itu memusatkan konsentrasinya pada jalan raya yang terbentang di depan dan kini sudah basah terkena guyuran air hujan.

Sesungguhnya Dito sedikit khawatir membiarkan Alea kehujanan di belakang punggungnya. Biasanya cewek lebih gampang sakit bila terkena air hujan meskipun hanya sebentar saja. Dan ia tak ingin hal itu menimpa Alea.

"Kamu nggak pa pa, Al?!" Dito melambatkan laju motor balapnya dan menoleh sekilas ke belakang. Cowok itu terpaksa berteriak bersaing dengan suara rintik hujan. Mencoba membuyarkan lamunan demi lamunan yang Alea rajut di dalam pikirannya. "Alea!" Dito terpaksa berteriak sekali lagi memanggil nama Alea karena cewek itu tak langsung memberi jawaban.

"Hah?" Alea tergagap dan cekalan tangannya pada seragam Dito nyaris terlepas.

"Kamu nggak pa pa? Apa kita berteduh aja?!"

Kepala Alea menggeleng dan ia buru-buru tersadar jika Dito tak akan bisa melihat gerakannya. Cowok itu masih fokus ke depan dan Alea kembali mencekal ujung seragam Dito yang sudah terlanjur basah kuyup.

"Nggak. Aku pingin cepet sampai rumah," tandas Alea sejurus kemudian.

Dito mengerti.

***

"Al."

Tuh, kan? Alea mendengus sebal ketika Kak Alvin membentangkan pintu kamarnya lebar-lebar tanpa sepatah kata salam, permisi, atau minimal mengetuk pintu. Sudah diperingatkan puluhan kali pun tak ada gunanya. Serentet omelan juga hanya akan lewat di depan telinganya seperti embusan angin sepoi-sepoi.

"Apa?" tanya Alea sengaja menunjukkan wajah sewot. Cewek itu kembali meneruskan pekerjaannya mengeringkan rambut menggunakan selembar handuk. Bahkan semenit yang lalu ia juga minum obat anti masuk angin cair atas saran Mamanya sebagai langkah antisipasi mencegah sakit pasca kehujanan. Dan biasanya cara itu cukup ampuh.

"Lo tadi dianterin siapa? Cowok baru lo?" cecar Kak Alvin sembari bergerak mendekat ke tempat Alea berdiri dan masih sibuk mengeringkan rambut.

"Bukan siapa-siapa," jawab Alea ketus. "Dasar kepo," desisnya memaki.

"Bukan siapa-siapa tapi kok main peluk-peluk segala?" serang Kak Alvin.

OMG!

Alea terbelalak mendengar sindiran Kak Alvin. Jelas-jelas ia hanya mencekal ujung seragam putih milik Dito dan bukan main peluk-peluk seperti yang dituduhkan Kak Alvin padanya. 

"Gue nggak main peluk-peluk, ya," tandas Alea emosi. "Gue cuma pegangan doang biar nggak jatuh," imbuhnya. Padahal Kak Alvin tidak perlu diberi penjelasan semacam itu. Ia hanya menggoda Alea saja.

"Tadi gue ketemu sama Angga," ucap Kak Alvin tiba-tiba beralih topik dan seketika mengundang perhatian Alea. Cewek itu menoleh, tapi ia masih sibuk dengan selembar handuk di tangannya. Sorot matanya menyiratkan sebuah pertanyaan, hanya saja bibirnya enggan untuk bicara. "Gue abis mukulin Angga sampai babak belur," aku Kak Alvin selanjutnya. Nada suaranya datar dan tak menunjukkan indikasi penyesalan sama sekali.

"Apa?!" pekik Alea kaget setengah mati. Handuk dalam genggamannya juga nyaris terlepas. "Kak Alvin baru mukulin Kak Angga? Kakak udah gila? Gimana kalau Kak Angga lapor ke polisi?" hardik cewek itu panik.

Kak Alvin menghela napas panjang dan raut wajahnya tak menampakkan riak sedikit pun. Ia terlihat tenang bahkan tak khawatir sama sekali andai saja Kak Angga benar-benar melaporkannya ke polisi.

"Gue udah bilang sama dia agar jauhin lo dan nggak gangguin hidup lo lagi."

"Tapi kenapa mesti pakai cara kekerasan kayak gitu, sih? Apa nggak bisa pakai cara baik-baik?" protes cewek itu menyesalkan tindakan yang diambil Kakaknya. Menurutnya Kak Alvin terlalu grusa-grusu.

"Cara baik-baik gimana? Dia udah nyakitin hati adik kesayangan gue, gimana gue bisa bilang baik-baik sama dia? Untung aja gue nggak bunuh dia ...."

"Kak!" Alea memekik memotong kalimat mengerikan yang baru saja terucap dari bibir Kak Alvin.

"Gue cuma bercanda, Al." Kak Alvin meringis melihat reaksi Alea yang menurutnya terlalu berlebihan. "Gue nggak akan tega bunuh orang, kok. Lo tenang aja," ucapnya sembari menepuk-nepuk pundak Alea yang masih berdiri tegang di hadapannya.

"Terus Kak Angga gimana?"

"Gimana apanya?"

"Maksudnya keadaan Kak Angga gimana?"

"Ya kayak yang gue bilang tadi. Dia babak belur," jawab Kak Alvin santai.

"Ya, Tuhan," desah Alea gusar.

"Udahlah, Al. Yang penting Angga masih hidup dan nggak patah tulang. Gue sih, mau dilaporin ke polisi juga nggak pa pa, gue siap. Paling-paling masuk penjara tiga bulan aja. Lagian di penjara juga dikasih makan, kok," tandas Kak Alvin masih dengan gaya santainya. Bahkan ia masih sempat mengulas senyum tipis di bibirnya. "Yang penting sakit hati lo udah terbales. Ya, kan?"

"Terserah," sahut Alea pasrah. Usai mendengar celotehan Kak Alvin dan melihat betapa santai sikap kakaknya itu, Alea memilih untuk bersikap acuh tak acuh. Toh, Kak Alvin sendiri yang bilang sudah siap masuk penjara jika Kak Angga benar-benar melaporkan perbuatannya ke kantor polisi.

"Yang penting sekarang lo aman dari gangguan Angga ...."

"Masa bodo!" Alea melempar handuk lembabnya ke atas kasur dan memutuskan untuk melenggang pergi dari hadapan kakaknya.

"Al. Harusnya lo berterimakasih sama gue!" Kak Alvin kelabakan melihat tingkah Alea dan buru-buru mengejar langkah-langkah adiknya. "Eh, tapi siapa cowok yang udah nganterin lo tadi? Lo harus kenalin sama gue, ntar kalau dia nyakitin lo kayak Angga gimana?"

Alea menghentikan langkahnya persis di depan kulkas dua pintu yang dipenuhi dengan tempelan magnet berbentuk karakter dinosaurus koleksi Kak Alvin. Juga beberapa catatan kecil penanda hari ulang tahun dan hari-hari penting lainnya.

"Dia bukan cowok gue," tandas Alea tegas.

"Tapi tetep aja lo mesti ngenalin dia sama gue ...."

"Kak!" Alea membalikkan tubuh setelah berhasil membuka pintu kulkas dan menemukan puding cokelat pemberian Azka tinggal secuil. "Kak Alvin makan puding gue?" cecar cewek itu seraya memelototkan sepasang matanya.

"I-iya, Al." Kak Alvin mengusap tengkuk dan melempar sebuah cengiran bodoh.

"Itu kan puding gue ...."

"Maaf, gue nggak tahu kalau itu puding lo!" teriak Kak Alvin sembari mengambil langkah seribu, kabur dari hadapan Alea. Kalau saja ia masih bertahan di tempatnya berdiri, bisa dipastikan pukulan tangan Alea mendarat tepat di lengannya.

Itu kan puding pemberian Azka ....

Alea menatap iba ke arah puding cokelat pemberian Azka yang tinggal secuil lalu menggigitnya dengan hati dongkol.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang