Bab 07

361 12 4
                                    

OMG!

Alea terkesima, tercengang, terpukau atau apalah namanya, begitu ia berhasil membuka pintu depan dan menemukan sosok Kak Angga berdiri di depannya dengan seulas senyum manis yang sanggup merontokkan hati cewek itu. Berjaket merah kehitaman, dengan selembar kaus berwarna krem, berpadu dengan celana jeans biru laut, membuat Kak Angga tampil menawan siang ini. Dan yang paling mengejutkan Alea adalah sekuntum bunga mawar merah yang kini terulur ke hadapannya. Romantis, kan?

"Kak Angga," desah Alea karena teramat haru dengan kehadiran Kak Angga beserta kejutan yang ia bawa ke rumah cewek itu. Alea menerima bunga pemberian Kak Angga dengan sukacita. Inginnya sih, ia melompat kegirangan karena terlalu bahagia menerima kunjungan Kak Angga, tapi Alea tak bisa melakukan hal itu karena beberapa alasan. Salah satunya karena jaim, alias jaga image.

"Sorry, akhir-akhir ini aku sibuk banget dan sering nggak ada buat waktu buat kamu. Kamu nggak marah kan, Al?"

Alea mengerjapkan kedua matanya saking tak percaya dengan apa yang didengar telinganya. Kak Angga minta maaf di depannya secara langsung? Wow, ini benar-benar di luar dugaan! Dan mana mungkin Alea tidak memaafkannya.

"Nggak pa pa, Kak. Aku ngerti, kok," sahut Alea dengan suara enteng. Segenap hatinya bergemuruh riuh dan seketika bunga-bunga di sana bermekaran. "Oh, iya. Silakan duduk, Kak," suruh cewek itu kemudian setelah puas menikmati debar-debar menegangkan pasca Kak Angga meminta maaf padanya.

"Gimana sekolahmu? Lancar?" tanya Kak Angga membuka percakapan sesaat setelah ia meletakkan pantat di atas kursi rotan yang berada di teras rumah Alea. Beberapa waktu yang lalu Azka juga duduk di sana.

"Ya, gitu deh. Kak Angga sendiri gimana? Masih banyak tugas dari dosen?" Alea mencoba mengorek informasi dari bibir Angga dengan hati-hati.

"Lumayan. Ini aja aku nyempet-nyempetin buat ketemu kamu. Kan udah lama kita nggak ketemu. Aku kangen kamu, Al," tandas Angga terlihat bersungguh-sungguh.

Kak Angga kangen gue? Ini beneran atau cuma mimpi?

Ya, Tuhan! Alea hanya bisa menjerit-jerit tak keruan dalam hati pasca mendengar pengakuan dari bibir Kak Angga. Nyatanya apa yang ia takutkan beberapa hari belakangan selama Kak Angga sibuk dan susah dihubungi, sama sekali tidak terbukti. Faktanya Kak Angga baru saja bilang kalau ia kangen pada Alea dan itu membuktikan dugaan-dugaan negatif tentangnya terpatahkan. Kak Angga masih sama seperti dulu. Ia tidak berubah sama sekali. Kak Angga masih mencintainya.

"Aku juga kangen..."

Kalimat Alea mengambang di udara karena ponsel kepunyaan Kak Angga mendadak berdering di saat tidak tepat. Siapa gerangan yang sedemikian pandai merusak suasana romantis milik Alea? Kenapa tidak nanti saja saat Kak Angga sudah sampai di rumah, atau mendingan si penelepon itu tidak usah menelepon saja?

"Halo ...." Kak Angga bangun dari kursi rotan yang menopang tubuhnya dan memberi isyarat pada Alea sekadar meminta izin cewek itu untuk mengangkat telepon.

Selama beberapa saat Alea terkepung dalam gelisah yang aneh. Padahal Kak Angga ada bersamanya kini, tapi entah kenapa perasaannya tak tenang. Apa karena si penelepon itu?

"Sorry," ucap Kak Angga mengejutkan Alea yang sedang manyun sambil memainkan buku-buku jarinya. Cowok itu kembali ke tempat duduknya semula dan mengembangkan senyum penyesalan. "tadi temenku telepon."

Alea mencoba balas tersenyum.

"Nggak pa pa. Oh, ya, aku ambilin minum bentar, Kak."

"Nggak usah, Al," cegah Kak Angga membuat Alea urung mengangkat pantatnya dari atas kursi rotan. Kening cewek itu mengernyit seketika. "Sorry, aku nggak bisa lama-lama di sini. Aku ada urusan mendadak," ucapnya terkesan hati-hati. Mungkin ia merasa bersalah pada Alea atau takut menyakiti perasaan halus cewek itu.

Sinar di mata Alea perlahan meredup dan nyaris padam mendengar kalimat Kak Angga. Baru beberapa menit mereka bertemu dan sekarang Kak Angga harus pergi. Padahal kerinduan Alea pada cowok itu belum terkikis habis. Harus berapa lama lagi ia akan menanggung rindu pada cowok itu?

"Al."

Alea tersenyum tipis mendengar teguran Kak Angga.

"Ya?" gagap cewek itu seraya mengangkat dagunya.

"Aku tahu kamu kecewa, tapi masih ada lain kali, kan?" Kak Angga menatap Alea dan mencoba sekuat tenaga memberi pengertian padanya. "Kita masih bisa ketemu kapan-kapan, Al. Nggak usah sedih, ya?"

Alea mengangguk pelan. Lalu mengangguk sekali lagi, namun lebih ringan dari sebelumnya. Pertemuan singkat semacam ini sudah lebih dari cukup daripada tidak bertemu sama sekali, kan? Kak Angga benar. Masih ada lain kali. Mungkin besok, lusa, entah itu kapan, mereka bisa bertemu lagi. Mungkin juga durasi pertemuan mereka selanjutnya bisa lebih panjang. Dunia belum berakhir hanya karena hal semacam ini, kan? Perpisahan hanyalah sarana untuk menumpuk kerinduan, bukan?

"Aku baik-baik aja, Kak. Nggak usah cemas," kata Alea seraya menderaikan tawa renyah. "Kakak pergi aja."

"Beneran? Kok kayaknya kamu pingin nangis gitu?"

Alea terbahak.

"Siapa yang pingin nangis? Aku baik-baik aja, kok," elak cewek itu masih dengan memamerkan deraian tawa.

"Ya, udah. Kalau gitu aku pergi dulu. Kamu baik-baik, ya." Kak Angga mengusap kepala Alea dengan lembut. "Belajar yang rajin, ya."

Alea menarik napas panjang ketika menatap motor yang membawa Kak Angga melesat pergi jauh dari hadapannya. Separuh beban di dadanya lepas, meski ada kekhawatiran asing yang tiba-tiba menyelimuti pikirannya. Masih tentang Kak Angga. Tetapi, kekhawatiran tentang apa?

Alea bahkan tak tahu apa yang sedang ia khawatirkan sekarang. Mungkin itu hanya perasaan sedih yang berlebihan karena kepergian Kak Angga. Namun, ada terselip kebahagiaan di sudut hati Alea, bahwa Kak Angga juga merindukan dirinya!

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang