Bab 35

235 6 0
                                    

"Hei!"

Azka terkejut bukan main ketika punggungnya ditepuk dengan keras dan teriakan lantang hampir membuat telinganya tuli. Cowok itu langsung memutar tubuh dan mendapati Raya sedang melotot menatap dirinya.

"Ngapain lo di sini, hah?" hardik Raya tak peduli ekspresi panik yang terlukis di wajah Azka.

"Nggak pa pa," jawab Azka tergagap. Cowok itu menyisir rambutnya dengan jari dan tiba-tiba berlagak salah tingkah. "Lo sendiri ngapain belum pulang?" tanya cowok itu keheranan.

"Lo lihat apa tadi?" Raya mendelik curiga.

"Bukan apa-apa. Gue mau ke sekretariat Pala tadi, tapi nggak jadi," ucap Azka mencari alasan.

"Bukannya lo ngintipin Alea?" tebak Raya sembari memicingkan kedua matanya.

Oh! Azka ternganga, namun segera meledakkan tawa palsu.

"Ngintipin apanya? Gue nggak sengaja lihat ...."

"Nggak ngaku?" desak Raya tak sabar. Sepertinya ia sudah menemukan sesuatu yang tidak beres pada diri Azka dan cewek itu teramat sangat ingin tahu.

"Ngaku apaan? Gue udah bilang kan kalau gue nggak sengaja lihat Alea ...."

"Lo suka sama Alea?" serang Raya sejurus kemudian dan mampu membungkam bibir Azka rapat-rapat. Cowok itu tampak tak berkutik.

"Gue suka sama Alea?" Azka ngakak beberapa detik lamanya. Sementara Raya tak berkedip mengamati setiap perubahan di wajah cowok itu. "Yang bener aja, Ray?"

"Kenapa emang? Alea cantik, kok. Kalau lo emang suka sama dia, menurut gue sah-sah aja."

"Kan udah pernah gue bilang sama lo, kalau gue suka sama Alea udah gue tembak dari dulu ...."

"Beneran?"

"Emangnya cowok itu siapa? Gebetan Alea?" Azka mengganti topik pembicaraan tanpa permisi. Cowok itu kentara sekali sedang menghindari pertanyaan Raya yang mulai curiga akan sikap Azka.

"Cowok mana? Alea nggak punya cowok, kok," sangkal Raya bingung. Soal Dito, Alea memang belum pernah menceritakannya pada Raya. "Lo sengaja mau ngeles dari gue? Ngaku aja lo," desak cewek itu sambil menarik ujung tas ransel Azka agar cowok itu segera mengakui perasaannya.

"Apaan sih lo, Ray? Lepasin dong," pinta Azka setengah merengek. Berpura-pura lemah di depan cewek itu agar Raya segera melepaskan tas ranselnya.

"Lo tuh sebenernya siapa sih, Ka?" tanya Raya memanfaatkan situasi yang membuat Azka terjepit. Sebenarnya ia berencana membuat perhitungan dengan Azka bersama-sama Alea, tapi keadaan tidak memungkinkan. Tapi Raya ingin menggunakan momen ini sebaik-baiknya.

Kening Azka terlipat seketika mendengar pertanyaan Raya yang terdengar janggal.

"Siapa gue?" Azka memasang mimik bodoh. Cowok itu benar-benar tak mengerti maksud Raya. "Gue Azka, Ray. Lo lupa?"

"Bukan itu maksud gue." Raya menukas dengan cepat sembari mengibaskan tangannya persis di depan wajah Azka. "Gue sama Alea pernah lihat lo di mal. Lo keluar dari toko roti dan gue udah pastiin sama karyawan di sana kalau itu beneran lo. Apa lo mau mangkir kalau itu bukan lo?" Cewek itu mendelik tajam saat memberi petunjuk pada lawan bicaranya. Barangkali Azka bersedia mengungkap jati dirinya tanpa perlu dipaksa.

Azka terdiam. Cowok itu tertegun dalam kebisuan. Bagaimana ia bisa berkelit setelah Raya membeberkan apa yang diketahuinya?

"Lo owner toko roti itu, kan?" Raya terus mendesak dengan tak sabar. Pasalnya belum ada tanda-tanda kalau Azka akan membuka mulut.

Akhirnya, setelah Raya menunggu dengan tidak sabar, Azka menganggukkan kepalanya juga. Sudah pasti karena ia tak punya pilihan. Toh, Raya sudah terlanjur memergokinya di mal.

"Gue emang pemilik toko roti itu. Bisa lo lepasin tas gue sekarang?" pinta Azka setengah memaksa.

"Oh, astaga," decak cewek itu sambil membebaskan ras ransel milik Azka. "Gue sama sekali nggak nyangka kalau lo sehebat itu, Ka. Gue sama Alea udah tertipu, tahu nggak? Gue pikir lo itu miskin dan gue sempat kasihan sama lo. Nggak tahunya lo setajir itu," ucap Raya mengungkapkan kekesalan hatinya. Ia merasa sudah tertipu mentah-mentah akan sikap polos Azka.

"Maafin gue, Ray." Azka merasa serba salah mendengar ucapan Raya yang benar-benar memojokkan dirinya. "Gue sama sekali nggak bermaksud menipu kalian atau orang lain. Sejujurnya gue lebih suka menjadi diri gue yang sederhana di depan teman-teman gue. Lagian toko roti itu juga kepunyaan nyokap gue, bukan milik gue."

"Tapi tetep aja toko itu bakalan jadi milik lo, kan?" Raya memotong dengan segera. "Yang gue heran dari lo, bisa-bisanya lo memerankan dua karakter beda sekaligus. Di sekolah lo jadi cowok miskin sekaligus brandal, tapi pas di mal, lo berubah jadi cowok tajir yang keren dan berpakaian mahal. Lo bener-bener hebat, Ka. Harusnya lo jadi aktor aja," sindir Raya habis-habisan. Biar, batinnya kesal. Toh, ia sudah merasa tertipu dan Azka pantas mendapatkan penghinaan semacam itu.

"Gue sama sekali nggak bermaksud menipu siapa-siapa, Ray."

"Masa bodo!" Raya mengibas di depan wajah Azka dan ia membungkam mulut cowok itu. "Gue nggak peduli lo mau hidup kayak apa, terserah lo. Jalani dan nikmati aja hidup lo. Gue mau pulang." Cewek itu memutar tubuh dan mulai mengayun langkah menjauh dari tempat Azka berdiri termangu. Raya pasti akan menceritakan semua detail percakapan mereka pada Alea, duga Azka dalam hati. Jika Raya saja semarah itu sampai-sampai tak mau peduli pada dirinya, bagaimana dengan Alea nanti? Apa cewek itu akan bersikap sama dengan sahabatnya? Lalu bagaimana perasaan Azka pada Alea? Apakah akan menggantung seperti jemuran yang lupa tak diangkat?

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang