Bab 13

342 8 1
                                    

"Astaga, Alea! Mata lo sampek bengkak kayak gini. Lo nangis semaleman?" Raya menghambur ke tempat tidur Alea begitu sampai di kamar cewek itu. Tak peduli tas ranselnya masih menggantung di pundak, Raya merangkul sobat terbaiknya yang sedang duduk bersandar pada tumpukan bantal. Wajahnya terlihat kusam dengan sepasang mata bengkak. Sementara itu di dalam keranjang sampah yang berada di dekat kaki meja belajar tampak penuh dengan tisu bekas. "Lo nggak pa pa, kan?" Raya melepaskan tubuh Alea sejurus kemudian.

"Gue baik-baik aja, Ray." Alea tampak sedang berusaha keras untuk tersenyum, tapi gagal. Tetesan air bening malah merembes jatuh dari kedua ujung matanya tanpa bisa dicegah.

"Nggak pa pa gimana? Lo kayak gini masih bilang baik-baik aja," protes Raya dengan tangan yang sudah terulur ke pipi Alea. "Kak Angga jahat banget sih, bikin lo nangis kayak gini," sesalnya sambil membantu Alea menghapus air matanya.

"Beneran, Ray. Gue nggak pa pa. Gue cuma sedih aja." Sekali lagi Alea berusaha untuk mengukir seulas senyum di bibirnya, tapi tetesan air yang keluar dari ujung matanya malah mengalir lebih deras dari sebelumnya.

"Ya, ampun, Al. Kasihan banget sih, lo." Raya menarik tubuh Alea ke dalam pelukannya sekali lagi demi melihat air mata yang terus mengalir di wajah sobat kentalnya. "Lo boleh nangis sepuasnya sekarang, tapi besok lo nggak boleh nangis lagi. Ngerti?"

Alea mengangguk tanpa suara. Dagunya masih bertumpu di atas pundak Raya hingga beberapa saat lamanya.

"Lo udah makan?" Setelah puas memeluk tubuh Alea, Raya bergegas menurunkan tas ranselnya dari pundak dan meletakkan benda itu di atas meja. Begitu juga dengan kacamata minusnya.

"Belum."

"Sejak kapan?" desak Raya sembari menjatuhkan tubuh di depan Alea kembali. "Jangan-jangan dari semalem lo nggak makan," tebaknya penuh keyakinan.

"Gue nggak bisa makan, Ray," ucap Alea setengah tertunduk. "Rasanya dada gue sakit banget tiap inget Kak Angga sama cewek itu." Suara cewek itu terdengar lirih. Pilu.

Raya hanya bisa menarik napas berat. Ia bisa melihat kesedihan mendalam yang terpancar dari sudut mata Alea. Kak Angga adalah cinta pertama Alea, tapi sayangnya cowok itu tidak sebaik yang ia pikir selama ini. Kak Angga tidak lebih dari seorang penipu hati. Ia sama berbahayanya dengan ular berbisa. Duh, padahal selama ini Alea sangat mencintai dan mempercayai Kak Angga sepenuh hati. Kasihan Alea. Ini pastilah yang disebut dengan cinta dibalas dusta.

"Tapi lo harus tetep makan, Al. Sesakit apapun hati lo, lo nggak boleh nggak makan. Lo harus kuat dan tetep menjalani hidup kayak biasanya."

"Gue tahu," tukas Alea cepat. "Tapi nggak sekarang. Gue butuh waktu untuk nenangin diri dan ngelupain Kak Angga. Yeah, meski itu sulit buat gue..."

"Raya, Alea!"

Suara cempreng Mama Alea memutus percakapan mereka tanpa permisi. Wanita itu menyeruak masuk ke dalam kamar Alea yang setengah terbuka seraya membawa sebuah baki makan siang di tangannya. Aroma soto seketika menguar memenuhi seisi kamar.

"Tolongin Tante buat bujukin Alea makan, Ray," ucap Mama Alea sambil meletakkan baki berisi dua porsi makan siang di atas meja belajar persis di sebelah tas milik Raya. "Dari semalam dia nggak mau makan. Tante khawatir maag-nya kumat." Ia menatap penuh iba pada putri kesayangannya lalu beralih pada Raya.

"Iya, Tan. Pasti Raya bujukin Alea supaya mau makan," jawab Raya dengan senyum optimis merekah di bibirnya. Terlebih lagi aroma soto menggelitik indra penciumannya. Mata pelajaran Matematika di jam terakhir cukup menguras energi dan pikiran.

"Makasih, Raya. Kalau gitu kalian makan dulu sotonya. Ntar keburu dingin," ucap Mama Alea memerintah.

"Iya, Tan. Makasih!" teriak Raya penuh sukacita.

***

"Tadi Azka ke kelas," ucap Raya setelah makan siangnya tandas tak bersisa. Sementara Alea masih sibuk mengaduk-aduk sotonya dan sesekali menyuap tanpa semangat. Dipaksanya untuk menelan makan siangnya atau Raya akan ngomel seperti beberapa menit yang lalu. "Dia nanyain lo," lanjutnya dengan sepasang mata menyorot tajam ke arah Alea untuk memperhatikan setiap gerak-gerik sobatnya itu.

Alea mendesah pelan. Suapannya serasa berhenti di kerongkongan dan enggan untuk meluncur masuk ke dalam lambung. Sepertinya ada Kak Angga di dalam lehernya dan mencoba menghentikan jalan makannya.

"Lo nggak tertarik sama cerita gue?" pancing Raya begitu melihat reaksi Alea yang terlihat datar. "Bukannya dia udah berjasa nganterin lo pulang kemarin?"

Alea terlihat setengah mengangguk. Semalam ia sudah membeberkan jasa Azka bak pahlawan pada Raya via telepon, tapi Alea tidak menyebut soal cokelat karena lupa.

"Dia nanya apa?" tanya Alea akhirnya setelah berhasil menelan makanannya tanpa mengunyah. Pokoknya telan saja, begitu kata Raya beberapa menit yang lalu. Kasihan Mama Alea yang sudah repot-repot membeli soto di ujung gang demi dirinya agar mau makan.

"Dia nanya kenapa lo nggak masuk."

"Terus?"

"Gue bilang lo lagi sakit."

Oh. Alea tak melanjutkan pembahasan tentang cowok itu dan kembali mengaduk isi mangkuknya yang berangsur dingin.

"Awalnya sih, gue pikir Azka naksir sama lo," gumam Raya masih berputar-putar pada tema Azka. Padahal Alea sudah tidak tertarik untuk membicarakan cowok itu.

"Kok lo bisa mikir kayak gitu?" Mau tidak mau Alea menanggapi ucapan sobatnya.

"Karena tiba-tiba dia muncul di depan gue, Al. Kayak hantu gitu. Terus nanyain lo..." papar Raya sambil membayangkan kembali peristiwa di kelas beberapa jam yang lalu. Saat Azka mendadak muncul beberapa detik setelah Pak Dodit keluar dari kelas. "Tapi kalau dilihat-lihat, Azka tuh sebenernya lumayan keren lho, Al. Cuma tengilnya itu yang bikin nyebelin. Amit-amit, deh."

Alea melepaskan tawanya melihat ekspresi yang ditampilkan Raya. Lucu, sih.

"Bilang aja kalau lo tiba-tiba naksir sama Azka. Iya, kan?" goda Alea seraya mengerling nakal.

"Naksir apaan? Ogah banget. Kayak nggak ada cowok lain aja..."

"Awalnya benci tapi lama-lama bisa jadi cinta lho, Ray." Alea menggoda lagi sambil menderaikan tawa yang cukup keras. Sepertinya ia sudah lupa pada kesedihannya dan tentang Kak Angga.

"Udah, deh. Abisin tuh makanannya," suruh Raya sewot. Alea sama menyebalkannya dengan Azka di saat seperti ini.

Sore itu perasaan Alea berangsur membaik karena kehadiran Raya. Tapi, sayangnya Raya tak bisa berlama-lama di sana. Ia harus segera pulang.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang