Bab 18

279 8 0
                                    

"Sekarang lo jelasin sama gue ... semuanya," pinta Alea setengah memaksa. Sesi latihan taekwondo telah berakhir dan ruang olahraga nyaris kosong ditinggalkan penghuninya. Hanya ada Alea dan Dito yang tersisa di sana. Tapi, tampaknya Dito enggan untuk mengatakan apa yang seharusnya ia ungkap di depan Alea.

"Sebentar lagi mau ujan, Al. Mendingan sekarang aku anterin kamu pulang ...."

"Dito!" pekik Alea geram. Cewek itu mendengus. Memang, sebuah kaca jendela yang terpasang pada dinding ruangan menampilkan pemandangan langit yang dihiasi gumpalan-gumpalan mendung berwarna abu-abu gelap. Namun, Alea tak terlalu peduli dengan hal itu, bahkan jika hujan benar-benar turun sekalipun, ia tidak peduli. "Sekarang lo jelasin ...."

"Aku janji akan jelasin semuanya, tapi nggak sekarang," potong Dito cepat. "Kamu lihat kan, sebentar lagi ujan?"

"Dit! Dito!" Cewek itu memekik keras-keras seraya mempercepat langkah kakinya mengejar tubuh Dito yang bergerak keluar dari ruang olahraga. "Tungguin gue!"

Teriakan keras Alea sama sekali tidak berpengaruh pada langkah-langkah Dito yang terus melaju menapaki bidang-bidang persegi di bawah kakinya. Tapi, Alea juga tak bisa menahan rasa penasaran lebih lama dalam hatinya.

"Bukannya tadi lo mau jelasin semuanya sama gue?" Alea berhasil menjajari langkah Dito setelah berusaha keras untuk mengejar cowok itu. Sebelah tangan cewek itu menarik ujung tas ransel yang melekat di punggung Dito. "Sekarang lo jelasin semuanya sama gue," pinta Alea.

Langkah Dito terhenti. Pasalnya Alea menghentikan gerakan kakinya dan tangan kanan cewek itu menarik ujung tas ransel Dito dengan paksa.

"Gue mau sekarang lo jelasin semuanya sama gue," ujar Alea seraya menatap kedua mata Dito lekat-lekat.

"Aku akan jelasin semuanya, tapi nggak sekarang. Sebentar lagi ujan dan aku nggak mau kamu kehujanan, Al."

"Al?" Alea tersenyum nyinyir. "Bukannya kemarin-kemarin lo manggil gue 'Kak'? Kenapa sekarang tiba-tiba berubah?"

Dito mengulum senyum tipis. "Karena kita seumuran," ucap Dito akhirnya.

"Seumuran gimana?" tanya Alea bingung. Keningnya mengerut.

"Denger ya," Dito menarik napas. "sebenernya waktu SD aku pernah nggak naik kelas," ungkap cowok itu serius dan jujur.

OMG!

"Lo nggak naik kelas?" Senyum di bibir Alea merekah perlahan kemudian berkembang menjadi sebuah deraian tawa cukup keras. Tanpa sadar cekalan tangannya pada ujung tas ransel milik Dito mulai terlepas. "Beneran? Kenapa?" cecar cewek itu setelah menyelesaikan tawa nyinyirnya. Pasalnya ia merasa risih dengan tatapan kesal Dito saat Alea menertawakannya habis-habisan.

"Aku sakit."

"Sakit? Sakit apa emangnya?" tanya Alea lirih. Rasa penyesalan perlahan terlukis di wajah cewek itu. Harusnya ia tidak tertawa tadi.

"Kanker otak."

OMG!

"Kanker otak?!" Tanpa sadar ia memekik dengan kedua tangan menutup mulut.

"Ya. Kamu nggak mau ketawa lagi?" tanya Dito jelas-jelas ingin menyindir Alea yang sudah terlanjur menyesal akan perbuatannya.

"Maaf," lirih cewek itu sarat dengan penyesalan. Alea hanya bisa merutuki kebodohannya dalam hati.

"It's ok."

Alea bergeming beberapa detik di tempatnya berdiri sebelum akhirnya tersadar kalau Dito sudah mengayunkan langkah kembali. Bukankah cowok itu punya hutang penjelasan padanya?

"Dit! Dito!"

Tapi, pemilik nama itu tak menghiraukan teriakan Alea dan terus melanjutkan langkah.

"Lo belum jelasin semuanya sama gue ...."

"Kamu lihat kan, Al. Ujan bentar lagi turun."

Alea menggeleng dan enggan menoleh ke arah yang ditunjuk Dito. Gumpalan-gumpalan mendung kelabu pekat terlihat sudah memenuhi langit di atas sekolah mereka.

"Gue nggak peduli. Gue butuh penjelasan lo sekarang!"

Dito bergeming menatap sepasang mata bening Alea. Sepertinya ia tidak punya pilihan lain sekarang. Cewek itu terlalu memaksa.

"Sebenernya Kak Angga bukan orang yang baik buat kamu, Al," tandas Dito akhirnya. Cowok itu sengaja menghentikan gerakan kakinya dan menatap ke arah Alea dengan pandangan serius. Tapi, sayangnya Alea tidak menunjukkan reaksi berarti. Padahal ia sudah menduga jika cewek itu akan terkejut setengah mati mendengar pengakuannya.

"Gue udah tahu," gumam Alea datar. Lebih tepatnya ia sedikit kecewa karena sempat mengira bahwa sesuatu yang akan dibicarakan Dito adalah sesuatu yang mengejutkan dirinya. Namun, kenyataannya bukan seperti itu. Perihal kenapa Dito tidak naik kelas justru jauh lebih menarik. Cewek itu memutuskan untuk mengambil langkah kembali, padahal tadi ia yang berusaha susah payah menghentikan pergerakan kaki Dito.

"Kamu udah tahu?" Kerutan tajam berhasil menghiasi kening Dito sekarang. Gantian ia yang mengejar langkah-langkah Alea.

"Ya," sahut Alea ringan, seolah tanpa beban secuilpun. "Gue udah tahu kalau Kak Angga udah mengkhianati kepercayaan yang gue berikan selama ini sama dia. Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri kalau dia selingkuh dengan cewek lain," tandas cewek itu kemudian. Suaranya terdengar lebih tegar.

"Al!" Tangan Dito menjangkau pundak Alea. "Denger," ucapnya setelah berhasil mencekal pundak Alea dan langkah-langkah kaki cewek itu tertahan seketika.

Alea melenguh pelan. Sekarang apa lagi? batinnya.

"Kak Angga bukan menduakan kamu ...," ungkap Dito setelah berhasil mengunci Alea dengan sorot mata tajamnya. "tapi kamu adalah selingkuhan Kak Angga."

"Selingkuhan gimana maksudnya?" sambar Alea benar-benar gagal paham maksud ucapan Dito.

"Sebenernya Kak Angga lebih dulu pacaran dengan Sandra ...."

"Jadi, cewek itu bernama Sandra?" tukas Alea cepat.

Kepala Dito serta merta mengangguk, mengiyakan. "Sandra adalah pacar Kak Angga sejak SMU, sedang kamu cuma selingkuhannya. Apa kamu paham sekarang?"

Kepala Alea seketika berdenyut usai mendengar penjelasan dari bibir Dito, sebuah rahasia yang benar-benar membuat hatinya terguncang hebat.

"Jadi ... selama ini gue cuma selingkuhan Kak Angga dan bukannya dia yang selingkuh dari gue?" Bibir Alea gemetar ketika menggumam dan suaranya tak begitu jelas terdengar. "Beneran, Dit? Lo nggak bohong?" Tanpa sadar kedua tangan Alea mencengkeram ujung jaket hijau tanah yang membungkus tubuh Dito.

Kepala Dito mengangguk dan perlahan Alea melepaskan cekalan tangannya pada cowok itu. Rasa sakit kembali menyerang ulu hatinya dan alam seolah-olah ingin menyerap habis seluruh energi dalam tubuhnya. Perasaan ini sama dengan apa yang ia rasakan waktu Alea memergoki Kak Angga dengan wanita itu.

"Kamu nggak pa pa, Al?" Dito mencoba menyadarkan Alea yang wajahnya sudah berubah pucat.

"Nggak. Gue nggak pa pa," balas Alea dengan suara lemah. Kepalanya menggeleng lambat-lambat. "Gue baik-baik aja," imbuhnya sembari memutar tubuh lalu mulai mengayun langkah kembali. Tapi, isi kepalanya dipenuhi dengan banyak hal dan itu membuat langkah kaki Alea limbung.

"Aku akan anterin kamu pulang," ucap Dito tiba-tiba. Tangannya mencekal lengan Alea yang menggantung lemah di samping tubuhnya.

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang