Bab 12

340 11 1
                                    

"Alea mana?"

Sepasang mata milik Raya yang bersembunyi di balik bingkai kacamata minus mengerjap beberapa kali demi melihat kemunculan Azka yang tiba-tiba di depannya. Seolah-olah ia baru keluar dari pintu ke mana saja milik Doraemon. Padahal bel istirahat berdentang beberapa detik lalu dan Pak Dodit juga barusan keluar kelas dengan meninggalkan sejumlah catatan rumus Kimia yang nyaris memenuhi papan tulis. Raya baru menyalin setengahnya.

"Lo? Ngapain ke sini?" Raya malah menyerang cowok itu dengan cecaran pertanyaan. Bagi anak-anak SMU Harapan ada pantangan bagi anak IPS masuk ke dalam kelas IPA begitu juga sebaliknya.

"Haduh." Azka mengusap rambutnya dengan mengembuskan napas sebal. "Gue tanya malah lo nalik nanya," gerutunya.

"Abisnya tiba-tiba lo muncul di depan gue kayak hantu. Nggak takut digebukin anak-anak IPA lo?"

Azka memonyongkan bibirnya.

"Mau digebukin kek, mau dianiaya kek, gue pasrah. Emangnya gue bisa apa, hah?"

Raya cekikikan mendengar ungkapan hati Azka yang sarat dengan kepasrahan.

"Ceilee..." ejek Raya sengaja ingin menguji mental Azka. "Beneran nih? Gue panggilin temen-temen dulu, ya?"

"Hei, hei!" Azka memekik sambil menutup mulut Raya dengan tangan kanannya sebelum cewek itu sempat berteriak memanggil teman-temannya. "Gue cuma bercanda, jangan dikira serius," kata Azka kemudian. Siapa juga yang mau babak belur dikeroyok anak-anak IPA, teman seperjuangan Raya dan Alea. Bisa-bisa wajah tampannya bonyok nanti.

"Abisnya lo juga, sih. Ngapain ke sini?" Raya bertanya setelah berhasil menyingkirkan tangan Azka dari mulutnya.

"Dari awal ke sini tadi kan gue nanya, mana Alea?" Azka benar-benar merasa sedang diuji kesabarannya oleh sahabat Alea. Untung saja ia masih hisa menahan emosi. Kalau tidak ....

"Alea nggak masuk."

"Nggak masuk?" sambar Azka dengan mengerutkan kening. Kaget dan setengah tak percaya. Seingatnya dulu Alea adalah salah satu siswa yang nyaris tak pernah absen. Dia masuk dalam kategori siswa super rajin meski tak pandai-pandai amat. "Kenapa?" Cowok itu memicing curiga. Apa ini ada hubungannya dengan peristiwa kemarin?

"Kenapa tiba-tiba lo nanya?"

"Ray! Gue tanya kenapa, tapi lo malah nanya balik," decak Azka gemas.

"Ya, lo tumben aja tiba-tiba dateng ke sini nanyain Alea. Wajar dong kalau gue heran," ucap Raya membela diri.

Azka membuang napas panjang melalui mulut. Mencoba mengerahkan segenap kemampuannya untuk menghadapi kebawelan Raya dengan kesabaran berlipat ganda.

"Alea sakit," ucap Raya sejurus kemudian. Setelah cukup puas mempermainkan Azka.

"Sakit? Sakit apa?" tanya Azka tampak antusias.

"Sakit hati. Eh, tapi ngapain sih lo tiba-tiba kepo soal Alea? Biasanya juga lo cuek-cuek aja sama Alea." Raya menatap wajah Azka dalam-dalam. Barangkali ada petunjuk mencurigakan tersirat di sana. Seorang cowok yang tiba-tiba bertanya soal cewek seperti yang dilakukan Azka sekarang, bisa menimbulkan beberapa dugaan, kan? Dugaan terkuatnya adalah Azka naksir Alea. Tapi masa sih, Azka naksir Alea? Raya sama sekali tidak yakin akan kecurigaannya sendiri. Setahunya, Azka adalah tipe orang yang cuek terhadap alam sekitar, bahkan pada makhluk bernama cewek sekalipun.

"Ya, ampun. Ray! Kalau gue ceritain bakalan panjang ntar. Yang jelas kemarin gue lihat Alea nangis di pinggir jalan terus gue berinisiatif nganterin dia pulang. Kalau nggak ada gue, nggak tahu tuh cewek bakalan pulang atau nggak," oceh Azka ceplas ceplos.

"Gue udah tahu. Semalem Alea cerita sama gue," sahut Raya dengan nada kalem.

"Terus?"

"Terus apa?"

"Terus dia cerita apa sama lo? Kenapa dia nangis di pinggir jalan kayak gitu? Gue mau nanya langsung, tapi nggak tega lihat Alea. Takutnya dia malah sedih," cerocos Azka panjang.

"Kemarin dia lihat cowoknya jalan sama cewek lain, makanya dia nangis di pinggir jalan. Padahal kemarin itu dia mau ngasih surprise sama cowoknya. Eh, nggak tahunya Alea malah tahu kalau cowoknya lagi selingkuh sama cewek lain. Kasihan banget kan, Alea. Gue jadi ikut-ikutan emosi sama cowoknya," ungkap Raya dengan sepasang tangan mengepal geram. Tatapannya menyorot kesal.

Azka manggut-manggut mendengar pemaparan sobat kental Alea.

"Jadi, Alea sakit gara-gara itu?" tanya Azka dengan menampilkan wajah bego.

"Nggak juga, sih. Semalem Alea bilang kalau mau nenangin diri. Soalnya kalau masuk sekolah pun dia nggak bakalan bisa konsentrasi ...."

"Mau berapa hari dia bakalan nggak masuk? Apa sehari cukup buat nenangin diri?"

"Gue nggak tahu, Ka. Eh, tapi kenapa sih lo nanya-nanya soal Alea terus? Jangan-jangan lo suka ya, sama Alea?" Telunjuk Raya mengarah tepat ke hidung Azka yang sedang bebas dari jerawat. Sebulan lalu area itu ditumbuhi jerawat yang lumayan merusak penampilan gantengnya. Mana sakit lagi.

"Kalau gue suka sama Alea udah gue tembak dari dulu, Non," sahut Azka dengan tenang. Sama sekali tidak ada riak dalam ekspresi wajahnya dan sirna sudah dugaan Raya tentang cowok itu. "Okay, gue ke kantin dulu, ya. Lo lanjutin tulis menulisnya. Bye!"

Raya hanya bisa menatap bengong ke arah punggung Azka yang bergerak menjauh dari tempat duduknya. Dasar cowok nyebelin!

Cewek itu tersadar ketika Azka sudah tak tampak lagi dari jangkauan indra penglihatannya. Masih ada banyak rumus Kimia yang ditinggalkan Pak Dodit dan belum disalinnya ke atas buku. Padahal sebentar lagi jam istirahat berakhir dan ia punya kewajiban untuk meminjamkan buku catatannya pada Alea. Tanpa pikir panjang, Raya segera mengeluarkan ponsel pintarnya dan mengarahkan fokus kameranya ke papan tulis. Setidaknya ia sudah menyimpan foto papan tulis berisi rumus Kimia yang diukir Pak Dodit beberapa menit lalu. Selanjutnya Raya akan menyalinnya ke atas buku lain waktu. Sekarang waktunya pergi ke kantin dan mengisi lambungnya yang kosong sejak pagi. Meski tanpa Alea, kehidupan harus berjalan terus, bukan?

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang