Bab 30

278 7 0
                                    

"Gue haus, Al. Cari minum dulu, yuk."

Alea menurut saja ketika tangannya diseret Raya keluar dari toko buku. Setelah sejam melakukan perburuan di dalam toko dan menemukan apa yang ia cari, buku latihan soal-soal Matematika, Raya merasa tenggorokannya kering. Padahal atmosfer di dalam toko buku lumayan dingin. Memang, cuaca di luar siang ini cukup terik, belum lagi perjalanan ke mal tadi sedikit tidak nyaman buat mereka. Pasalnya angkot yang mereka tumpangi penuh dengan penumpang. Mana bau keringat lagi.

"Sekalian makan juga, ya," ringis Raya saat mereka sudah menaiki eskalator menuju ke lantai tiga.

"Boleh, asal lo yang traktir," cengir Alea.

"Enak aja," sungut Raya sebal.

Sesampainya di food court, mereka membeli dua gelas iced tea dan dua porsi churros sekadar mengganjal perut. Karena uang jajan Raya mulai menipis, sedang Alea enggan mengisi perutnya dengan makanan berat. Mereka memilih beristirahat di salah satu meja yang tersedia di lantai itu sembari ngobrol.

"Habis ini kita mau ke mana?" tanya Raya setelah kerongkongannya basah oleh iced tea dan sekarang sedang mengunyah churros isi cokelat. Cewek itu makan sambil membuka segel plastik yang membungkus buku barunya. Perhatiannya fokus pada benda di tangannya.

"Menurut lo?" balas Alea tak punya ide. Ke manapun Raya mengajaknya pergi ia tak akan menolak.

"Gimana kalau pulang?" saran Raya dengan melirik Alea sebentar lalu beralih pada buku latihan soal Matematika miliknya. "Gue mau belajar, Al."

"Kalau ngajak pulang, ngapain nanya," celutuk Alea gemas. Ia mencubit lengan Raya.

"Yah, gue kan nggak tahu kalau lo juga nggak punya ide. Kali aja lo mau ke mana gitu, lihat-lihat baju, kek," seloroh Raya sambil menggosok-gosok lengannya yang baru saja dicubit Alea.

"Eh, Ray." Kunyahan Alea berhenti seketika saat ia tiba-tiba ingat sesuatu. "Kalau Azka bilang dia lagi suka sama seseorang, kira-kira siapa ya, yang dia sukai?"

Raya urung membalik halaman buku barunya. Cewek itu nyaris tersedak ketika mendadak Alea mengangkat topik pembahasan tentang Azka. Kenapa mesti Azka?

"Azka suka sama seseorang?"

"Kemarin Azka bilang kalau dia lagi suka sama seseorang, itu sebabnya dia nggak fokus waktu gue panggil. Eh, tapi dia bilang cewek yang dia suka lagi deket sama cowok lain dan itu sebabnya dia nggak berani ngungkapin perasaannya sama tuh cewek," papar Alea menjelaskan situasi hati Azka yang sesungguhnya.

"Untung bukan gue yang disukai Azka," celutuk Raya kembali menekuri churrosnya. Setidaknya ia senang tidak berurusan dengan cowok konyol macam Azka.

"Untungnya juga bukan gue," sambung Alea. Cewek itu mencomot churros miliknya dan dalam sekejap masalah Azka enyah dengan sendirinya dari benak Alea.

"Balik, yuk," ajak Raya beberapa menit kemudian. Churros miliknya telah tandas tak bersisa, begitu juga minumannya.

"Okay."

Alea bangkit dari tempat duduknya, mengikuti perbuatan Raya yang sudah terlebih dulu mengangkat tubuh dari atas kursi yang ia duduki.

"Nyampek rumah ntar lo mau ngapain?" tegur Alea membuka obrolan sembari melangkah menuju tangga eskalator yang bergerak turun.

"Al, Al." Bukan jawaban yang Alea dapatkan, melainkan guncangan cukup kencang di lengan cewek itu. Tubuh Raya mematung di tempatnya berdiri, pandangannya fokus ke depan.

"Apaan?" sahut Alea bingung. Ia ikut menghentikan langkah seperti yang dilakukan sobat kentalnya. Ia mengerutkan kening sembari menatap Raya. "Lo lupa sesuatu?"

Kepala Raya menggeleng. "Nggak," jawabnya pelan.

"Terus ... kenapa lo berhenti?"

"Lihatin deh, Al. Bukannya itu Azka? Maksud gue ... cowok itu mirip banget sama Azka," ucap Raya sambil memberi isyarat pada Alea dengan gerakan dagunya.

Alea mengikuti petunjuk yang diberikan Raya dan mendapati sesosok tubuh sangat mirip Azka sedang berjalan keluar dari toko bakery. Cewek itu tidak terlalu terkejut dengan pemandangan yang terpampang jelas di hadapannya karena beberapa waktu yang lalu ia juga disuguhi pemandangan yang sama.

"Sekarang lo percaya kan, kalau gue pernah lihat orang mirip banget sama Azka," gumam Alea tanpa mengedip. Ekor matanya mengarah lurus kepada sosok mirip Azka yang sedang melangkah santai menuju pintu keluar area food court. Penampilannya tak jauh beda dengan yang Alea lihat waktu itu, jaket gelap dan topi bisbol putih.

"Iya juga sih. Eh, lo mau ke mana?"

"Mau ngejar dia," sahut Alea urung menggerakkan ujung sepatunya untuk mengejar sosok cowok misterius mirip Azka.

"Mau ngapain?"

"Mau mastiin kalau dia Azka atau bukan ...."

"Ogah gue," tolak Raya mentah-mentah. Kalaupun dia benar-benar Azka, sama sekali tak ada untungnya buat Raya. Kalaupun dia memang orang yang mirip dengan Azka, bakalan malu-maluin, bukan?

"Gue kejar dia bentar, Ray!"

Raya bengong melihat tubuh Alea yang sudah melesat pergi dari sampingnya. Kenapa Alea segitu penasarannya pada cowok mirip Azka itu? batinnya kesal. Namun apa daya, ia tak bisa mencegah keingintahuan Alea.

***

"Gimana? Lo berhasil mengejar dia?" sambut Raya begitu melihat kedatangan Alea dengan langkah-langkah gontai. Wajahnya tampak ditekuk dan ekspresi lelah jelas terlukis di sana. Sepertinya ia butuh segelas iced tea lagi.

Alea hanya menggeleng pelan. Pengejarannya sama sekali tidak membuahkan hasil. Cowok mirip Azka itu begitu cepat menghilang dan Alea kembali merasa konyol, sama seperti beberapa waktu lalu.

"Tapi gue udah tahu siapa cowok itu," ucap Raya sembari tersenyum bangga. "Lo mau tahu nggak?"

OMG!

"Lo tahu siapa cowok itu?" decak Alea kaget setengah mati. Kedua alisnya saling bertaut. Sumpah, ia merasa setengah dibohongi dan setengah takjub melihat ekspresi wajah misterius yang ditampilkan Raya detik ini. "Beneran lo tahu, Ray?"

"Ehm." Raya mengangguk sambil mengulum senyum manis. "Jadi, pas lo sibuk ngejar tuh cowok, gue kepikiran buat nyari info ke toko bakery itu," papar Raya sambil menunjuk ke arah toko bakery yang ia maksud.

"Terus? Terus?"

"Lo percaya nggak kalau si mbak-mbak karyawati toko bakery itu bilang, kalau cowok yang mirip Azka itu memang Azka dan dia adalah owner tempat itu ...."

"Hah?" Mulut Alea ternganga mendengar sekelumit info mustahil yang baru disampaikan Raya. Azka si mulut comel itu owner dari sebuah toko bakery? Sumpah demi apa coba?

"Beneran, Al. Gue juga kaget banget dengernya. Lo tahu sendiri kan, gimana penampilan Azka di depan kita. Nyatanya kita udah ditipu mentah-mentah sama si Azka. Kirain dia beneran orang nggak punya, faktanya dia lebih kaya dari kita. Nyebelin banget kan?"

Alea bergeming, berpikir setengah mati. Tentang Azka. Tentang penampilan konyol dan sederhana bahkan dulu lebih mirip preman sekolah, kenyataannya Azka yang sebenarnya sangat berkebalikan dari itu. Dan Alea tidak pernah benar-benar mengenal Azka, alamat rumahnya pun ia tak tahu. Alea hanya tahu kalau mereka pernah sekelas saat TK dan takdir mempertemukan keduanya waktu SMU.

"Jadi ... selama ini kita tertipu mentah-mentah?" gumam Alea seolah baru tersadar dari lamunan panjang tak berujung.

"Lo bener, Al." Raya mengangguk mantap. "Kebangetan banget tuh orang," geramnya sambil mengepalkan kedua tinju.

"Kayaknya kita perlu ngasih Azka pelajaran, Ray," desis Alea tak kalah kesal dengan sobat kentalnya.

"Gue setuju."

Gue Sayang Lo, Al! #tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang