10. Chairmate

31 8 1
                                    

'Ngga usah sok-sok an main cinta. Cinta itu sama kaya api, semakin besar kobarannya maka resiko terluka nya juga semakin besar'

~LAKUNA~

Jangan tanyakan bagaiamana suasana kelas XI IPA1. Tentu saja tegang,dan mencekam. Bagaimana tidak? Bu Isnah, selaku wali kelas mereka kini sedang menatap mereka semua dengan intens.
Dengan tatapan tajam, yg menusuk. Membuat seluruh murid diam dan menundukkan kepalanya.

Bu isnah mendengus pelan "Apa kalian tidak malu selalu membuat ulah? Kalian membuat ibu menyesal mengajukan diri untuk menjadi wali kelas kalian! Ibu pikir ini adalah kelas unggulan, kelas yang hanya berisi murid-murid berprestasi dan pilihan. Tetapi apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian selalu saja ribut setiap jamkos? Apa kalian pikir ibu tidak tahu? Apa kalian pikir ibu tak mendengar betapa ributnya kelas ini huh?!"Teriak bu isnah terlampau kesal dengan kelakuan anak didiknya yang membuatnya malu

"Seharusnya kalian itu menjadi contoh, untuk kelas bawah dan adik-adik kelas kalian. Tetapi apa yang bisa dicontoh dari kalian? Pintar dalam pelajaran saja tak cukup nak! Seharusnya kalian bisa menghormati guru yang tidak dapat hadir mengajar kalian, dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan! Bukan malah ribut sendiri! Ini kelas atau pasar?! Kalian murid,pedagang,atau penjual? Ibu kecewa sama kalian semua"lanjut bu isnah.

Seluruh murid XI IPA1 hanya diam, tak berani mengeluarkan 1 kata pun. Bahkan bernafas pun terasa sangat sulit.

"Ibu tak tau lagi harus bagaimana pada kalian, ibu bingung. Ibu lelah terus-terusan memarahi kalian,memberikan pengertian,menjelaskan pelan-pelan tapi kalian tak pernah mengerti..."bu isnah terduduk lemas dibangkunya. Dengan tangan yang memijiti pelipisnya yang terasa berdenyut sedari tadi.

"Ibu harus bagaimana sih agar kalian mengerti? Harus dengan cara apa agar kalian paham bahwa ribut itu sama sekali tak berfaedah. Nak, kalian ini kelas unggulan. Sudah seharusnya kalian jaga sikap kalian. Apa kalian mau jika nama kelas ini tercemar karena ulah kalian sendiri?"jelas bu isnah dengan nada suara yang lembut, tapi penuh penekanan.

Seluruh murid dihadapannya hanya bisa menggeleng kan kepala dengan ritme pelan. Mereka semua merasa bersalah, pastinya.

"Ibu sudah kehabisan akal agar kalian bisa tenang saat jam kosong tengah berlangsung, hanya ada 1 cara yang bisa ibu lakukan untuk menetralisir keributan kalian dikelas ini. Jika masih saja tidak berhasil, ibu angkat tangan. Ibu sudah lelah menghadapi bayi besar seperti kalian semua!!"Ucapnya lalu berdiri dan melangkah menuju kearah murid-muridnya. Membuat seluruh murid dikelas itu gugup disertai rasa takut.
Takut akan sesuatu yang akan dilakukan bu isnah setelah ini.

"Ibu akan merombak tempat duduk kalian, laki-laki duduk dengan perempuan. Tak ada bantahan, jika ada yang berani membantah, akan ibu tambah hukuman kalian, SEMUA"ujar bu isnah sinis, lalu tersenyum miring.

Mereka yang duduk hanya bisa menurut, sambil berdoa didalam hati semoga mendapat teman duduk yang mereka inginkan.

Setelah cukup bermain-main dengan anak muridnya, bu isnah tersenyum puas lalu kemudian duduk lagi dikursinya. Setelah ia sibuk berkata 'kamu pindah disini! Kamu pindah kesana! Kamu! Sini, duduk disini! Kamu pindah ke belakang!' Dan lain-lain akhirnya ia bisa bernapas lega.

Memang, siswa XI IPA 1 berjumlah 40 orang, 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Jadi sangat pas jika mereka duduk dengan lawan jenisnya.

Semua murid hanya diam, beberapa murid terlihat memasang muka kesal, cemberut, dan ada juga yang hanya menampakkan muka datarnya. Banyak dari mereka yang terlihat tidak nyaman, banyak dari mereka yang terlihat mengumpat tanpa suara, dan lainnya.
Tentu saja mereka banyak yang tidak menyukai hal ini. Banyak hal yang tentunya tidak mungkin dilakukan dengan chairmate yang baru.

Mira dalam hati bersorak gembira, bagaiamana tidak? Jika kini yang duduk disebelahnya adalah sang pemilik hati. Mati-matian ia mengulum senyumnya. Mati-matian ia menetralkan detak jantungnya yang menggila, mati-matian ia menahan ekspresi wajahnya agar tetap terlihat biasa saja.

Sementara dibarisan paling depan, nomor 2 dari pintu, Geyra mati-matian menahan emosi nya. Geyra berusaha agar tetap tenang, dan menetralkan wajahnya yang sudah merah padam karena kesal. Ia mengumpat dalam hati.

--kenapa ini jadi gue duduk ama dia sih?! Jijikin! Ih najong! Gue males banget duduk ama ni orang! Gue ikhlas redho lilahita'ala duduk ama cowok! Asal jangan diaa! Risih tau ga sih duduk dismping dia!--batinnya.

Geyra masih tetap menghadap kearah papan tulis,dengan wajah dinginnya yang menyeramkan. Tanpa ada niatan menoleh ke kanan, dimana ada chairmate baru nya disana.

Bagaimana Rasha dan Chia? Mereka bersikap biasa saja. Lagipula, chairmate baru mereka tak terlalu buruk. Paling tidak, tampangnya masih meyakinkan mereka. Itu sudah cukup.

Rezoe Mahesa Aditya, cowok itu lah yang kini duduk disamping Chia.
Arzan Dieko Arjuna, cowok itulah yang kini duduk disebelah Rasha.

Diantara mereka bertiga, hanya Geyra lah yang terlihat menahan kesal. Hanya Geyra yang tampak tak menyukai tempat barunya dan juga chairmate barunya.

--gue nobatkan hari ini adalah hari tersial gue selama gue sekolah di sma BN!--batin Geyra

Zean Qeynano Rzandhar, cowok itu lah yang kini duduk disebelah Geyra. Senyum dibibir cowok itu tak kunjung memudar, sangat terlihat jika ia begitu menikmati tiap detik awal ia duduk ditempat baru, dan chairmate baru tentunya.

Dan Geyra lah yang terlihat begitu tersiksa. Tatapan cewek itu terlihat menggambarkan perasaan kecewa, marah, dan kesal. Cowok yang disebelahnya ini,cowok yang selama ini ia jauhi,cowok yang selama ini ia benci,cowok yang selama ini selalu ia berikan tatapan sinis,cowok yang selama ini masih...

Ia cintai

Geyra sendiri tak mengerti mengapa ini bisa terjadi. Terlalu rumit dan akan sangat panjang jika dijelaskan. Ini sulit, sangat sulit. Ia harus menjalani hari-harinya disekolah dengan cowok itu disampingnya setiap hari. Bahkan saat cowok itu berjarak begitu jauh darinya, ia masih sulit melupakannya. Apalagi kini, ketika cowok itu ada disampingnya, dan selalu ada didekatnya. Selalu menjadi sesuatu yang ia lihat selain papan tulis dan guru dihadapannya.

Apakah ia bisa menjalani hari-harinya tanpa terganggu? Apa ia bisa berperilaku seperti biasanya padahal jantungnya tengah loncat-loncat didalam sana? Entahlah, Geyra tak tahu.

Mira tersenyum tulus. Ia senang bukan main saat melihat Geyra dipindahkan dan duduk dengan Zean dibarisan paling depan itu. Ia berharap, hubungan keduanya akan membaik setelah ini. Ia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk keduanya. Semoga saja semuanya berjalan lancar,sesuai ekspektasinya. Semoga.

☆☆☆

Entahlah, ada sesuatu yang membuat diri ini semangat ngetik, ya meski tanpa penyemangat. Yang baca cerita inipun masih sangat sedikit:* tapi gapapa. Aku cuma pengen liat batas kemampuan menulisku sampe mana aja, ga berharap lebih aku tu.

Oke, see you next part.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang