'Ternyata sesesak ini rasanya mengorbankan perasaan demi kebahagiaan seorang teman. Tapi sayang, pengorbanan ini jatuh pada sosok manusia berhati setan yang tak berperasaan'
~LAKUNA~
Berbaring, dengan mata lurus keatas, menatap langit-langit kamar yang kosong, dengan pikiran yang sudah berkeliaran kemana-mana.
Hari sudah malam, langit pun temaram. Diluar sana kelam, gelap tanpa cahaya. Sesosok itu hanya berbaring diatas ranjang, tanpa penerangan. Semua lampu sudah dimatikan. Tapi, mata itu tak juga ingin terpejam.
Cewek itu hanya diam. Otaknya memutar tiap kejadian-kejadian yang membuat luka dihatinya semakin menganga lebar. Tetapi matanya enggan menjatuhkan barang satu tetes air mata. Meski pedih kian terasa.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.50 p.m. Sebentar lagi dini hari. Cewek itu masih saja tetap terjaga, kantuk tak juga menghampirinya.
Ia menghembuskan nafas kasar. Berpikir keras, kenapa ia tiba-tiba jadi selemah ini? Dimana sosok keras ia yang dulu? Ia pun tak mengenal dirinya lagi sekarang.
Sesosok itu kembali berpikir. Lah? Kenapa pula ia menjadi begitu menyedihkan seperti ini? Mengapa pula ia menghabiskan waktu tidurnya hanya untuk memikirkan seseorang yang tak sedikitpun memikirkan dirinya?
Ia tertawa remeh tanpa suara. Mentertawakan kebodohannya sendiri. Disini, ia menikmati sakit itu sendiri. Sementara disana seseorang itu tertawa bahagia. Sekalipun ia menangis pilu, disana seseorang itu takkan peduli dan akan tetap terus tersenyum bukan?
Tidak. Ia sama sekali tidak dendam. Ya, hanya sedikit kecewa saja. Bukan. Bukan kepada orang lain. Tapi kepada dirinya sendiri. Kecewa pada hatinya yang dengan bodohnya menuliskan nama itu. Menyimpannya, dan akhirnya terluka karenanya.
Dendam? Haha. Hanya orang-orang lemah dan berpikiran pendek yang menyimpan penyakit hati sialan itu.
Lagipula, dendam kepada siapa? Kepada sahabatnya? Apa pula? Memangnya dia siapa? Apa haknya menaruh dendam? Siapa dirinya? Hahaha. Ia tentunya masih sadar diri. Masih punya akal sehat. Dirinya disini hanyalah tokoh pengisi. Bukan tokoh utama dalam kisah ini. Ia hanya sekedar pengagum rahasia, bukan siapa-siapa. Kehadirannya pun mungkin hanya dianggap angin lalu saja.
Yang ia cinta membalas rasanya? Haha. In my dream!
Dia, Michaella Axellza Rasha. Cewek blasteran belanda-indo. Postur tubuh tinggi semampai, dengan lekuk tubuh bak model. Cantik? Pastinya.
Wajahnya pun kebarat-baratan. Tentu saja. Hidung mancung dan kulit putih menjadi ciri khas orang luar kan?
Ia bangkit dari ranjang. Melangkahkan kaki jenjangnya itu menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya, menatap sebentar pantulan dirinya dicermin, kemudian menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.
Memberikan sugesti positif kepada otaknya agar memerintahkan seluruh tubuhnya tetap kuat apapun yang terjadi. Perang sebentar antara otak dan hati yang berlainan pendapat. Si hati yang menjerit sakit dan meminta untuk balas dendam, sementara si otak bersihkeras untuk tetap diam. Katanya, salah siapa mengizinkan seseorang itu masuk? Rasakan saja akibatnya itu! Dasar bodoh.
Jangan berpikiran aneh. Rasha masih waras. Ia tidak gila. Jangan sok berasumsi ini itu, jangan sok seolah-olah kamu tak pernah melakukan perang batin, dasar hatters.
Cewek itu keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai. Menjatuhkan asal tubuhnya diatas kasur empuk itu. Menutup wajahnya dengan bantal. Lelah, ia sangat lelah.
Huft, entahlah. Seluruh tubuhnya lelah, otak hatipun sama sebenarnya. Tapi, si otak masih saja menyalahkan si hati, sementara si hati masih terus menjerit sakit dan meminta pembalasan dendam.
Ingin sekali rasanya berteriak diatas bukit yang tinggi. Berbagi sakit yang ia rasakan seorang diri. Ingin rasanya menangis kencang, menjerit sakit. Mengeluh pada semesta akan luka yang membuat dadanya kian terhimpit.
Rasha sungguh merasa marah pada dirinya sendiri juga semesta. Kenapa ia harus jatuh cinta jika yang didapatnya justru luka? Kenapa semesta mengizinkan rasa itu menerobos dinding hatinya jika tak berikan bahagia? Ah entahlah. Semua terlalu sulit dijelaskan, terlalu sakit dirasakan, dan terlalu pahit untuk disimpan diingatan. Sayangnya, memorinya justru menyimpannya dengan baik. Menyebalkan.
--semesta, andai saja aku tau jika jatuh itu berakhir patah, maka sudah pasti takkan kutambahkan kata 'cinta' diakhir kalimatnya. Jika saja aku tau cinta itu jebakan berakhir penderitaan, takkan ku biarkan hatiku menulis nama siapapun. Peduli setan, selagi hatiku tereselamatkan dari luka kenapa tidak? Ah sayangnya, aku sudah terlanjur mengenal cinta. Sepertinya, waktu belum mengizinkanku mengenal cinta yang berujung kebahagiaan. Mungkin, semesta belum mengizinkan. Yasudahlah, tuhan tau mana yang terbaik untuk hambanya. Aku hanya perlu sabar menunggu. Dan senantiasa berdoa juga pastinya, semoga diberikan yang terbaik darinya. Cinta masa SMA itu labirin. Salah langkah sedikit, maka dipastikan akan terjebak. Entah sampai kapan-batin Rasha
Ditariknya sudut bibirnya keatas, membentuk senyuman kecil. Lantas menarik selimut lalu memejamkan mata. Berusaha tertidur dan menjemput mimpi, sejenak melupakan hiruk pikuk kehidupan yang penuh rintangan.
Cukup lama sebenarnya hingga kantuk menyapanya. Ketika hari sudah masuk dijam dini hari, barulah kedua mata itu terpejam dan benar-benar tertidur pulas. Malam, titip dia ya. Jaga tidurnya, kasihan hidupnya terlalu banyak masalah. Biarkan ia lupakan sejenak masalahnya, lukanya, sakitnya. Biarkan bahagia menghampirinya sejenak, meski hanya sekadar bunga tidur belaka. Eh salah, bukankah sudah masuk waktu dini hari? Ah ya. Maksudku malam menjelang pagi.
☆☆☆
Yap, cinta memang semenyebalkan itu. Sudah sulit dimengerti, menjebak pula bak labirin.
Tapi, apalah artinya hidup jika tak ada cinta dihati?
Eits, tetap saja. Jika masih dibawah umur, jangan dulu mainan cinta. Entar kalo ngerasain sakitnya mulai deh ngebucin. Nangess, upload quotes galau. Dih.
Oke, dipart ini author emang gajelas banget. Maklumi saja. Kan aku memang penulis abal-abal yang masih amatir.
Maafkan aku yang banyak bacot ini.
See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
Teen FictionAda ruang hampa disudut hati. Ada kekosongan yang tak berarti. Ada satu nama, tapi seperti tak terisi.