Di saat Irene mencoba untuk melupakan. Tapi selalu ada celah yang berhasil membuat dirinya teringat akan memori yang begitu ia benci itu. Ruangan yang kotor, gelap, dan terkunci. Tidak, dia tidak bisa terjebak dalam neraka lagi. Irene tak ingin. Tubuh gadis itu mulai gemetar. Ia menutup kedua telinganya yang mendadak mendengar kalimat yang terus berulang-ulang terasa menyakitkan. Jaewon yang berusaha membuka pintu tersebut, merasa ada sesuatu yang janggal ketika gadis di belakangnya tak berkata apapun. Pemuda itu menoleh ke belakang. Dan terlihatlah Irene yang sudah meringkuk ketakutan di pojok dekat lemari besar. Hati Jaewon teriris.
"Hey, Irene---"
"D-diam dan menjauhlah."
Suaranya begitu tajam meski ada sedikit getaran yang berhasil membuat Jaewon membeku. Sebisa mungkin Irene terlihat normal. Namun, gadis itu tak bisa menyembunyikan ketakutannya. Jaewon tahu, Irene pasti takut. Ah, Jaewon ingat bahwa dia pernah melihat Irene yang ketakutan seperti ini. Ya, melihat Irene ketakutan saat di gudang tersebut. Seperti kupu-kupu yang meringkuk di dalam gelas kosong, tak bisa mengeluarkan diri. Kupu-kupu yang ketakutan.
"Aku akan mencoba menghubungi seseorang," kata Jaewon mengambil ponsel dari saku jinsnya.
Irene sedikit lega karena masih ada harapan. Namun saat melihat Jaewon yang begitu frustasi dan terus mengutak-atik ponselnya. Rasanya harapan itu pun kandas. Tidak beruntung bagi Jaewon sebab hanya menyimpan lima kontak di ponselnya. Ia hanya menyimpan kontak kedua orangtuanya, Taeyong dan Sehun. Dan hal yang membuat Jaewon stres adalah saat kedua cecunguk, Sehun dan Taeyong itu tak menjawab panggilan tersebut dalam keadaan yang sangat penting seperti ini. Sialan, ia ingin membuang saja ponselnya yang mendadak tak berguna itu.
"Mereka tidak menjawabnya. Bagaimana kalau kau menelpon temanmu?" kata Jaewon menyarankan.
Dengan tangan yang masih gemetar. Irene mencoba mengambil ponsel di dalam slingbag bermotif bunga yang selalu ia bawa ke kampus itu. Ya, masih ada harapan tentunya. Sama seperti Jaewon, Irene hanya menyimpan nomor Yoona dan Sehun. Inilah dimana jika mereka harus bersosialisasi dengan anak-anak di kampus. Sebab hidup tidak bisa sendiri dan sekarang mereka harus membutuhkan pertolongan. Lagi-lagi harapanya harus pupus. Saat ia mencoba menelpon Yoona, sahabatnya itu pun tidak menjawab sama sekali. Begitupun juga Sehun yang tak menjawab. Sebenarnya ke mana semua orang? Tapi Irene tidak menyerah. Ia terus menelpon kedua sahabatnya itu hingga akhirnya selama beberapa menit, ponsel Irene pun mati karena kehabisan baterai.
Irene mengigit bibirnya. Ia mendesah frustasi. "Bateraiku habis," katanya.
Yang bisa dilakukan hanyalah menunggu orang yang lewat. Tapi siapa juga yang mau lewat di tempat ini? Kebetulan ruangan tersebut berada di pojok kampus. Tempat terpencil yang jarang sekali orang-orang lewati. Kecuali para petugas kebersihan yang mendadak ingin pergi ke gudang atau membuang sampah di belakang kampus. Ya ampun, Irene baru sadar itu. Ini bukanlah ruangan yang sering dipakai untuk meeting.
Benar-benar menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
FanfictionBae Irene benci pada laki-laki. Namun hanya satu laki-laki yang ia percaya, yaitu Oh Sehun. Started : 30 September 2018