“Siapa pun Jung Jaewon. Aku mohon. Selamatkan dia.”
Irene mengigit bibir bawahnya. Duduk dengan perasaan yang berkalut, kepala yang menunduk, dan tangan yang ia satukan untuk memohon doa pada sang pencipta. Irene tak pernah merasakan segelisah ini. Menunggu seseorang yang sekarat di depan pintu ruang UGD. Memikirkan hal yang tidak-tidak di benaknya. Tidak, Irene tidak ingin itu terjadi. Jaewon harus selamat. Jaewon harus bangun.
Benar, ini salahnya. Jika Jaewon tidak pergi mengejarnya. Pemuda itu pasti akan baik-baik saja. Rasa mencekik mulai menyerang Irene. Denyutan di kepala terus berputar. Tak sadar demam masih menyatu di tubuh Irene. Gadis itu tidak sanggup untuk berdiri. Dia hanya bisa mencengkram pakaiannya menahan rasa pusing yang luar biasa. Ini tidak seberapa dengan rasa sakit yang Jaewon rasakan di dalam ruangan itu. Irene ingin bertahan. Dia tidak bisa membiarkan Jaewon sendirian. Dia tidak bisa meninggalkan Jaewon.
“Irene!”
Perlahan kepalanya menoleh. Yoona dan Taeyong berlari ke arahnya. Napas mereka tersengal. Mereka panik setelah Irene berhasil menghubungi mereka, mengatakan bahwa Jung Jaewon dilarikan di rumah sakit. Raut wajah kecemasan pun terpancar di wajah mereka.
“Apa yang terjadi? Jung Jaewon masih di dalam?” tanya Yoona.
Irene hanya mengangguk. Ia tak sanggup untuk berbicara. Helaan napas keluar dari bibir Yoona. Sedangkan Taeyong memilih untuk diam sembari mengigit bibir bawahnya. Laki-laki itu berjalan ke arah pintu. Berdiri di sana dengan perasaan yang berkalut. Tak menyangka kalau sahabatnya itu sedang sekarat sekarang.
Yoona duduk di samping Irene. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak normal di wajah Irene. Dahi Irene berkeringat dan bibirnya pucat pasi. Ah, Yoona ingat, bahwa Irene masih demam.
“Irene. Sebaiknya kau pulang. Aku akan memberimu kabar tentang Jaewon nanti,” kata Yoona.
Irene menggeleng lemah. “Tidak. Aku harus menunggu Jaewon. Ini salahku. Bagaimana jika sesuatu terjadi—“
“Ssh— Jangan berbicara seperti itu. Aku yakin, Jung Jaewon akan baik-baik saja,” ujar Yoona. Gadis itu menyentuh dahi Irene. Matanya membulat terkejut saat mengetahui suhu tubuh Irene yang terasa tidak normal. “Irene, tubuhmu panas sekali. Kau masih demam. Kau harus beristirahat.”
Irene menggeleng lagi. Bagaimana bisa ia tenang? Bagaimana bisa ia pulang dan tidur seenaknya? Saat semua ini terjadi karena ulahnya sendiri. Irene menenggelamkan wajah lalu menangis lagi dengan terisak. Irene tidak tahu harus berbuat apa. Irene hanya ingin Jaewon selamat. Bagaimanapun juga Jaewon harus selamat. Tiba-tiba Irene merasakan tangan yang menyentuh puncak kepalanya. Itu bukan tangan Yoona. Irene tahu perasaan ini. Perlahan kepalanya mendongak. Sosok Oh Sehun muncul di hadapannya dengan raut wajah yang cemas.
“Irene.”
Air mata Irene semakin menderas melihat Sehun yang datang. Gadis itu bangkit dari duduk. Ia memeluk Sehun. Menumpahkan semua kesedihannya pada pemuda itu. Tatkala Sehun juga membalas pelukannya. Membiarkan air mata Irene membasahi pakaiannya. Menenangkan perasaan gadis itu yang sejujurnya Sehun tidak mengerti apa yang terjadi.
Namun, pelukan Irene semakin melemah. Sehun langsung melepasnya karena ada sesuatu yang tidak beres. Dan saat itu juga, tungkai Irene lunglai. Gadis itu terhuyung dengan mata yang terpejam. Buru-buru Sehun menangkapnya. Memanggil nama Irene agar Irene tersadar. Namun sudah terlambat, Irene benar-benar pingsan dengan perasaan yang berkecamuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
FanficBae Irene benci pada laki-laki. Namun hanya satu laki-laki yang ia percaya, yaitu Oh Sehun. Started : 30 September 2018