29. Bukannya tidak sanggup, tapi rindu.

850 207 26
                                    

Ketika manik indah gadis itu terbuka, yang ia lihat hanyalah gelap gulita. Bebauan timah sari begitu bengis masuk ke indera penciumannya. Cicitan tikus yang sekelebat lewat membuat ia merinding. Dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya terkunci oleh tali yang begitu kasar mengikat kedua kaki dan tangannya itu. Meski bibirnya masih bisa berteriak untuk meminta bantuan. Namun, tak ada seseorang pun yang datang menjemputnya.

Bae Irene tidak tahu, siapa yang berani melakukan hal ini padanya. Tapi Bae Irene jelas ingat dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Di saat sekolah sedang sibuk mengadakan festival. Ada salah satu panitia yang menyuruhnya untuk mengambil sesuatu di perpustakaan. Irene tak curiga. Dia langsung bergegas mengambil barang itu. Dan tak beruntung bagi Irene, sebab perpustakaan itu terletak di tempat terpencil di sekolah tersebut. Saat orang-orang sibuk berpesta di depan panggung. Irene malah pergi ke tempat sepi seperti itu. Belum sempat ia masuk ke perpustakaan, dua orang laki-laki langsung membekapnya dan menyeretnya paksa.

Dan ia dikurung di tempat ini. Yang lampunya sengaja mereka matikan guna membuat Irene semakin takut. Ia sempat mendengar suara dua orang laki-laki yang mengurungnya di sini, tapi Irene tidak tahu siapa mereka. Dan sekilas Irene melihat pakaian yang mereka gunakan itu. Seragam sekolah yang sama seperti Irene kenakan. Pelakunya adalah murid di sekolah itu.

Keadaan pun lengang, sebab kedua orang itu pergi entah ke mana. Irene pun beringsut untuk mempertahankan diri. Meski tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakan. Air mata pun sudah lolos turun dari kelopaknya. Tangannya yang terikat di belakang mencoba meraba lantai kotor yang ia duduki itu. Berharap menemukan sesuatu benda tajam yang bisa melepas ikatan tali ini. Dia takut, sungguh gadis itu benar-benar gamang.

Mata Irene membulat ketika tangannya mulai merasakan sesuatu.  Irene sempat meringis ketika mencoba menusukan jari telunjuknya pada benda itu. Ya, itu adalah benda yang tajam. Ada harapan. Ya, ada harapan. Dengan tubuh yang gemetar, Irene mencoba menggesek benda tajam itu ke talinya. Tak peduli beberapa kali benda itu menyenggol sehingga melukai kulit tangan dan kuku Irene. Irene hanya ingin melarikan diri.

Saat talinya hampir terputus, suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah pintu. Tidak, jangan sekarang. Irene semakin cepat menggesek benda itu di talinya. Kedua tangannya pun berhasil lolos. Tanpa menunggu lama, gadis itu langsung menggesek benda tajam itu di tali yang mengikat kedua kakinya. Yang ternyata benda tajam itu merupakan pecahan kaca. Suara kunci yang dimasukan ke pintu semakin terdengar. Irene semakin mempercepat gerakannya. Namun sialan, pecahan kaca tersebut tidak begitu tajam. Dan tali ini sangatlah tebal. Butuh waktu yang lama.

"Hey? Irene?"

Pintu pun terbuka. Irene menyipitkan mata setelah cahaya masuk ke ruangan tersebut membuatnya begitu silau. Siluet seorang laki-laki pun terlihat memasuki ruangan tersebut. Gadis itu semakin menangis ketakutan. Tangannya yang sangat lemas itu kembali menggesek lagi. Tidak, Irene harus pergi. Ini tinggal selangkah lagi.

Namun, lagi-lagi Irene tidak beruntung. Belum sempat tali tebal yang mengikat kedua kakinya itu terlepas. Laki-laki tersebut berlari menghampiri Irene dengan terkejut.

"Irene! Apa kau--"

"Menjauh dariku berengsek!"

"Argh..."

Irene membeku dengan mata yang membulat. Pecahan kaca yang awalnya bersih itu, kini berlumuran darah. Sebab Irene berhasil menggores perut laki-laki tersebut, hingga membuat kausnya robek dan memperlihatkan luka yang mulai terbuka begitu terlihat nyeri. Irene semakin gemetar. Dilepasnya pecahan kaca tersebut. Kemudian dengan panik, ia merangkak cepat menuju pintu untuk menjauh dari laki-laki itu. Dengan tali yang masih mengikat kedua kakinya. Irene ingin pergi. Ya, dia ingin pergi dari sini.

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang