34. Sesak, lagi

1K 158 17
                                    

"Kita hentikan ini sekarang."

"Apa maksudmu?!"

Pertengkaran kecil mulai menyerang kedua insan itu. Ah, sepertinya pertengkaran itu akan mulai membesar sekarang. Kim Suho membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang diucapkan Irene. Tidak, bukan kalimat itu yang harus Irene katakan.  Setelah sudah beberapa minggu mereka tidak bertemu. Bukankah Irene harus mengatakan rindu padanya? Suho sama sekali tidak berharap untuk mendengar kalimat yang begitu pedih itu.

"Apa lagi yang harus dijelaskan? Sudah kubilang, kita hentikan hubungan ini. Dan mulai sekarang, jangan hubungi aku lagi," kata Irene memperjelas.

Tanpa berpikir panjang, Irene pun pergi meninggalkan Suho. Irene sudah malas berhadapan dengan Suho. Dia bahkan begitu enggan untuk melihat wajah kepolosan Suho yang penuh dengan kebohongan itu.  Namun, pemuda itu merasa tidak adil diperlakukan seperti itu pada Irene. Suho pun segera menghentikan Irene. Menahan tangan Irene agar tidak pergi.

"Apa-apaan ini? Kenapa? Ada apa denganmu, Irene? Apa aku berbuat salah?"

Wajahnya terlihat polos lagi. Rasanya Irene begitu muak melihatnya. Gadis itu tertawa kosong, ia merasa konyol dengan sifat Suho. Kemudian ia menepis tangan Suho yang mendadak ia geli dengan sentuhan Suho.

"Tidak bisa dihubungi selama berminggu-minggu. Kau pikir, aku adalah lelucon?!"

Suho menghela napas. Memijat pelipisnya penuh frustasi. "Sudah kubilang, ponselku rusak, Irene."

Irene menganggukan kepala. Menahan emosi yang begitu tertekan. "Ya, rusak. Bukankah kau kaya? Tidak sanggup untuk membeli ponsel baru? Atau mendadak kau sakit? Seperti kakek-kakek yang mempunyai penyakit lupa. Hingga kau tidak bisa berkunjung ke rumahku untuk memberi kabar sebentar saja?"

"Bukankah aku pernah bilang padamu? Aku harus pergi untuk urusan bisnis di Malaysia."

"Ya, aku tahu. Urusan bisnis bersama Lee Hana, bukan?"

Terdiam, Suho membisu mendengar ucapan Irene itu. Tak perlu menunggu lama, Irene mengambil ponsel segera di saku jinsnya. Memperlihatkan suatu foto pada Suho. Foto Suho bersama seorang gadis berambut pendek. Foto itu menunjukan mereka sedang memasuki salah satu hotel.

Pemuda itu membulatkan mata dan mengigit bibir bawahnya saat ia melihat foto itu. Terkejut luar biasa. Benar-benar tidak menyangka kalau Irene mengetahui tentang itu. Namun Suho tetap mencoba tenang dan tidak panik. Ia berdeham, tapi saat matanya bertabrakan dengan manik Irene. Buru-buru pemuda itu mengalihkan pandangan merasa tertangkap basah.

"Ah, kala itu aku membantu Hana untuk mengerjakan tugas," katanya mengelak.

Amarah Irene semakin berapi-api mendengarnya. Mengerjakan tugas? Di dalam hotel? Yang benar saja? Irene mendesah frustasi.

"Lee Hana adalah sahabatku. Tidak kusangka kalian mengkhianatiku."

"Dia yang menggodaku Irene!" protes Suho lagi tidak mau kalah.

Mata Irene pun mulai perih. Sebisa mungkin gadis itu menahan air mata. Sebab merasa tidak sudi mengeluarkan air mata untuk laki-laki berengsek semacam Suho.

"Ya, terserah katamu. Tapi alasanku tetap sama. Aku ingin kita berakhir, berengsek."

Irene adalah tipe wanita yang  tidak ingin dikecewakan walaupun masalah sekecil apapun itu. Apalagi jika masalah besar seperti ini. Sekali marah, akan tetap marah. Dan sekali benci, dia tidak akan percaya pada orang itu. Tak perlu mendengar penjelasan Suho. Irene mencoba untuk pergi lagi, tapi Suho tetap menahan tangannya.

"Irene! Dengarkan aku dulu."

"Lepaskan!"

"Aku mohon! Beri aku kesempatan lagi. Aku sangat mencintaimu, Irene. Aku minta maaf. Aku bahkan sudah tidak berhubungan lagi dengan Hana."

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang