26. Molla

1.8K 208 274
                                    

Pesawatnya baru akan terbang jam 6 sore nanti tapi Livi beserta Papanya sudah standby di bandara sejak jam 4 sore tadi diantar oleh sopir Papanya dan Jinan. Meskipun begitu hanya Jinan yang mengantar sampai depan pintu keberangkatan.

Bukan Livi tidak tahu kalau kedatangan mereka di bandara terlalu awal, tapi dia pun tidak bisa membantah Papanya yang selalu on time—bahkan menerapkan aturan lebih baik menunggu dari pada terlambat—dalam segala hal.

Hingga berakhirlah mereka bertiga di salah satu kedai kopi yang ada di area bandara demi menghabiskan satu jam mereka sebelum pesawat berangkat.

"Padahal Papa pengennya kamu ikut Nan, kalo Papa mati Nonik ada yang bantuin ngurus jasadnya Papa disana." Livi memutar kedua bola matanya mendengar kalimat barusan.

Jinan meninggalkan blueberry muffinnya demi menanggapi ocehan ngawur Papanya Livi. "Papa yakin mau mati cepet?" Tanya Jinan tanpa segan.

Paruh baya itu mengendikkan bahunya. "Mati ya tinggal mati aja."

"Tapi kok aku ragu Papa matinya cepet?" Jinan memasang tampang berpikir.

"Kenapa gitu coba?" Protes si Paruh Baya seolah ingin menekankan pada Jinan kalau dia pun manusia biasa yang bisa mati kapan pun.

"Ya kali orang mati masih bisa ngomong awur-awuran kayak gini? Pa, orang mau mati tuh biasanya kasih firasat yang sedih-sedih gitu. Lah Papa ninggalin apa coba?"

"Gak bikin sedih yang ada malah bikin kesel!" kali ini satu-satunya perempuan di antara mereka yang menyahuti.

"Papa nggak ngelakuin apa-apa yang bikin kamu kesel Nik," Elak si tua.

Benar. Tidak ada hal yang dilakukan oleh Papanya yang membuatnya kerepotan atau apa. Tapi obrolannya dengan Jinan membuatnya ingin lenyap dari antara dua pria beda usia itu.

Awalnya Livi khawatir dengan kondisi Papanya yang hendak operasi, memikirkan juga bagaimana nanti keadaan Papanya selesai operasi dan sebangsanya, tapi melihat hari ini Papanya dan Jinan mengobrol ngalor-ngidul seperti orang gila membuatnya batal untuk khawatir berlebihan.

Papanya tidak terlihat seperti orang sakit. Malah kelihatan seperti hendak pergi tour ke kota sebelah sangking santainya.

"Terserah deh, gak paham lagi sama kalian!" Gerutunya dan kembali sibuk dengan ponsel. Livi tidak pernah tertarik dengan obrolan dua orang ini. Menurutnya obrolan mereka membosankan dan juga menyebalkan!

"Pa, pas di pesawat jangan lupa rajin-rajin shareloc ke Jinan. Nanti kalo pesawatnya jatoh Jinan cepet nyarinya."

Si tua tergelak, membuat Livi ingin menyumbat telinganya dengan kapas agar tidak mendengar obrolan absurd dua manusia di sisinya.

"Wahh, parah, makin hari makin brengsek aja ya!"

Kini suara tawa Jinan yang Livi dengar. Susah payah dia berusaha untuk tidak menghiraukan obrolan mereka.

"Makanya Papa Mertua jangan buru-buru pengen mati nanti Livi gak ada yang belain kalo dibrengsekin sama Jinan!"

"Kalo beneran di brengsekin ya tinggal kamu yang Papa salahin!"

"Ya gak adil lah, salahnya Livi juga kenapa mau sama Jinan!"

"Adoohh!!! Kalian ngobrol yang bermutu dikit gitu nggak bisa apa?" Livi memenggal omong kosong Jinan dan Papanya.

"Bosen kalo terlalu serius. Cepet tua nanti kamu Nik! Santai aja lah, nikmatin hidup," Jawab Papa Livi mengabaikan emosi anak bungsunya. "Becanda ya becanda, yang penting ngerti aturan dan batasan gitu loh Nik!"

TER-SE-RAH!! Teriak Livi dalam hati kemudian memutuskan untuk memesan apapun lagi agar terhindar dari dua pria yang kalau sudah bertemu segera berubah gila!

NEW KIDS ; iKONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang