"Cel, lo gak aneh-aneh sama dia kan?" ucapan Jinan terpaksa harus terpotong oleh pertanyaan Livia.
Hening segera menghampiri meja tempat mereka berkumpul. Hanya helaan nafas dan tatapan mata saja seolah menjadi bahasa isyarat mereka bertiga untuk berkomunikasi, hingga akhirnya Jinan yang memilih untuk mengakhiri kecanggungan di antara mereka.
"Gue mau pesen lagi deh. Sekalian mau ke WC. Mules," Jelasnya dengan berdiri meninggalkan meja.
Dan Livia tau itu bohong. Bersyukurlah dia punya pacar yang peka dengan keadaan.
Livia tersenyum lebar pada Jinan, mengusap lengan kanan Jinan sebelum Jinan benar-benar pergi, merasa tidak enak pada cowok itu karena secara tidak langsung sudah mengusir keberadaannya di antara mereka.
Mata bulat Livia mengamati punggung Jinan sampai hilang dari pandangan, barulah dia menoleh cepat ke arah Celia lagi.
"Jawab gue please," ucap Livia dengan dua tangan terkepal di depan dada.
"Ah gak tau lah—"
"Ayolah Cel! Ini gue lho, bukan Chanu!" Desak Livia mulai jengkel.
"Apa sih? Ya lo pasti bisa nebak sendiri lah. Bang Jinan aja sampe nyingkir karna ini tuh sensitif banget."
"Dia mau ke WC. Dan apa yang sensi? Lo belum bilang apa-apa sama gue, bisa nebak apa gue dari omongan lo?"
Lagi Celia nyaris menjambak rambutnya sendiri, dia bingung, kalut, galau, sedih, lelah, dan segalanya dia rasakan. Rasanya dia sudah lelah menanggung semuanya sendiri. Tapi, apakah menceritakan sesuatu yang tidak seharusnya diceritakan adalah pilihan yang bijaksana?
"Cel," Celia tersentak saat tangan Livia meraih jari-jarinya.
"Lo pasti mikir gue munafik banget ya Liv? Gue malu banget sama lo sekarang. Gue bobrok banget kan Liv, lo pasti ilfeel kan sama gue? Lo pasti mikir gue muka dua kan? Ya gini Liv, orang yang lo sebut temen tuh aslinya begini."
Entah kenapa tiba-tiba Livia jadi cengeng, rasanya sakit mendengar kata-kata Celia. Dia seperti dituduh menjadi jahat padahal dia sama sekali tidak berpikiran seperti apa yg Celia katakan tadi.
"Gue gak mikir kayak apa yang lo bilang. Sumpah!" Tegasnya. "Siapa gue sampe berhak nyebut lo munafik? Gini ya Cel, gak ada orang yang 100% suci, dan gak ada orang yang 100% brengsek."
"Gue minder Livi, demi apa gue minder sama kalian!"
"Kenapa harus minder? Emang kalo kita tau yang sebenernya kita semua langsung rajam lo pake batu gitu?"
"Gak ngerti lah. Rasanya kotor banget gue Liv."
Livia meremas sekuat-kuatnya jari Celia yang masih setia dia genggam, perduli setan tentang bagaimana sakit yang Celia rasakan. "Kalo lo tau itu kotor, kenapa gak lo tinggalin?"
"Gue gak berani lari ke orang lain. Gue mau nunggu dia aja. Gue udah gak punya kepercayaan diri lagi buat berandai-andai masa depan sama cowok lain lagi. Cuma dia yang tau rusaknya gue luar dalem, dan dia yang bisa terima gue—"
"Dia gak terima lo Cel. Dia buang lo! Kalo dia terima lo dia ga bakalan selingkuhin lo setelah apa yang lo sama dia lakuin. Sadar Celia, dia gak tulus sama lo, dia cuma manfaatin lo." Livi mati-matian menahan diri agar tidak mengeraskan suaranya, dia sadar posisi dan lokasi untuk saat ini.
Tidak tau untuk kali ke berapa Celia menggeleng. "Gue sayang dia. Baru dua tahun kok Liv, masa depan gue sama dia juga masih panjang, dia musti kelarin kuliahnya dulu, gue musti lulus SMA dulu, musti kuliah dulu, cari kerja dulu, dan gue yakin dia bakalan berubah kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW KIDS ; iKON
Fanfiction"Let's meet with Our Family." ⚠️ Terdapat kata-kata kasar dan umpatan. Seluruh isi cerita hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, waktu dan tempat semuanya murni unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. ⚠️...