Sudah lewat tiga bulan sejak Jinan dan orang tuanya datang ke rumah, tapi sampai hari ini Livi belum mendapat keputusan apapun dari Papanya.
Mereka juga jadi jarang ngobrol sejak hari itu. Memang benar berangkat dan pulang kantor mereka selalu bersama, satu mobil, satu kantor juga, satu rumah juga, tapi Papanya terkesan seperti menjauhi Livi, terlihat seperti tengah menghindari pembicaraan panjang dengan anaknya.
Dia butuh kepastian, kasihan Jinan juga kalau kelamaan digantungin begini. Selama ini Papanya selalu abu-abu, kalau ada Jinan Papanya biasa aja, tidak terang-terangan menunjukkan sikap tidak suka terhadap Jinan-maksudnya Jinan gak diusir kalau dateng ke rumah, kalau Jinan dateng kasih salam sama Papanya Livi juga disambut baik, disuruh masuk, disuruh duduk, tapi setelah itu Papanya Livi langsung pergi ke bagian rumah yang lain entah ke kamarnya sendiri, entah ke belakang, ke tetangga, pokoknya gak mau ikutan nimbrung kayak dulu.
Livi jadi frustasi. Kenapa sih Si Tua itu jadi begini?!
"Pa," melihat paruh baya berstatus Papanya itu sedang santai dengan cangkir teh di temani suara televisi membuat Livi memberanikan diri untuk mendekat.
Paruh baya itu menggeser duduknya agar Livi bisa menempati sisi kosong di sebelahnya. Dengan senang hati Livi segera berlari dan menjatuhkan diri di sana. Kesempatan seperti ini langka terjadi tiga bulan belakangan ini jadi akan sangat bodoh kalau Livi sengaja melewatkannya.
"Papa ada masalah ya?"
Paruh baya itu segera menggeleng, dia tau anaknya hanya sedang berusaha mencari topik pembicaraan. Toh tanpa bertanya pun Livi juga tau jikalau memang di kantor ada masalah. "Kerjaanmu lancar? Kamu udah paham perusahaan?"
Livi tersenyum, obrolan terkait pekerjaan merupakan hal yang tidak dia sukai saat di rumah, tapi kali ini mungkin obrolan itu menjadi awal buatnya untuk bicara lebih jauh dengan Papanya.
"Udah. Karyawan Papa, semuanya bantu kasih tau Livi."
Si Tua tersenyum. "Bagus deh. Ada yang nyebelin nggak?"
"Gak ada. Aman." Jelas ada karena tidak mungkin satu gedung semuanya memiliki sikap yang menyenangkan, namun jika itu masih bisa ditoleransi tidak perlu jadi masalah besar.
Livi ikut tersenyum dan melingkarkan dua lengannya pada sekeliling pinggang ayahnya. "Livi kangen Papa, tauk! Papa jadi gak suka qtime sama Livi."
Pria paruh baya itu terkekeh. "Papa lebih kangen."
Merasa umpannya ditangkap oleh si Tua, Livi melanjutkan tujuannya. "Makanya gak usah sok ngejauhin Livi kayak gitu!"
"Siapa yang ngejauh? Kamu kali yang ngejauh, mentang-mentang udah ada yang lamar."
Wajahnya bersemu, kalimat ayahnya terdengar sarkas tapi tetap saja membuat jutaan kupu-kupu beterbangan di perutnya. "Jangan gitu ah Pa! Serius kangen Livi tuh!"
"Papa lebih kangen, Nik! Padahal tiap hari ngelihat kamu, pulang-pergi, kemana-mana sama kamu, apa-apa sama kamu. Terus gimana nanti kalo Jinan bawa kamu pergi dari rumah? Papa bakalan mati sendirian disini."
Bahunya menegang dan buru-buru dia lepaskan rangkulannya dari tubuh Papanya. "Papa!" Livi merengek saat melihat ayahnya berkaca-kaca.
"Jangan ngomong begitu,"
"Kalo kamu udah jadi istri Jinan, kamu bakal dibawa pergi dari sini, terus nanti kita cuma bisa bareng-bareng pas kerja doang. Nanti libur kerja kamu pasti sibuk sendiri sama Jinan, Papa dilupain, weekend sendirian di sini. Ya kan?"
Ahh, Papanya ini bikin Livi tersentuh! Livi ikutan mewek kan jadinya!!
"Papa.."
"Papa tau Jinan orang baik, dia tulus, langka ada orang jahat yang mau mengakui kesalahannya. Papa nggak milih-milih harus sama siapa kamu menikah, yang penting dia tanggung jawab dan sayang sama kamu, kamu bahagia sama dia, Papa rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW KIDS ; iKON
Fanfiction"Let's meet with Our Family." ⚠️ Terdapat kata-kata kasar dan umpatan. Seluruh isi cerita hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, waktu dan tempat semuanya murni unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. ⚠️...