Rahesa speechless melihat Rya yang sedang menggeliat di atas ranjang besar milik Anti Jovitanya. Sebentar mulutnya akan membulat bingung, kemudian alisnya akan menukik menyatu menunjukkan betapa bingungnya bocah itu pada tingkah bayi yang baru genap berumur seminggu, dia ingin bertanya macam-macam pada orang dewasa yang ada di sekitarnya tapi mulutnya belum bisa berkata-kata.
Dia masih benar-benar dibuat bingung dengan perwujudan mahluk kecil yang tidak lebih besar darinya namun bisa bergerak, mengulat, bahkan menangis kencang sekali sampai membuatnya takut.
Orang-orang di sekitarnya—Mamanya, Ayahnya, Anti Jovi dan ada Angkel Babinya juga—semuanya mengoceh hal-hal yang tidak Rahesa tau apa maksudnya. Biasanya dia akan rewel jika orang di sekelilingnya mengatakan kata-kata yang tidak dia tau artinya, dia akan bertanya itu apa dan blablabla. Tapi kali ini alih-alih ingin bertanya lebih banyak mengenai kosakata baru, dia lebih tertarik memandangi bocah kecil yang hanya bisa tidur di kasur dan menggerakkan kedua tangannya yang dibungkus sarung tangan ke udara.
Penasarannya memuncak saat melihat Rya membuka mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu, dia yang semula tenang digendongan Ayahnya segera merosot turun dan berlari menuju ranjang tempat bocah kecil—yang lebih kecil darinya—itu berbaring.
"Ca, copot dulu sepatunya!" Kalimat perintah dari Mamanya membuatnya batal menaiki kasur yang tingginya nyaris sejajar dengan tinggi badannya. Bocah itu segera duduk bersila di lantai dan tergesa membuka sepatu yang dipakainya sehingga hanya menyisahkan kaos kaki saja.
Dengan penuh perjuangan akhirnya Rahesa bisa naik ke atas kasur, dia merangkak mendekati bayi umur seminggu itu. Untuk beberapa saat dia bingung lagi, setelah melihat dari jarak dekat ternyata bocah kecil di hadapannya tidak sekecil yang sempat dia perkirakan—tapi tetap saja bocah itu kecil!
"Yah, dia mau apa?" Tidak tahan lagi untuk tidak kepo, akhirnya dia pun bertanya.
Chanu diam sejenak untuk berpikir. "Uumm rasanya dia gak mau apa-apa deh Ca."
"Tapi kenapa dia mangap-mangap?" Rahesa bertanya lagi, kali ini dengan menirukan gerakan mulut Rya yang terbuka dan tertutup seperti sedang mengatakan sesuatu.
"Oohh mungkin dia mau ajak kamu kenalan."
Mulutnya membulat dan matanya mengerjap lucu. "Halo aku Laheca," katanya tiba-tiba. Tingkah lugunya mengundang tawa manusia dewasa yang ada di sekitarnya.
"Yahh, dia gak mau kenalan! Dia gak mau jawab!" Protesnya tidak suka karena diabaikan oleh bocah kecil—yang menurut Rahesa lebih kecil dari pada dirinya.
"Dia belum bisa ngomong Bro," Sekarang Angkel Babinya ikut bergabung dengan Rahesa di atas kasur.
Rahesa yang tadinya duduk bersila, terlihat tegang, takut untuk terlalu dekat, kini berguling dan ikut tengkurap mengarah pada bayi kecil di tengah-tengah ranjang setelah melihat Angkel Babinya melakukan hal yang sama.
"Aku Laheca, Angkel, bukan Blo."
Bobby tertawa tanpa suara, sengaja dia memancing Rahesa dengan memanggil bocah itu "BRO" yang pada akhirnya akan menjadi "BLO" apabila diucapkan dengan lidah cadel Rahesa.
"Angkel, kenapa dia belum bisa ngomong tapi mangap-mangap?" Pertanyaan yang sama diulang lagi.
"Mungkin dia lagi pengen mangap-mangap?" Jawab Bobby ngasal.
"Eh, dia boleh dipegang?" Rahesa bertanya kaget setelah melihat Bobby mengangkat sebelah tangan kecil Rya.
"Ya boleh lah. Ini kan punya Angkel."
"Kalo Laheca gak boleh pegang ya?" Bocah tiga tahun itu bertanya lagi dengan wajah polosnya.
"Gak boleh. Kan ini bukan punya Rahesa," Kata Bobby seraya merangkul tubuh Rya dengan lengan panjangnya, seperti memberitahukan pada Rahesa kalau Rya-nya tidak boleh disentuh oleh bocah gembul itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW KIDS ; iKON
Fanfiction"Let's meet with Our Family." ⚠️ Terdapat kata-kata kasar dan umpatan. Seluruh isi cerita hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, waktu dan tempat semuanya murni unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. ⚠️...