- 19 -

127 34 25
                                    

"Bangun! Trista! Bangun!"

Trista dengan berat hati membuka matanya yang rasanya lengket sekali. Samar-samar dia dapat melihat cahaya redup yang masuk menembus gorden kamarnya dan jam digital di sebelah ranjangnya yang masih menunjukkan angka 5.30.

Sarah sedang menatapnya sambil terus mengguncang-guncang bahunya, "Cepat bangun!"

"Setengah jam lagi, Mom." kata Trista serak.

"Kebakaran di dapur! Kita harus keluar!"

Kata-kata itu kontan membuat Trista tersadar sepenuhnya. Dengan panik dia meloncat turun dari atas ranjang dan memandang berkeliling. Dia menyambar jaket dan ponselnya, lalu mengikuti ibunya berlari ke luar kamar. Kemudian dia terhenti begitu mencapai puncak tangga.

"Aku lupa Zero!" Trista berbalik ke kamarnya dan menyambar kotak kaca Zero. Bisa dilihatnya kura-kura itu terbangun kaget karena kandangnya mendadak terguncang-guncang seperti itu.

"Cepat!" ibunya berteriak dari dasar tangga dan Trista buru-buru turun. Dia tidak melihat ada asap di mana pun, namun karena masih terlalu panik, Trista nurut saja mengikuti ibunya berlari ke ruang tamu...

"SELAMAT ULANG TAHUN!"

Suara letupan-letupan dan konfeti-konfeti bertaburan di atas kepala Trista, entah dari mana asalnya. Tahu-tahu sebuah kue bulat besar dengan krim berwarna hijau lembut ditambah hiasan cokelat dengan lilin berbentuk angka 18 sudah disodorkan di bawah hidungnya. Tim dan Sarah berdiri di hadapannya, tengah tersenyum bahagia, sementara orang yang memegang kue itu...

"LUCY?!" Trista kaget bukan main. Mereka bakal berpelukan seperti orang gila kalau saja tidak ingat ada kue di antara mereka.

Cewek itu nyengir, rambut cokelatnya sudah bertumbuh mencapai punggungnya sekarang. "Delapan belas bukan lagi tahun untuk kaget-kagetan, darling. Selamat ulang tahun."

Tiba-tiba pintu depan terbuka, "Apa aku terlam—oh." Claire berdiri lemas di sana, mengetahui dirinya terlambat dalam acara kejutan ini. "Sial."

"Claire..." kata Trista terharu, "...kupikir kau masih—"

"Maafkan aku, Tris. Kita lupakan saja semua yang sudah lalu. Aku seratus persen mendukungmu dan Lucas sekarang."

"Aku juga minta maaf..."

"Oh, aku harap kau suka warnanya," Claire menyerahkan bungkusan kecil berpita pink, "Satu pak kosmetik. Pemulas mata, concealer, pelembap wajah... dengar, aku yang seharusnya minta maaf masalah Lucas..."

"Siapa sih Lucas?" Lucy nimbrung.

"Tim, kameranya!" Sarah menyela buru-buru dan menyuruh Lucy dan Claire merapat di sisi-sisi Trista. Kemudian setelah Tim memberikan aba-aba, Sarah ikut berdiri di sebelah Lucy.

"Tiga... dua... tiup lilinnya Tris!"

Trista meniup lilinnya bertepatan dengan lampu blitz kamera menyala. Dia tidak sempat lagi merapikan rambutnya yang masih acak-acakan atau membenahi piamanya yang lecek bukan main.

"Apa-apaan kandang Zero itu?" Tim melongok dari balik kamera.

"Oh!" Trista sampai lupa bahwa dirinya masih memegangi kotak kaca Zero. Dia buru-buru meletakkannya di meja. Kemudian Tim meletakkan kamera yang sudah dipasangi timer di sudut ruangan, sehingga dia bisa bergabung untuk ikut difoto.

"Semuanya, katakan 'freeze'!" Tim berseru.

"Freeze!"semuanya berkata. Blitz kamera menyala lagi.

"Selamat ulang tahun, Nak." Sarah mengecup kedua pipi Trista terharu. Tim menghampiri Trista dan memeluk anak gadisnya itu.

"Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali." bisik Tim penuh arti.

ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang