"Aku kabur dari rumah." kata Trista.
"Apa?!"
"Cuma bercanda."
Diana menghembuskan napas lega bukan main ketika mendengarnya. Pasalnya, dia mendapati Trista berada di teras rumahnya Sabtu pagi, tanpa pemberitahuan sebelumnya kalau dia akan datang berkunjung.
"Trista ini tidak lucu. Aku sudah menculikmu selama kurang lebih sembilan tahun lamanya dan aku tidak berharap kedua orangtuamu akan memberiku pengertian lagi."
Trista menggeleng-geleng menanggapi komentar ironis itu. Diana menyuruhnya masuk. Di dalam tercium aroma manis dari dapur, aroma khas yang sudah lama tidak dicium Trista. Lima menit kemudian Diana kembali ke ruang makan, membawa nampan berisi kue-kue kering yang baru matang dari panggangan, yang segera dilahap Trista dengan bersemangat.
"Kangen sekali. Terakhir kali makan kue ini adalah saat kau memberiku sebagai kado ulang tahun." kata Trista tidak jelas, mulutnya penuh remah kue.
Diana hanya memandanginya sambil tersenyum. Namun pandangannya tampak menyelidik.
"Kau tidak ke rumahku pagi-pagi di hari libur hanya untuk 'mampir' mencicipi kue." katanya, "Ada apa?"
Trista berhenti mengunyah. Diana boleh bukan ibu kandungnya, namun soal kepekaan menebak isi hati Trista, wanita itu adalah juara satunya.
Segalanya baik-baik saja. Maksudnya, hubungan Trista dengan Tim dan Sarah setelah nangis-nangisan dan peluk-pelukan itu bertambah baik. Tetapi Trista sudah bukan anak kecil lagi. Dia tidak bodoh. Dia tahu ada yang kedua orangtuanya sembunyikan darinya. Dan Cliff ikut andil soal apapun itu. tetapi dengan segala kehebohan yang terjadi selama beberapa hari belakangan, ditambah kesibukan Cliff yang harus bolak-balik ke sekolah untuk mengurus berkas-berkas dan meningkatnya intensitas latihan band bersama Ted dan Ethan, rasanya sulit sekali menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan masalah ini kepada mereka bertiga.
"Aku memang kabur dari rumah." kata Trista, dan begitu melihat Diana melotot lagi, dia buru-buru menambahkan, "Kabur dari ibuku. Dua hari lagi prom. Dia mendesakku untuk latihan dansa dengan Dad seusai makan malam kemarin lusa dan tadi malam, dia marah-marah pada penjahit yang menelepon. Penjahitnya bilang mungkin gaunku nggak akan selesai tepat pada waktunya karena dia sedang kebanjiran pesanan, tapi Mom bilang dia tidak mau tahu dan mulai menyumpah-nyumpah dan mengatakan bahwa si penjahit seharusnya bisa menangani masalah sederhana seperti merombak gaun... jadi, sebelum dia sempat melakukan sesuatu seperti memasukkanku ke kursus dansa kilat atau apa, aku memutuskan ke sini."
Diana hanya tersenyum lembut menanggapi penjelasan panjang lebar dari Trista, "Dia hanya sedang berusaha, sweetheart. Dia berusaha menebus ketidakhadirannya untukmu."
Trista mendesah sambil memandangi potongan kue yang masih dipeganginya, "Dia berusaha terlalu keras."
Diana menyentuh punggung tangan Trista, "Dia belum bisa memaafkan dirinya. Sama seperti diriku karena telah mengambilmu darinya."
Trista menarik tangannya, "Tapi kau nggak memberikanku pada orang lain."
Diana tersentak. Dia memandang Trista dengan sorot tidak percaya.
"Kupikir kita sudah membicarakan ini."
Trista tidak menyahut. Dia hanya membuang muka ke arah jendela yang menghadap ke halaman belakang Diana.
"Trista?" panggil Diana.
Gadis itu memakan sisa kuenya dan menjawab, "Kemarin mereka meminta maaf padaku. Lagi. Mereka bilang itu kesalahan mereka. Bukan kesalahanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero
Teen FictionSaat berumur delapan tahun, Trista mengalami kecelakaan traumatis yang membuatnya kehilangan ingatan. Bertahun-tahun terpisah dengan kedua orangtuanya, kini mereka datang untuk membawa gadis itu pulang, ke rumah keluarga Frauss. Tetapi Trista bukan...