- 25 -

86 27 1
                                    

Diana tidak mengubah satu hal pun di kamar Daniela Malcolm. Kamar itu masih sama bersih dan sama nyamannya dengan yang Trista ingat terakhir kali. Perabotnya masih berada di tempatnya, walaupun segala pernak-pernik dan pajangannya menghilang dari sana, membuat kamar itu terlihat hampa.

Trista berkeliling rumah Diana sebentar—mengingat ini pertama kalinya sejak kepindahannya ke Redville dirinya berkunjung ke sini, tidak termasuk kunjungannya tempo hari untuk makan di Chérir bersama Diana—dan menyadari keanehan bahwa dia pernah menganggap tempat ini sebagai rumah, padahal sebetulnya bukan. Kasarnya, Diana menculiknya, entah bagaimana memalsukan identitasnya sehingga Trista bisa pergi ke sekolah sebagai Daniela Malcolm, membesarkannya seperti anak sendiri.

Sarah yang setuju menitipkan Trista, walaupun orangtua manapun tidak seharusnya menitipkan begitu saja anak kandungnya ke tangan orang asing. Diana yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang, walaupun dia memalsukan identitasnya dan berpindah rumah sepanjang waktu agar keberadaannya sulit ditemukan. Kedua pihak sama-sama bersalah, kedua pihak sama-sama menyadari kebodohan masing-masing. Itulah satu-satunya yang menyebabkan kasus serius ini tidak sampai ke tangan media.

Diana bahkan memperlihatkan berkas-berkas sekolah Trista yang dulu, menunjukkan bahwa semua biodatanya palsu, dan memberitahunya bahwa dia mendapat 'bantuan' membuat berkas-berkas palsu itu dari seseorang yang memang bekerja cukup profesional dalam bidang itu. Dan Diana cukup pintar untuk memilih sekolah-sekolah 'di luar peredaran', seperti sekolah-sekolah di perbatasan, di kota kecil, atau semacamnya yang tidak menetapkan aturan ketat dalam hal pendaftaran murid.

Trista memang sudah mampu mengatasi sebagian besar rasa frustasinya, namun kekecewaan yang mirip perasaan mual itu masih menghinggapi Trista sampai saat ini. Tetapi dia merasa tidak perlu berbuat apa-apa. Dan kalaupun kesempatan itu ada, dia tidak yakin dia mau berbuat sesuatu, karena Trista menyayangi kedua orangtuanya. Dan dia menyayangi Diana.

Jadi Trista tidak merasa anti untuk mengunjungi rumahnya dulu. Dia hanya merasa ini lebih seperti nostalgia pahit yang senang dilakukannya.

"Kau nggak ke sini hanya untuk 'mengobrol'." Diana menatapnya dari seberang meja makan, ketika mereka bersama-sama duduk menikmati teh di sana, "Aku tahu ada yang sedang kaupikirkan."

Trista benci ini. Sarah bukan satu-satunya yang memiliki indera tajam mirip laba-laba. Rasanya semua ibu di dunia punya indera mirip laba-laba.

"Aku nggak bisa menceritakan ini pada siapa-siapa selain kau." Trista menatap ke arah rak pajangan kaca di belakang Diana, dan mengamati pola rumit di salah satu piring hiasnya. Itu kebiasaannya ketika sedang berbincang serius dengan Diana di meja makan, "Aku merasa ini semakin gawat."

Diana terdiam sebentar, "Ini soal Cliff, kan?"

Trista menggeleng seraya meringis, "Apakah di dahiku tertempel nama cowok itu besar-besar?"

Diana tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengelus pegangan cangkir tehnya selama beberapa saat.

"Bagaimana Lucas? Kau banyak bercerita soal dia di telepon." katanya.

"Kami baik-baik saja. Dan itu yang membuatku tersiksa. Lucas sangat baik, manis, dan aku menyukai dia."

"Tapi kau juga menyukai Cliff."

Trista merasakan mata dan pipinya memanas ketika dia mengangguk perlahan, "Sangat."

Diana lagi-lagi tidak merespon. Wanita itu masih memandangi pinggiran cangkirnya dengan tatapan hampa. Trista juga sedang berusaha keras menahan luapan emosinya yang sekarang sedang merayap naik ke tenggorokannya. Dia tidak mau berubah menjadi tanggul jebol setiap kali itu menyangkut Cliff.

ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang