Awalnya Trista mengecek ruang tunggu tak jauh dari kamarnya, mengira Cliff bakal ada di situ, namun ketika tidak menemukannya, gadis itu mondar-mandir dari ujung koridor ke ujung lainnya. Dia pasti terlihat begitu bingung sampai-sampai perawat yang bertugas mengantar obat dan makanan ke kamar Trista melihatnya dan menghampirinya.
"Cari cowokmu yang tinggi itu ya?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat menggoda.
"Dia kak...uh, dia temanku." Trista masih merasa aneh harus menjelaskan identitas Cliff sebagai 'temannya' pada orang lain. Perawat itu menatapnya tak yakin.
"Apa katamu lah. Kupikir dia cowokmu. Tampangnya paling panik begitu kau tiba di sini kemarin malam. Dia juga terus menerus menungguimu di koridor rumah sakit saat kau masih pingsan. Bahkan barusan dia terus-terusan menunggu di luar..."
"Kau melihatnya?" sambar Trista, "Dia ke mana?"
Perawat itu menunjuk pintu darurat, "Tadi sih aku sempat melihatnya masuk situ. Mungkin dia ke atas cari angin."
"Apa pengunjung rumah sakit boleh keluar-masuk pintu darurat seenaknya?" tanya Trista keheranan, perawat itu tersipu.
"Well, harusnya tidak. Tetapi sore tadi dia memergokiku keluar pintu darurat membawa bungkus rokok. Dia bilang dia tidak bakal ngadu macam-macam ke dokter jaga kalau aku membolehkannya ke atas."
"Jadi, apa kau membolehkanku ke atas mengingat ada kemungkinan aku bakal mengadukanmu juga ke dokter jaga?"
Perawat itu berbalik sambil menggerutukan 'terserah' dengan jengkel, sementara Trista sambil tersenyum geli membawa bungkusan makanannya ke pintu darurat, menaiki tangga menuju pintu keluar paling atas.
Dengan napas tersengal-sengal dan lutut kepayahan, Trista bersorak dalam hati ketika akhirnya dia mencapai anak tangga teratas dan sukses membuka pintu di puncak tangga. Angin kencang yang bertiup di atap gedung rumah sakit segera menerpanya, namun untunglah bukan angin yang membekukan tulang, mengingat dia hanya mengenakan piyama, jaket tipis, dan sandal kamar. Cliff memang ada di sana, berdiri dekat tembok pembatas di seberang pintu dalam posisi membelakanginya.
"Sedang mengawasi keamanan kota?" Trista menyeletuk, menyebabkan Cliff tersentak dan berpaling kaget, "Dan bersiap terjun bebas dalam kostummu kalau melihat ada yang nggak beres?"
"T?" Cliff tergagap, "Kau... bagaimana—"
"Suster memberitahuku." Trista menghampiri Cliff dan mengeluarkan kotak makanan jatah Cliff, "Makananmu. Mom dan Dad menunggumu di kamar untuk makan bareng, tapi kau nggak kunjung datang."
Trista menyerahkan garpu pada Cliff. Cowok itu menerima makanan dan garpunya, tetapi tatapannya tetap tertuju pada Trista.
Trista celingukan mencari-cari tempat duduk, namun tidak menemukan satupun. Alih-alih, dia melihat pipa saluran udara yang keliatannya kokoh dan duduk di situ, mulai mengeluarkan kotak makanannya sendiri yang sudah setengah dimakan, "Kau mau berdiri terus di situ seperti orang linglung atau mulai memakan makan malammu?"
Cliff menuruti perkataan Trista dan duduk di sebelahnya. Namun Trista dapat merasakan tatapan Cliff masih belum lepas darinya.
"Apa?" tanya Trista jengah.
"Nggak ada kata-kata?" tanya Cliff.
"Kata-kata apa?" Trista menusuk kentang rebusnya.
Cliff mengambil kotak makan dari tangan Trista dan berkata tak sabar tanpa memedulikan protes cewek itu, "Kau ingat siapa aku."
Trista akhirnya membalas tatapan intens yang sedari tadi ditujukan Cliff padanya. Mendadak dia teringat trik psikologis yang digunakan Lucy padanya untuk menanggapi curhatannya kemarin dulu. Trista menghela napas dan memulai, "Lantas, kau mau aku mengatakan apa? Marah-marah padamu soal kau yang menyembunyikan jati dirimu selama ini, atau memelas-melas padamu untuk memberikan penjelasan mengapa kau nggak memberitahuku saja sejak awal bahwa kau bukan kakak kandungku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero
Teen FictionSaat berumur delapan tahun, Trista mengalami kecelakaan traumatis yang membuatnya kehilangan ingatan. Bertahun-tahun terpisah dengan kedua orangtuanya, kini mereka datang untuk membawa gadis itu pulang, ke rumah keluarga Frauss. Tetapi Trista bukan...