"Udah tau percaya sama dia lagi itu cuma buang-buang waktu, tapi masih gue lakuin. Dasar gue."
Begitu keluar kelas, Adnan langsung berlari menuju parkiran. Tujuannya agar bisa cepat bertemu Aster di dekat sekolah, mengajaknya pulang bersama.
"Kak Adnan." Panggil seorang gadis dari belakang. "Kakak, Kak Adnan kan."
Adnan menoleh, kedua alisnya bertaut bingung. "Miranda?" Gadis itu berjalan mendekatinya.
"Kak Adnan, boleh gak Mira nebeng pulang. Soalnya gak ada yang bisa jemput Mira." Gadis yang masih berseragam putih biru dengan atribut mos lengkap itu meminta bantuan pada Adnan. Miranda, gadis manis berambut coklat yang pernah membuat Adnan hampir melabuhkan hati padanya. Sosoknya yang anggun, bersamanya Adnan merasa tenang. Adnan mengenalnya saat berada di SMP, tepat saat Aster pergi Miranda mulai masuk ke hidupnya. Namun sayangnya Adnan baru mengetahui bahwa Miranda adalah adik Ernest, musuh bebuyutannya. Karena hal itu pula Adnan mulai berusaha menjaga jarak dengan Mira. Adnan terkejut melihat Mira satu sekolah lagi dengannya saat ini.
Sulit bagi Adnan untuk menolak. "Kenapa gak mesan ojek atau taxi online aja Mir?"
"Kak Adnan gak bisa ya nganterin Mira pulang? bukannya Mira gak mau tapi Mira takut." Gadis itu menurunkan pandangan. "Yaudah kalau Kak Adnan gak bisa gak pa-pa. Mira gak maksa."
"Eh bukan gitu Mira. Yaudah tunggu disini bentar. Gue mau ngambil motor." Adnan tak bisa menolak. Setidaknya gadis ini pernah menjadi sandaran bagi Adnan. Mira tersenyum, tampak bahagia yang begitu mendalam dari senyum itu, inilah yang membuat Adnan susah melupakannya, Mira terlalu polos.
***
"Ter gue duluan ya." Kata Vanya ketika melihat bis yang mengarah kerumahnya datang.
"Iya. Hati-hati Van." Aster berdiri melambaikan tangannya ke arah Vanya. Kemudian ia duduk kembali, menetap di halte, menunggu bus kearah rumahnya yang entah kapan akan tiba.
Aster menggulir instastory di Instagramnya. Saat-saat yang paling Aster benci, menunggu. Walau pasti bis itu akan datang tapi entah kapan waktunya tiba. Jalanan ini sepi, setiap ada kendaraan lewat suaranya nyaring terdengar. Deru motor besar terdengar ditelinga Aster, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya kearah motor.
"Adnan?" Tanya-nya entah pada siapa.
Aster menghembuskan nafas kasar. "Hahahaha." Ia menertawakan dirinya sendiri. "Sulit dipercaya. Gue ngasih kesempatan buat orang yang salah. Gue buang-buang waktu buat coba nerima Adnan lagi, kenyataanya apa? Dia sama sekali cuma mau mainin perasaan gue."
Aster menyimpan handphone nya kedalam saku. "Dasar gue. Bodoh banget sih lo Aster, kenapa lo percaya sama bullshitan Adnan. Keputusan lo nganggap Adnan orang yang gak bisa dipercaya udah tepat, buat apa lo coba untuk percaya sama dia lagi Aster. Buktinya baru satu minggu dia ngajakin lo balikan, tapi sekarang udah berani boncengin adik kelas. Bego gue ya." Aster bicara sendiri, tertawa sendiri persis orang yang kehilangan akal.
Sebuah motor berhenti dihadapannya. "Ojek dek?" tawarnya.
"Enggak." Jawab Aster.
"Ayolah dek, lo gak bakal nemuin bis lagi jam segini."
"Enggak Bang."
"Kenapa nolak, Abang bukan orang jahat kok dek."
"Saya gak mau naik ojek."
"Cantik-cantik kok ketus banget sih." Tukang ojek itu turun dari motornya dengan helm yang masih menempel di kepala, mendekati posisi Aster.
"Jangan mendekat. Saya bakal teriak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster
Fiksi Remaja[UPDATE TIGA KALI SEMINGGU (SELASA, KAMIS, MINGGU)] "Sekalipun cuma lo laki-laki yang ada di dunia ini, gue gak bakal bisa percaya lagi sama lo." -Aster Natusha Alkania "Sekalipun gak ada lagi yang bisa percaya sama gue lagi di dunia ini, gue bakal...