17| Ternyata Lampion

410 17 0
                                    

"Meninggalkan masalah hanya akan menumpuknya, bukan menyelesaikan."

Aster duduk di gazebo dekat pos satpam, menunggu jemputan ayahnya. Sejak bel pulang tadi, Aster cepat berlari ke gerbang sekolah, ia takut ayahnya sudah menunggu.

Adnan berhenti tepat di depan Aster. "Papa beneran jemput?"

"Iya tadi katanya udah otw."

"Yaudah aku temenin nunggu." Adnan turun dari motornya, ikut duduk disamping Aster.

"Lo pulang duluan aja gakpapa."

"Mana mungkin aku ninggalin kamu sendirian disini."

Tiiiiin, tiiiiin. "Woi bucin, pulang woi!" Zaki dan Fero meneriaki mereka berdua.

Mata Aster tertuju pada satu arah, berharap cepat ayahnya datang. Mata Aster langsung berbinar begitu melihat mobil yang dikenalinya datang. "Nah tuh dia."

Melihat reaksi Aster, Adnan ikut tersenyum bahagia. "Udah lama gak ketemu sama calon mertua."

"Ih siapa juga yang mau punya menantu kayak lo." Aster langsung menanggapi gumaman Adnan.

Papa Aster membuka pintu mobil, kemudian turun. Aster berlari kearah papanya. "Papa kenapa telat banget sih."

"Kamu gak sabar banget ya sayang."

"Hai om." Adnan beejabat tangan dengan Papa Aster.

"Adnan? Kamu sekolah disini juga? Emm, pantesan Aster milih sekolah ini kemarin. Ternyata kamu."

"Ih bukan karena Adnan Aster mau sekolah disini Pa. Karena sekolah ini deket rumah makanya Aster mau sekolah disini." Aster membantah perkataan papanya.

"Kalo udah jodoh pasti bakal ketemu lagi kan om?" Dengan agresifnya Adnan mengatakan itu pada papa Aster.

"Bisa aja kamu." Papa Aster mengusap kepala Adnan. Adnan terkekeh. "Yaudah kalo gitu Adnan mau ikut kita makan?" tawar Papa Aster pada Adnan.

"Lain kali aja deh kayaknya om. Soalnya masakan Bunda hari ini enak, nanti saya dimarahin kalo gak makan dirumah." Tolak Adnan sopan.

"Hehe, yaudah kalo gitu kita duluan ya Nan."

"Oke om, hati-hati." Adnan melambaikan tangan kearah ayah dan anak itu.

***

Ayah Aster mengajak putrinya makan disebuah restoran bintang lima. Mengambil meja sudut didekat jendela, sehingga pemandangan asri terlihat memanjakan mata.

Seorang pelayan memberi buku menu pada mereka. "Kamu mau apa?" Tanya ayahnya.

"Samain aja sama Papa." Aster tidak terlalu pemilih soal makanan, ia bisa makan apa saja, Aster juga tidak memiliki alergi apapun. Apalagi ia makan bersama orang yang ia sayang, makan ubi rebus pun akan terasa nikmat.

Papa Aster mengatakan apa yang ia pesan pada pelayan itu. Kemudian pelayan itu pergi.

"Aster Papa mau tanya sesuatu sama kamu."

"Kenapa pa?"

"Bagaimana sikap ibu tiri kamu sama kamu?"

Aster bukan tipe orang yang mudah mengadu, jika bisa sebisa mungkin ia simpan semuanya sendirian. "Baik kok, biasa aja Pa."

"Papa harap kamu jujur."

"Iya gitu deh Pa."

"Papa udah denger semuanya dari Bi Ira."

"Soal apa Pa?"

"Kenapa kamu gak pernah cerita sama papa, kalo ibunya sarah ikut tinggal dirumah?"

"Aster pikir papa udah tau." Aster berbohong, sebenarnya Sarah mengancam Aster untuk tidak memberitahu ayahnya.

"Terus kenapa kamu gak bilang kalo kamar kamu diambil sama adiknya Sarah?"

"Aster yang nawarin dia Pa, kasian kan kalo adiknya harus berbagi kamar sama mamanya." Lagi-lagi Aster berbohong, padahal Aster diusir dari kamarnya sendiri.

"Papa gak suka ya kalo kamu terus ngalah gitu. Kamu itu anak papa, kamu anak seorang pengusaha kaya, Alkan. Kamu berhak ngatur rumah kamu sendiri Aster."

Aster diam.

"Kamu mau pindah kerumah lain? Papa bisa turtin apa mau kamu Ter." Aster tak butuh semua itu, Aster hanya ingin tinggal bersama papanya.

Aster menggeleng, "Aster tetap mau satu rumah sama dia."

"Kenapa Ter. Liat badan kamu kurus kayak gini, dia itu mau nyiksa kamu." Tak bisa Aster katakan alasan sejujurnya. Ia ingin melindungi ayahnya dari macan betina macam Sarah.

"Aster mau terus liat papa sehat terus."

Terenyuh hati Alkan, gadis kecilnya kini telah tumbuh dewasa tanpanya. Ia tumbuh menjadi seorang putri yang baik hati, Alkan tak menyadari itu.

"Papa gak mau nikah sama Sarah, dia terus nyudutin Papa. Papa tau, Papa sadar apa maksudnya. Dia bahkan ngancem mau nyakitin kamu kalau papa nggak nikahin dia. Maafin kekhilafan papa sayang."

"Papa gak salah, Aster tau ini bukan kemauannya papa."

"Tenang sayang, papa lagi nyari bukti buat cerai sama dia. Kamu bertahan sebentar lagi ya sayang."

"Aster sayang papa."

***

Malam ini Aster tidak bisa tidur, Papa nya sudah pergi lagi usai mengantar Aster pulang. Matanya tak bisa mengatup cepat. Ia teringat kado Adnan tempo hari belum dibukanya. Dibukanya laci terbawah nakas, Aster ambil kotak yang masih terbungkus rapi itu.

Ukurannya lumayan besar, Aster buka perlahan kertas pembungkus itu, kemudian dibukanya pula kotang kemasan isi kado tersebut. Ternyata lampion.

Aster mengernyit bingung, kenapa Adnan mengajak Miranda jika hanya ingin membeli lampion biasa. Sespesial itukah lampion ini. Aster bergerak menuju colokan listrik, dimatikannya sakelar lampu ruangan itu, kemudian dihubungkannya lampion itu pada sumber listrik.

Wahhh, ternyata lampion ini memang spesial. Seluruh dinding kamar Aster terpancarkan cahaya oleh lampion itu, dalam gelap lampion itu berbayang. Aster terprsona dengan bayangan lampion itu. Di langit-langit kamar Aster terdapat bayangan dua orang yang berada disebuah savana memandang langit malam yang bertabur bintang indah. Ternyata Adnan masih ingat, Aster sangat menyukai langit malam. Dulu, mereka pernah memandang langit seperti ini di balkon rumah Adnan. Adnan pernah bertanya, apa yang paling ingin Aster lakukan. Aster jawab saja memandang langit malam bersama orang yang ia cintai di ujung bumi. Lalu Adnan menyanggah karena bumi gak ada ujungnya, Adnan mau mengajak Aster ke padang rumput untuk melihat bintang.

Aster benar-benar takjub dengan hadiah yang diberi Adnan. Dibawah bayangan laki-laki dan perempuan itu, ada tulisan don't be sad, you're not alone, you're one of them. I STILL LOVE YOU, ASTER.

Aster tak bisa terus-terusan membohongi dirinya sendiri, tapi rasa gengsi untuk mengakui lebih mendominasi.

Aster merasa ada sesuatu dibagian bawah lampion itu, ia pastikan ternyata benar. Sebuah kertas yang terlipat empat ditempelkan dibawah lampion itu. Aster ambil kertas itu, ternyata berisi ucapan dan harapan yang ditulis tangan oleh Adnan sendiri.

For my dearest Aster.

Happy birthday babe, semoga diumur yang udah legal ini kamu bisa jujur sama perasaanmu ya sayang. Don't affraid, I'll not leave you alone. You're special, all of you is my favorite. Gak tau apa filososfi kasih kamu lampion ini, cuma keinget aja sama impianmu dulu. Kalo malem-malem kamu insom, nyalain aja lampionnya, kalo kamu pengin ditemenin, jangan lupa telpon aku. Aku selalu ada buat kamu.

Inget, aku selalu ngucapin selamat tidur sayang. Jangan lupa mimpiin aku. I just wanna say, I too fall in love with you. Salam sayang buat orang tersayang, I Love You.

***
Jangan lupa vote dan komennya 💕💕

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang