5|Kafetaria

627 24 1
                                    

"Ada lo ada gue dan ada kenangan kita diantara itu semua."

Gadis itu membuka mata, melirik jam beker diatas nakas. Pukul 4 pagi, ia terbangun sebab mimpi yang tak menyenangkan. Aster berusaha menutup mata agar terlelap kembali, namun matanya menolak. Ia ambil handphone miliknya diatas nakas, menggulir-gulir hingga menutupnya kembali.

Aster membuka pintu kamarnya. Seperti biasa rumahnya sepi, gelap, dingin, namun menyesakkan. Seperti biasa pula ayahnya tak berada dirumah, ibu barunya berpesta foya dengan minuman keras bersama teman-temannya. Bagaimana tidak ayahnya menikah kembali dengan wanita yang usianya tidak terlalu jauh dengan Aster. Jelas Aster tak menyetujui, namun sang ayah tak memperdulikan. Sejak awal Aster tau bahwa wanita itu tak tulus mencintai ayahnya, wanita itu hanya menginginkan posisi, uang, dan kebebasan yang ayah Aster miliki.

Aster tak terlalu peduli dengan keberadaan wanita itu dirumah ini. Aster hanya menganggap ia tinggal dirumah ayahnya, ia tak merusak, ia tak menyusahkan. Ia ingin hidup tenang.

Pagi-pagi sekali Aster turun dari kamarnya. Duduk sendiri di meja makan rumah sebesar ini. Bi Ira, asisten rumah tangganya membuatkan nasi goreng untuk sarapan. Ditengah waktu Aster makan, Ibu mudanya datang masing mengenakan pakaian terbuka, rambutnya berantakan, bau alkohol menyengat membuat Aster mengibaskan tangannya.

"Kalo mau minum-minum jangan dirumah. Nanti kalo ada tamu papa, malu diliatnya." Aster memprotes kelakuan perempuan itu.

"Suka-suka gue dong, rumah juga punya suami gue." Inilah yang membuat Aster enggan berbicara dengan perempuan ini. Perbedaan umur yang tidak terlalu jauh membuat perempuan itu semena-mena berlaku sesuai usianya pada Aster. Sebagai sosok anak yang dahulu pernah dididik agar disiplin Aster terkadang tak sampai hati untuk berbicara kasar, namun jika prilaku perempuan ini begitu mengesalkan Aster tak segan-segan melawan perkataannya.

"Dasar muka dua. Didepan papa gue lo sok perhatian banget, giliran papa gak ada lo berlaku seenaknya. Mikir dong lo hidup dengan harta siapa disini." Aster tak bisa bungkam melihat situasi seperti ini.

"Bodo amat. Lo gak usah sibuk mikirin hidup gue, urusin aja tuh makam ibu tiri yang lo sayangin itu." Sarah mengambil gelas yang berisi susu putih didepannya, "Ohya, nanti mama gue bakal dateng dan tinggal disini sampai papa lo pulang. Awas lo bilang ke bokap lo."

"Lo kok jadi seenaknya gitu sih. Sekalian aja undang semua keluarga lo buat tinggal disini."

"Iya lagi diusahain. Uang bokap lo banyak, bakalan cukup buat jadiin keluarga gue kaya."

Aster tak tahan lagi berdebat dengan perempuan itu. Ia ambil gekas susu didepannya dan meneguk beberapa kali. Bangkit, Aster pergi meninggalkan perempuan yang ia anggap gila itu.

"Dasar benalu gak tau diri."

***

Aster tak pergi ke halte lagi unuk menunggu bis yang tak akan pernah datang. Ia duduk di pos satpam dekat gerbang sekolah seperti biasa, menunggu jemputan si supir pribadi. Namun, sudah berapa kali Aster coba menghubungi, tak ada jawaban dari si supir.

"Yuk pulang bareng gue." Adnan menyeru dari atas motor besar didepan pos.

"Males."

"Lo mau disitu sampai kapan? Mau nunggu Keano nawarin tebengan lagi? nggak bakalan ada." Adnan melepas helmnya kemudian berjalan mendekati Aster. "Lo mau jalan sendiri atau gue tarik?" Adnan menjulurkan tangannya kearah Aster.

"Apaan sih lo kok maksa banget. Gue gak mau."

"Oh mau ditarik." Adnan memegang tangan Aster menarik paksa agar gadis itu berdiri.

Melihat Adnan berlaku seperti itu, Aster meminta agar tangannya dilepas. "Gue bisa jalan sendiri. Gak usah pegang-pegang gitu." Aster berjalan didepan diikuti Adnan dibelakangnya.

"Kak Adnan!" panggil seorang gadis,

Adnan dan Aster menoleh kesumber suara.

Gadis itu berjalan mendekati mereka. "Kak Adnan pulang sama kakak cantik ini ya? Yah gak bisa dong Mira nebeng pulang lagi." Kali ini Miranda telah memakai seragam putih abu lengkap dengan dasinya.

Adnan tersenyum dalam, "Sori yah Mir, gue udah diajakin pulang sama nih cewek. Nanti kalo ada taxi didepan bakal gue panggilin buat lo. Atau mau gue anterin nyari taxi dulu didepan?" Tanya Adnan lembut.

"Eh gak usah kak, biar Mira nunggu jemputan aja disini. Mungkin nanti Kakak Mira bakalan jemput Mira. Makasih ya Kak Adnan."

"Yaudah kalo gitu, kita duluan ya Mir." Adnan memasang kembali helmnya.

"Iya kak, hati-hati ya kak."

"Siyap bossque." Adnan menstarter motornya, lalu menarik Aster agar cepat duduk di tempat penumpang.

***

"Itu cewek yang lo tebengin kemaren?" Aster bertanya suaranya pelan kalah dengan suara motor Adnan.

"Apa?" Adnan kurang jelas mendengan perkataan Aster.

"Cewek yang lo anterin balik kemaren dia?" Aster mengulang pertanyaannya.

"Iya dia. Namanya Miranda."

"Lembut banget lo ngomong sama dia."

"Dia itu orangnya emang manja, jadi gue harus bicara pake perasaan biar dia gak takut sama gue."

"Giliran bicara sama dia pake perasaan. Giliran sama gue pake kekerasan." Aster memprotes cara Adnan.

Adnan terkekeh geli. "Lo mau dilembutin juga? yaudah kalo gitu gue bicaranya pake aku kamu aja ke lo mau?"

"Gak, enggak, enggak. Bukan gitu maksud gue, geli gue dengernya."

"Aster bukannya gue beda-bedain cara gue bicara antara lo sama Miranda. Tapi emang lo itu orangnya keras, jadi boomerang kalo gue lembutin, gak mempan."

Aster diam, kemudian melihat sekelilingnya. "Adnan lo mau bawa gue kemana. Rumah gue bukan arah sini lagi. Lo gak tau kalo gue udah pindah?"

Adnan meminggirkan motornya. "Lo udah pindah Ter? Kok gak bilang gue sih. Dimana rumah lo yang sekarang?"

"Griya Anggita."

"Eh bego kenapa gak bilang dari tadi."

"Kok lo jadi nyalahin gue sih. Yang maksa buat nganterin gue balik siapa? Lo kan. Seharusnya lo yang nanya dari tadi."

Adnan membelokkan motornya. "Gue udah keburu laper. Cari makan dulu yuk."

"Males ah."

"Kok gitu?"

"Gue gak ada selera kalo makan deket sama lo."

"Oh gitu. Yaudah kita latih biar lo terbiasa makan deket orang tersayang."

"Siapa juga yang sayang sama lo."

"Gak boleh gitu pacar. Aku ini pacar kamu, kamu harus sering-sering makan bareng aku dong."

Aster mencubit bahu Adnan. "Lo itu nyebelin banget, tau gak sih."

Adnan memarkirkan motor disebuah Kafetaria terdekat. Sebenarnya ini adalah Kafetaria favorit mereka dulu. Disini banyak terukir kenangan manis diantara mereka. "Yuk kita throw back masa yang indah dulu." Adnan turun dari atas motor, sementara Aster diam ditempatnya.

"Gak ada tempat lain apa?"

"Udah lama gue gak kesini semenjak lo pergi. Padahal gue suka banget tempat ini."

"Gue gak."

"Ada gue, ada lo, dan ada kenangan kita."

"Lo lupa satu hal, ada Shena juga diantara itu semua."

***
🍂🍃

Mianheee telat update kemaren <3
Jangan lupa vote dan komennya yaa 👌

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang