Vanya berlari seolah telah terjadi bencana yang luar biasa. Kesana kemari entah mencari siapa, begitu melihat Adnan berjalan dengan rombongan segera ia berlari kearahnya.
"Nan lo udah baca mading?" tanya-nya dengan nafas terengah.
"Ada apa di mading?"
"Aster! Ayah Aster! ada gosip buruk tentang ayahnya."
"Maksud lo apa Van?" Zaki bertanya pada Vanya. Adnan langsung berlari kearah mading meninggalkan teman-temannya yang masih menginterogasi Vanya.
Lagi-lagi mading pikir Adnan, seandainya ia memiliki kuasa sudah ia copot dan bakar mading itu. Dasar mading, sudah berulang kali ia ingatkan pada mereka, apa maunya mereka merusak reputasi Aster. Semua berita yang mereka sajikan salah, mereka ingin Aster ditendang dari sekolah.
AYAH ASTER SEORANG PEMAIN WANITA. Adnan melihat tulisan yang di print out dengan huruf besar dan tulisan diboldkan itu terpampang besar hampir di setengah bagian mading. Adnan geram ia buka kaca mading itu kemudian melepaskan setiap lembar yang tertempel. Ia berharap semoga hari ini gadis penyuka sastra itu tak melihat isi mading, sehingga tidak akan menyakiti hatinya.
"Bubar-bubar, apasih yang kalian liat disini. Ini bukan tontonan!!" Adnan menepis-nepiskan tangannya kearah kerumunan penyebar gosip di depan mading ini. Layaknya wartawan, sebuah berita akan tersebar cepat di SMA Bima Sakti ini.
"Oh pantes aja anaknya jadi penggoda ayahnya aja suka main wanita." Shasha dengan gerombolannya membaca sisa-sisa kertas yang belum dilepas oleh Adnan.
"Tutup mulut lo Sha. Gue heran setiap ada gosip tentang Aster lo selalu jadi yang terdepan, jangan-jangan lo yang suka nempel gosip-gosip itu disini?"
"Ternyata cinta sebuta itu. Sorry cara gue ngejatuhin orang gak segampangan ini." Shasha membatah tudingan Adnan terhadapnya.
"Lo pikir gue percaya? Terserah mau cara lo gampangan atau apa, kalo lo terbukti bersalah gue gak bakal segan-segan buat ngeluarin lo dari sekolah ini."
"Of course, buktiin aja, toh yang berkuasa juga bukan lo. Emang kalo lo ngomong gue bersalah para guru bakal percaya? Gak ada yang bisa percaya sama lo Adnan!" Shasha mengibaskan rambutnya, beranjak pergi dari tempat mereka saat ini.
"Kita liat aja nanti!"
Satu-satunya harapan Adnan saat ini adalah semoga Aster tidak atau belum melihat mading. Usai ia melepaskan berlembar-lembar kertas itu, ia ingin menemui Aster. Namun, kemana-mana Adnan mencari ia belum menemukan gadis itu. Adnan sangat berharap semoga gadis itu baik-baik saja, ia mencoba untuk tetap tenang, emosi tak ada gunanya ia tak akan dapat menemukan Aster jika dalam dirinya masih ada gejolak emosi.
***
Hanya ada suara tetesan air keran yang ada disini. Aster meringkukkan badannya. Kapan dunia ini akan berpihak padanya, mengapa manusia-manusia ini begitu jahat padanya. Apa yang telah ia perbuat sehingga mereka tak pernah suka melihat Aster bahagia. Apakah Aster hidup menjadi masalah bagi manusia-manusia itu.
Aster amat sangat menyukai sastra, jadi seperti biasa setiap harinya ia selalu menyempatkan diri untuk melihat mading. Disepanjang ia berjalan, siswa lain sibuk berbisik sambil menatap Aster hina. Apa salahnya ia pikir saat itu. Alangkah terkejutnya hati Aster begitu melihat hampir sebagian isi mading penuh dengan gosip tentangnya. Aster tak kuasa, air matanya tumpah saat itu juga. Ia berlari, kian kemari tak tau arah, tak tau pada siapa ia harus menumpahkan semuanya. Hingga sampailah ia disini, dalam toilet yang sunyi ini. Begitu masuk ia langsung mengunci diri dalam toilet ini.
Apa salahnya jika ayahnya menikah dengan banyak wanita. Terlalu kasar mereka menatakan ayahnya pemain wanita, ayahnya tidak seperti itu. Ayahnya menikah, dan itu sah dimata siapa saja. Ayahnya bukan orang yang pergi tidur dengan lain wanita setiap malamnya, bahkan tidak memiliki kesempatan untuk itu. Aster penasaran siapa orang yang ingin sekali menghancurkan reputasinya. Selama ia sekolah disini, ia tidak pernah tenang. Semakin dia abaikan semakin sering orang itu merusak privasinya. Bukan Aster lebay atau terlalu melebih-lebihkan, namun ini bukan satu atau dua kalinya orang itu menyebarkan berita-berita ngawur tentang Aster. Aster terlalu tidak perduli terhadap masalah sebelumnya, namun lama-lama ia merasa jengah dengan gosip yang salah tersebut.
Air mata Aster terus mengalir sementara hati dan pikirannya bekerja. Oke, anggaplah masih biasa saja jika mereka menuding Aster macam-macam, tapi apa salah ayahnya. Kenapa mereka menarik ayah Aster dalam masalah ini. Toh sekalipun ayah Aster punya banyak wanita tidak ada urusannya dengan mereka. Semakin dibiarkan semakin dalam privasi Aster dikuaknya.
Suara pintu terbuka, Aster masih diam ditempatnya ia tak bergerak sedikitpun agar mereka tak curiga ia ada disini. Samar-samar Aster mendengar suara gadis-gadis lain yang bergosip tentangnya di toilet ini.
"Gak nyangka gue bapaknya Aster orang gituan."
"Panteslah anaknya suka nggoda laki-laki, keturunan orang kayak gitu."
"Emang Aster suka nggoda orang?"
"Eh lo gak tau dia itu gakpunya temen cewek, setiap gue lihat dia itu mainnya sama Zaki, Fero, Adnan, bahkan Keano, orang yang cuek sekalipun bisa dia genggam."
"Ih amit-amit deh punya anak kayak dia."
"Hiii, gue juga ngeri. Kabarnya mamanya Aster itu meninggal karena makan hati perilaku suaminya."
"Ah masa iya?"
"Iya kata orang."
Aster tak sanggup lagi mendengarkan perkataan mereka. Ingin sekali ia melabrak orang-orang itu mengatakan bahwa ia bisa mendengar semuanya. Tapi percuma, apa dayanya, semua orang telah beranggapan dia buruk. Sekalipun kebenaran menguntungkan yang ia sampaikan ia yakin orang-orang akan memilih jawaban salah yang akan merugikan.
Bagaimana ia harus bertahan. Ia tidak mungkin bercerita dengan ayahnya masalah ini. Aster tidak ingin ayahnya tau betapa terpuruknya Aster saat ini. Aster menyayangi ayahnya, ia yakin ayahnya juga demikian.
Tuk, tuk, tuk suara ketukan pintu berjeda terdengar jelas ditelinga Aster. Ia tak ingin menjawab bahkan sebenarnya tak mampu. Ia tahan tangisnya, bibirnya bergetar hebat. Ia takut jika manusia-manusia itu menemukan keberadaannya, ia takut dengan semua perlakuan mereka.
"Ter ini gue. Lo didalem kan?" Aster kenal persis suara ini, pasti Vanya si pengetuk pintu ini. Namun Aster masih diam, ia tak berani mengeluarkan suara.
"Ter, lo jangan sembunyi kayak gini. Lo harus kuat, lo harus buktiin bahwa lo gak selemah yang mereka pikir."
Perlahan Aster berdiri, membuka pintu itu. Ia lihat Vanya, sontak saja gadis itu langsung memeluk Vanya. Air matanya tumpah begitu saja, ia tak bicara namun air matanya menjelaskan segalanya.
"Gue tau lo kuat. Lo yang sabar Ter. Gue dipihak lo, gak peduli apa kata mereka lo tetep sahabat bagi gue."
Aster mengangguk-angguk, ia masih beruntung memiliki sahabat macam Vanya. Ia sangat berterima kasih, walau ia terpuruk ia masih memiliki sosok penguat macam Vanya untuk menyokongnya agar berdiri lagi.
***
Selamat Pagi,
Jangan lupa tinggalkan jejak ya teman-teman
salam sayang dari author hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster
Teen Fiction[UPDATE TIGA KALI SEMINGGU (SELASA, KAMIS, MINGGU)] "Sekalipun cuma lo laki-laki yang ada di dunia ini, gue gak bakal bisa percaya lagi sama lo." -Aster Natusha Alkania "Sekalipun gak ada lagi yang bisa percaya sama gue lagi di dunia ini, gue bakal...