4| Kaca, Luka, dan Obatnya

712 24 0
                                    

"Katakanlah kaca yang pecah masih dapat kau perbaiki, namun pikirkan lagi luka pada jarimu yang akan terjadi nanti."

Pagi-pagi sekali Aster datang kesekolah. Saat ini dikelasnya hanya ada Arumi, si gadis islami yang mengenakan kerudung panjang hampir sampai kaki.

"Pagi Rumi." Sapa Aster menuju bangkunya.

"Waalaikumsalam" Jawab gadis itu.

"Eh. Assalamualaikum, hehe." Aster kembali memberi salam malu.

Belum lama setelah itu Vanya datang setengah berlari. Duduk cepat kemudian mengeluarkan buku bersampul oranye miliknya. "Lo udah PR Kimia Ter? Liat dong gue ketiduran tadi malem, bangun-bangun udah jam lima, gak sempet lagi."

"Bentar." Aster mengambil buku bersampul sama, kemudian mengantarkannya menuju tempat Vanya.

"Nih." Aster menyodorkan buku yang ia bawa. "Kenapa lo gak bilang kemaren kalo bis yang ngarah kerumah gue gak bakal dateng lagi jam segitu?"

Vanya mengerutkan dahinya. "Rumah lo dimana ya?" Vanya seolah-olah lupa. "Sori, sori gue beneran lupa kemaren. Soalnya kan lo ga pernah pulang bareng gue."

Aster meneloyor kepala Vanya.

"Eh terus lo gimana? Bukannya lo bilang gak ada yang bisa jemput lo?" Vanya mengambil buku yang diberi Aster, membuka halaman yang berisi jawaban kemudian menyalinnya.

"Gue pulang bareng Keano." Aster ikut duduk disamping Vanya.

Vanya berhenti menulis, menoleh kearah Aster. "Keano?"

"Iya Keano. Lo tau dia?"

"Keano Galang Santoso? Si ketos kelas XI IPA 1?"

"Iya dia."

"Oh my gosh! Gila, lo baru seminggu sekolah udah dianterin pulang sama orang kayak Keano? Salut gue."

"Apaan sih. Lebay deh lo." Aster bangkit, berjalan menuju bangkunya.

"Ter, gue kasih tau ya. Keano itu idola banget, walaupun banyak cewek lebih suka ke Adnan tapi bagi gue Keano itu cowok idaman. Gini gue kasih lo perbandingan, Keano itu pinter, keren, ganteng, ketua organisasi, gak banyak masalah, gak playboy, pokoknya idaman deh. Sementara Adnan biar ganteng tapi sifatnya kebalikan Keano."

"Woi orangnya denger." Zaki memukul pelan bahu Vanya.

"Oops. Emang bener tapi yang gue bilang." Aster kembali menyelesaikan tugasnya.

"Lo bilang kayak gitu seolah-olah gue sebanding sama Keano aja. Inget ya derajat gue itu lebih tinggi dari Keano. Mata lo aja yang picek ngerendahin gue dari Keano." Adnan melemparkan tasnya disebelah Aster.

"Mulut lo kayak cewek ya, nyerocos gak ada hentinya. Bilangin mata gue picek, mata mereka aja tuh yang buta suka kok sama cowok modelan lo."

"Wahhh, kesel gue liat lo Van. Beraninya lo ngerendahin bos gue, untung lo cewek kalo cowok udah gue potong tuh bacot." Fero angkat suara.

"Udah, udah, udah, pagi-pagi udah berisik. Malu tuh sama kelas lain." Arumi yang dari tadi menyimak berusaha melerai. Memang betul kelas mereka ini rusuh tiada henti.

***

"Lo beneran kemaren pulang sama Keano Ter?" Adnan berusaha menginterogasi.

Aster menghiraukan pertanyaan Keano, berusaha tetap fokus pada penjelasan guru didepan.

"Ter gue ngomong loh. Sebagai pacar lo gue berhak nanya dong."

Aster meletakkan pena dengan emosi. "Pacar? Lo ngaku jadi pacar gue? Pacar apa yang ninggalin pacarnya biar pulang bareng sama gebetannya? Gitu definisi pacar buat lo?"

Adnan mengurut pelipisnya. "Bukan gitu maksud gue Ter. Gue bisa jelasin masalah itu. tapi lo tolong jawab pertanyaan gue dulu."

"Iya gue pulang bareng Keano. Terus lo mau apa lagi?" Aster gusar. "Lo selalu aja bilang gue bisa jelasin, tapi nyatanya apa? Lo terus menutup kesalahan dengan kesalahan lo yang lain. Lo egois Nan, lo mau semua yang lo pengin terpenuhi tanpa memikirkan orang yang memenuhi kebutuhan lo itu sebenarnya tersakiti."

Adnan mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha mencerna setiap kata Aster. "Otak Adnan gak sampe sono Ter, percuma lo ngomong sampe kehabisan nafas Adnan gak bakal ngerti." Fero ikut nimbrung dari belakang.

Aster menatapnya sinis kemudian mengambil penanya lagi, mengabaikan Fero yang menyimak dari awal debat keduanya. "Berarti lo cemburu dong liat gue boncengin cewek kemaren? Kalo lo cemburu bagus dong, gue seneng berarti lo masih ada rasa ke gue." Adnan menggoda Aster dengan memukulkan penanya ke buku tulis Aster.

"Enggak kok gak cemburu. Buat apa juga gue cemburu sama orang yang gak bisa dipercaya."

"Aster gue beneran gak ada apa-apanya sama cewek itu. Dia minta tolong anterin pulang karena gak ada yang bisa jemput dia."

"Situasinya sama kayak gue Nan, jadi kalo gue dianterin pulang sama Keano, lo seharusnya berusaha tenang kayak lo ngejelasin gimana posisi cewek yang lo anterin pulang itu." Gadis ini pendiriannya teguh, tak mudah goyah, sekali hatinya menetapkan selamanya ia berpendapat demikian. "Lo ngejelasin gitu buat satu cewek. Apa nanti kalo ada cewek lain minta tolong anterin pulang lo bakal lakuin hal yang sama?"

Adnan melembut, "Enggak Aster. Gue janji gue bakal jaga perasaan lo."

Aster berdecak. "Kibulan lo luar biasa. Gue gak percaya kalo lo bisa menangin hati gue lagi."

***

"Nan beneran lo nganterin Miranda pulang kemaren?" Fero menginterogasi lelaki yang sedang menyantap mie ayam itu.

"Iya, abis dia minta tolong sama gue."

"Lo masih ada rasa sama dia?"

"Gak tau."

"Nan lo jadi cowok harus tegas dong. Lo bilang lo balikan sama Aster, tapi lo nganterin Miranda pulang, lo lupa kalo Miranda adiknya Ernest? Pikir gimana rasanya jadi cewek yang lo mainin itu." Fero bukan baru mengenal Adnan sewaktu masuk SMA. Tetapi mereka sudah mulai akrab sejak SMP karena mereka berada dalam satu komunitas yang sama, jadi tidak heran jika lelaki itu tau seluk beluk hati Adnan.

"Gak gitu Fer. Gue mau baikin apa yang gue rusak dari Aster. Miranda gak tau apa-apa soal masalah gue sama Ernest, gak mungkin gue jahatin dia atas kesalahan yang dibuat kakaknya."

"Lo berdua ngebacotin apa sih?" Zaki ikut nimbrung setelah tadi memesan nasi goreng untuknya dan Fero.

Merasa dihiraukan, Zaki menggubrak meja. Membuat seluruh mata melihat kearah mereka. "Woi gue nanya, jawab napa."

"Apaan sih Zak."

"Nan. Denger kata-kata gue, lo tau kalo di hati lo ada Aster kan tapi lo gak pernah tau di sudut yang gak pernah lo liat juga ada Miranda. Lo jadi cowok jangan plin-plan. Lo suka Aster jauhin Miranda, lo suka Miranda putusin Aster."

"Gak semudah omongan lo Fer. Miranda sama Aster itu dua orang yang beda dan gue ada jadi pembatas mereka. Aster, gadis yang hatinya udah pernah gue rusak. Sementara Miranda, gadis yang pernah ngebaikin hati gue."

"Nan lo tau kaca? Kaca kalo udah pecah bisa gak diperbaiki?" Zaki melontarkan pertanyaan yang tidak perlu jawaban. Amarahnya tadi hilang setelah mendengar percakapan kedua sahabatnya.

"Enggak bisa lah." Jawab Adnan singkat.

"Lo salah. Kaca yang pecah masih bisa diperbaiki tapi nggak bakal sesempurna sebelumnya. Anggap kaca itu hatinya Aster, lo bisa ngebaikin itu tapi lo bakal terluka karena-nya. Kalo tangan lo luka pasti bakal lo obatin, lo tau dimana posisi Miranda? Miranda adalah si obat penyembuh luka lo itu." Zaki mengilustrasikan kisah yang sulit Adnan mengerti.

Adnan menggarut tengkuknya, kedua alisnya menyatu tak mengerti. "Zak pinter lo. Gue yakin gak bakal ngena di Adnan. Otak dia terlalu dangkal buat paham apa maksud lo." Fero menepuk pundak Zaki seperti memberi apresiasi pada laki-laki itu.

***

Hola I'm back again 😅
Jangan lupa vote dan komennya 😇

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang