27| Psikopat Gila

14 4 0
                                    

Aster segera mengangkat telponnya setelah menyala dan terlihat nama Vanya sebagai pemanggilnya itu. "Halo? Kenapa Van?" Aster tak dapat mendengar apapun dari Vanya. "Van? Halo? Halo? Vanya kenapa?" Aster kembali melihat handphonenya, kenapa tak ada suara dari Vanya, mungkinkah ada gangguan sinyal? Tidak, sinyal handphone Aster bahkan sangat baik.

"Apaansih Vanya." Sudah sekian menit ia menunggu, namun masih tak ada suara dari Vanya, Aster ingin menekan tombol merah tanda mengakhiri telpon tersebut. "Van kalo lo masih belum bicara gue tutup ya."

"Ter, tolong gue!"

"Halo? Halo? Van lo kenapa? Lo dimana sekarang Vanya?"

"Gue takut. Ter tolong gue."

"Iya, iya gue pasti tolongin lo. Dimana lokasi lo sekarang."

"Gue gak tau Ter."

"Oke lo tenangin diri lo dulu. Apa yang bisa lo liat disana?"

"Disini gelap banget, gue gak bisa liat apapun. Ini semacam ruangan, tapi gue kayak dengeran suara kereta. Iya ini suara kereta, jelas banget ditelinga gue."

"Oke gue bakal lacak tempat lo, lo jangan sampai matiin hp ya. Selain kereta apa lagi yang lo bisa tau?"

"Mungkin ini gedung tua. Semua ruangan kosong, satu suara yang keluar bisa menggema besar. Tolongin gue Ter, gue dikurung di dalam ruangan ini."

"Iya gue bakal kesana secepatnya, lo jangan panik, lo harus tetap tenang."

"Mungkin ini gedung tua deket stasiun. Gue gak tau persisnya, soalnya mata gue ditutup waktu gue dibawa kesini."

"Iya, lo tenang gue tau lokasi lo dimana sekarang. GPS lo udah ketemu. Tetap tenang, jangan panik. Gue kesana sekarang." Aster menarik tas selempangnya kemudian memesan taxi online melalui ponselnya. Berhubung hari ini hujan dan ia enggan memakai mobil pribadinya, menurutnya menggunakan mobil pribadi yang diberi papa nya akan menimbulkan masalah dengan Sarah.

***

Aster segera turun seketika mobil yang ia pesan itu berhenti di depan gedung tua itu. Aster tak begitu paham dengan keadaan Vanya, tapi menyelamatkan gadis itu sekarang adalah pilihan pertamanya. Handphone Aster bergetar, ia rogoh tas selempangnya guna mengambil ponsel itu. Adnan menelponnya, segera Aster geser tombol berwarna hijau dilayar itu.

"Halo Aster? Kamu dimana?" Begitu Aster mendekatkan ponselnya ke telinga Adnan langsung memekikkan suara membuat Aster menjauhkan kembali ponselnya itu.

"Halo? Aku lagi di gedung tua deket stasiun kereta. Vanya tadi telpon katanya dia dikurung di salah satu ruangan ini, aku harus nolongin dia. Nanti aku ceritain rinciannya, aku mau masuk dulu. Aku tutup yah."

"Aster? Aster jangan masuk sendirian, tunggu sebentar aku sama temen-temen bakal kesana. Pokoknya kamu gak boleh masuk sendirian."

"Ah kelamaan, Vanya ketakutan didalem. Aku harus cepet nolongin dia. Aku tutup." Tuuut Aster menutup telpon itu. Ia segera membuka pagar besi berkarat gedung itu, kemudian berlari masuk kedalam.

Dalam gedung itu benar-benar sunyi, bahkan langkah kaki Aster saja menggema besar ditelinga. "Van? Vanya?" panggil Aster pada gadis itu.

"Aaaaaaaaaaarghhhhhh, tolong, tooooooloooonggg." Aster kenal betul suara ini, ini suara Vanya, mendengar itu Aster langsung berlari memastikan dimana suara itu berada. Gedung ini benar-benar menggemakan suara sehingga sulit menemukan pemilik suara itu.

"Van? Vanya lo dimana?" Aster berlari menaiki satu persatu anak tangga, sebenarnya ia sendiri takut berada disini. Aster berusaha kuat, lampu flash ponselnya berguncang sebab tangannya gemetaran. "Vanya jawab gue, lo dimana?" Suara Aster sudah di nada yang paling tinggi, ia benar-benar beteriak berharap ada jawaban dari suaranya. Namun hasilnya nihil, tidak ada satupun petunjuk bagi Aster.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang