3. Tegang

7.6K 640 26
                                    


Devano benar-benar dibuat penasaran. Siapa yang dimaksud Deva? Lagi-lagi dia beralih ke halaman berikutnya.

Aku sudah memaafkanmu, bahkan sebelum kamu minta maaf.

Masa SMA yang indah bagiku dan aku juga harus melupakanmu, karena tak seharusnya aku mengagumi lelaki hebat sepertimu. Biarlah aku dan Allah yang tau, kau adalah cinta pertamaku.

DEVA-NO.

Dan itu berhasil membuat Devano terdiam cukup lama. Apa dia tidak sedang bermimpi bahwa Deva mengaguminya, bahkan tidak pernah membencinya. Seakan tak pernah bosan, perlahan dia ke halaman selanjutnya.

Saat aku merindu, aku mencari sedikit cerita yang telah lalu. Aku tidak berharap kamu ada di sana, aku hanya ingin melihat gedung dan bola agar rinduku terobati.

Devano teringat saat dia bertemu dengan Deva di gedung futsal. Hal ini semakin menguatkan bahwa yang dimaksud Deva adalah dirinya.

Aku tak menyangka kita bertemu. Terima kasih ya Allah.

Saat Devano hendak ke halaman selanjutnya tiba-tiba Dokter keluar dan otomatis dia menutup buku itu dan memasukkannya ke dalam tas. "Bagaimana keadaan teman saya, Dok?"

"Apa orang tua pasien tidak ada?"

"Saya gak tau orang tuanya Dok."

"Katanya temen, masa gak tau. Hp-nya ada, kan? Coba kamu telpon karna ada sedikit masalah yang harus saya bicarakan."

"Baik, Dok." Devano mencari ponsel Deva lalu menekan kontak yang bertuliskan Abi. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, siapa ini?"

"Buset, galak banget," batin Devano. "Saya temennya Deva, Om."

"Setau saya Deva tidak pernah berteman sama cowok sedekat ini, sampe pegang hp anak saya lagi."

"Begini Om, saya pinjem hp Deva karna mau bilang kalo Deva ada di rumah sakit." Devano kembali membatin. "Kalo gue ditanya-tanya bisa bahaya, ni, tadi kan gue nyentuh Deva." dia meneguk air ludahnya seakan membayangkan sesuatu yang besar akan menimpanya.

***

Tak lama tampaklah seorang pria dan wanita yang tengah menangis.

"Mana anak saya?"

"Di-di dalem, Om. E ... Anu Om, tante, abis itu keruangan Dokter, ya. Saya permisi mau pulang." Devano hendak melangkah namun dicegah oleh Abi Deva.

"Jangan melarikan diri, ada beberapa pertanyaan yang harus kamu jawab."

"Mampus," batin Devano.

"Umi masuk duluan, ya, temenin Deva, biar Abi yang nemuin Dokter." Dewantara melihat ke arah lelaki muda itu. "Kamu temenin saya."

Devano hanya manggut-manggut sambil berjalan mengikuti Abi Deva. Baru kali ini dia merasa gugup, biasanya dia santai-santai saja menghadapi masalah.

"Silahkan duduk."

Devano dan Dewantara pun duduk berhadapan dengan Dokter.

"Anak saya kenapa, Dok?"

"Untuk sekarang kondisinya hanya kecapean, tadi anak Bapak sempat kesusahan untuk bernapas tapi sudah kami tangani."

Setelah beberapa menit berbincang dengan Dokter, Devano dan Dewantara keluar dari ruangan Dokter.

"Kamu Devano, kan?"

"Eh?!" Raut wajah Devano nampak kaget. "Kok Om, tau?"

"Kamu yang bully anak saya waktu SMA, jadi saya tau."

"Maaf, Om, saya bener-bener minta maaf. Kalo Om mau marah atau mukul saya, silahkan."

"Minta maaf sama Deva bukan sama saya."

"Saya memang mau minta maaf, Om, tapi belum bisa sampe sekarang."

"Awalnya saya mau membuat perhitungan sama kamu tapi Deva memohon sama saya sampe nangis. Kamu tau karna apa? ... Pertama saya masih ngotot mau membuat perhitungan, tapi malah istri saya yang melarang, lalu istri saya memberikan buku hijau milik Deva, dan saya dibuat tidak percaya." Dewantara menghela napasnya. "Saya punya satu pertanyaan."

"A-apa, Om?"

"Apa kamu sempat menyentuh Deva?"

Devano menegguk salivanya kemudian mengangguk ragu.

"Saya ada satu permintaan."

"Pe-permintaan apa, Om?"



Jangan lupa bersyukur hari ini😉
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.

Pray For New Zealand😭.

DEVANO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang