⚽Devano memacu mobilnya dengan kencang. Ada perasaan yang tiba-tiba tidak tenang di dalam hatinya, entah karena ucapan Adnan tadi atau hal lain.
3 panggilan tak terjawab dari Deva membuatnya semakin gelisah. Tak biasanya wanita itu meneleponnya, bahkan sampai 3 kali.
Devano pun tidak mengantarkan Cantika. Tak peduli rengekan manja dari gadis itu. Saat ini entah energi dari mana, dia hanya ingin segera pulang ke rumah. Itu saja, sangat sederhana.
Tapi seketika dia berhenti dan menatap asap yang sudah mengepul. Ember-ember berserakan. Warga tampak ramai di depan rumahnya.
Dengan rasa takut Devano keluar dari dalam mobil. Lututnya terasa lemas.
Pak RT menghampiri Devano. "Maaf, Nak, kami dan tim pemadam kebakaran sudah berusaha semaksimal mungkin."
Mata Devano tampak nanar dan tak begitu mendengarkan ucapan Pak RT. "Mana istri saya, Pak?"
"Di rumah sakit."
"Makasih atas bantuan Bapak dan warga, saya permisi mau ke rumah sakit." Setelah mengucapkan itu Devano menancap gas dengan kecepatan yang tak bisa didefinisikan.
Sesampainya di rumah sakit Devano sudah melihat ada orang tua dan mertuanya. Dia merasa kalau mendekat akan kena semprot habis-habisan, tapi dia khawatir dengan keadaan Deva.
"Kemana aja kamu? Kerja apa? Latihan futsal sampai tengah malam. Peraturan sejak kapan itu, hah?" tanya Haris dengan tatapan sangarnya.
"Di mana Deva, Pa?"
"Papa nanya, jawab! Ternyata apa yang dibilang Adnan selama ini tentang kecurigaannya benar. Papa kecewa sama kamu!"
"Pa, Deva di mana?" tanya Devano lagi dan lagi dengan wajah menyedihkan.
"Pergi dari sini! Deva gak ada."
Ariana merangkul Haris untuk sedikit menenangkan suaminya.
Dengan langkah gontai Devano keluar dari rumah sakit. Setetes cairan bening lolos dari pelupuk matanya yang tajam. "Maafin aku, Deva."
Semalaman ini Devano berada di masjid. Ketenangan yang selama ini mulai ditinggalkannya. Arghh! Sangat menyesal. Hanya itu yang dirasakannya.
***
Pagi ini Devano ke rumah sakit lagi berharap dia bisa bertemu dengan Deva, hanya itu yang diinginkannya.
Di luar ruangan sana sudah ramai dan dihiasi dengan isak tangis, bahkan Pak RT beserta istrinya pun ada di sana.
Semua menyadari kehadiran Devano. Kehadiran seorang bajingan yang baru saja merasakan penyesalan.
"Nak, Devano. Hanya ini yang bisa istri kamu selamatkan," ucap Pak RT.
Devano mengambil barang itu dengan rasa bersalah.Jerseynya, sepatu kesayangannya dan foto anaknya yang masih di dalam perut Deva.
"Anaknya laki-laki tapi sayang ... Dia tidak bisa melihat dunia ini dan juga tidak bisa melihat mama dan papanya," ucap Pak RT lagi.
Tangis Devano meledak-ledak. Dia menangis seperti orang putus asa lalu memeluk foto itu. "Maafin Abi, Nak, maafin Abi." Dia merasa sangat bersalah. Kalau saja waktu itu dia berada di rumah pastilah tidak akan terjadi hal ini, namun sayang seribu sayang, ibarat nasi sudah menjadi bubur, dan hanya meninggalkan penyesalan. "Saya mau liat Deva, Pak."
Pak RT hanya diam menatap Devano penuh rasa prihatin. Seakan-akan dia ikut merasakan apa yang Devano rasakan.
"Pergi kamu!" usir Haris.
"Tapi, Pa, Devano pengen liat Deva."
"Baru sekarang kamu mau liat Deva, dulu ke mana aja?"
Devano berlutut di hadapan orang tua dan mertuanya yang terus menangis sementara di belakangnya ada Adnan, Tifa, Pak RT beserta istri. "Maaf ... ."
"Terlambat!"
Sekarang Devano melihat Adnan dengan tatapan penuh harap. "Nan, gue mau liat Deva."
Adnan menghela napasnya. "Gak bisa, No."
"Kenapa? Gue suaminya, gue berhak tau. Pukul gue, Nan, kalo itu bisa buat gue ketemu Deva. Pukul!"
"Deva dioprasi. Berdoa aja untuk kelancarannya."
Rasanya tubuh Devano semakin melemas dan memilih pergi dari depan ruangan itu.
Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO 2 [END]
SpiritualBelum direvisi. Rank #1 in Malu (28-03-2019) Rank #1 in Olahraga (06-04-2019) Rank #1 in Bola (15-04-2019) Rank #1 in Futsal (26-04-2019) Dipastikan sudah membaca cerita 'DEVANO' Aku akan terus berusaha meminta maaf, meskipun kamu selalu menghindar...