24. Keputusan

7.2K 536 33
                                    


Pagi-pagi sekali Devano ke rumah sakit. Di sana pun sudah ada kedua orang tuanya, mertuanya, Tifa, Adnan, dan Deva yang masih berbaring. "Assalamualaikum."

Semua mata tertuju pada Devano. "Waalaikumsalam."

Devano menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan lalu duduk, sedangkan yang lainnya berdiri. Semuanya tengah menantikan keputusan Deva.

"Bagaimana keputusanmu?" tanya Devano pelan.

Tidak seperti kemarin, kali ini Deva menatap Devano. Entahlah itu tatapan apa. "Kamu tau apa yang udah kamu lakukan?"

"Aku tau." Devano tertunduk, "Banyak sekali kesalahanku. Mungkin permintaan maafku gak bakal bisa mengobati luka dihatimu."

"Kamu menyesal?"

"Sangat menyesal. Aku terima apapun keputusanmu." Tepatnya Devano pura-pura kuat untuk saat ini. Sejujurnya dia tidak ingin berpisah dengan Deva, tapi kesalahannya? Argh! Benar-benar sudah keterlaluan.

Jauh-jauh hari sebelum hari minggu ini Devano selalu mencoba menguatkan dirinya sendiri tapi nyatanya dia tidak bisa.

Deva menggenggam tangan kekar yang terkulai lemas itu sehingga membuat Devano kaget. Dan semua makhluk yang melihat itupun melotot.

"Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Aku harap kamu benar-benar menyesal, apalagi saat kamu tanpa sadar menjauh dari Allah dengan meninggalkan kewajibanmu." Air mata Deva mengalir lembut. "Aku mau kita sama-sama memperbaiki diri dan merenungkan kesalahan masing-masing. Untuk sebulan ini, aku mau tinggal di rumah Abi sama Umi setelah itu aku akan tinggal lagi denganmu."

Tanpa sadar air mata Devano keluar. "Terima kasih." Dia mencium tangan Deva lama, bahkan sangat lama. Dia menikmati itu.

Semua seakan tertular rasa haru dan pasrah dengan keputusan Deva.

"Kalo aku main tiap hari ke sana gapapa, kan?" tanya Devano yang baru saja selesai mencium tangan Deva.

Deva mengangguk dengan senyum tipis, "Tapi gak usah tiap hari juga, karna aku butuh waktu untuk sendiri. Aku mau melupakan masa-masa pahit itu dulu. Kamu pasti tau melupakan dan merelakan sesuatu yang kita sayang itu berat, kan?"

"Iya aku tau. Sekali lagi aku minta maaf."

Keduanya saling pandang dan tersenyum seakan melepas rindu tanpa kata.

Bagi Devano ini seperti mimpi dipagi hari. Sekarang rasa bahagia terus bergejolak.

Sedangkan Deva. Dia berusaha mengikhlaskan anaknya yang sudah tiada dan masa-masa dia tengah panik di dalam rumah yang berapi. Meski sulit dia mencoba ikhlas dan menganggap ini adalah sebuah cobaan untuknya dan rumah tangganya.

"Ehem!" Adnan berdehem cukup keras memecah keheningan.

Kini semua mata tertuju pada Adnan, seakan bertanya apa maksud dari deheman itu.

"Ada apa?" tanya Devano.

"Aku mau ngundang kalian semua ke acara pernikahanku nanti."

"Nikah? Sama siapa?"

"Liat aja nanti. Semuanya mohon hadir, ya, aku permisi dulu karena misinya udah selesai. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tifa tampak lesu mendengar kabar itu.

Devano dan Deva saling menatap karena sudah tau pasti Tifa sedang patah hati.

"Tifa," panggil Deva.

"Ya?"

"Allah pasti sedang mempersiapkan yang terbaik. Bersabarlah."

"Iya, Va, In Shaa Allah, aku sabar kok."

Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.

DEVANO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang