6. Mengagumi

7.1K 624 17
                                    


"Em ... ." Deva menggigit bibir bawahnya lalu dengan ragu dia bertanya. "Boleh aku pijit?"

"Boleh banget." Devano langsung naik ke atas ranjang duduk selonjoran.

"Ini ada bekas birunya, sakit, ya?" tanya Deva cemas.

"Dikit."

"Deva."

"Hm."

"Maaf sebelumnya--"

"Jangan bahas itu lagi, please!"

"Bukan masalah itu, aku mau minta maaf karna ... Aku sempat baca buku harian kamu."

Seketika Deva berhenti memijit, wajahnya merah menahan malu. Dia membuang muka agar tidak bertatapan dengan Devano meskipun dia ingin menatap mata itu lebih lama.

"Kamu marah?"

Hening tak ada jawaban.

"Deva." Mencoba memegang tangan Deva.

"Aku mau tidur." Deva menepis tangan suaminya dan sama sekali tak ingin menatap lelaki itu. "Kamu gak punya hak buat baca tulisan itu apalagi tanpa seizinku!"

"Iya aku salah, aku minta maaf."

"Iya," jawab Deva dengan nada tak ikhlas.

"Beneran udah dimaafin?"

"Sudahlah, semuanya udah terjadi dan kamu juga udah tau."

"Aku salut sama kamu, Va, begitu hebatnya kamu menyimpan rahasia itu bahkan Tifa aja gak tau."

"Bagiku tidak perlu diumbar-umbar, cukup aku dan Allah yang tau."

"Yang aku lebih salut lagi, kamu gak menaruh dendam walaupun udah disakitin."

"Sebenarnya rasa sakit itu ada, dendam dan ingin membalas, tapi apa salahnya belajar sabar dan memaafkan."

"Seandainya kita tidak menikah apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku harus belajar menerima semuanya dan percaya bahwa apa yang diberikan Allah, itu adalah yang terbaik."

"Kayaknya sekarang kebalik."

Raut wajah Deva berubah bingung. "Apanya?"

"Gantian, sekarang aku yang mengagumimu."

Rasanya seperti melambung-lambung meskipun suara itu terkesan datar, tapi berhasil membuat pipi Deva merah.

Ponsel Devano bergetar. Dia segera mengangkatnya. "Assalamualaikum, ada apa, Nan?"

"Waalaikumsalam, sorry kalo gue ganggu."

"Gaklah, nyantai aja."

"Gue bener-bener butuh uang sekarang, kondisi Abi gue drop, gue mau minjem uang sama lo, tapi kalo gak bisa juga gapapa."

"Cepetan bawa Abi lo ke rumah sakit, gue transfer sekarang."

"Makasih banyak, No."

"Sama-sama." Devano meletakkan ponselnya di atas nakas.

"Ada apa?" tanya Deva.

"Kondisi Abi Adnan drop terus dia mau pinjem uang." Devano menghela napasnya. "Banyak hal yang aku inget sama Adnan, disaat aku susah dulu dia selalu ada, uang bulanan sekolah aku juga dia pernah bayarin, kalo dia gak bisa bantu dengan materi tapi kata-katanya selalu bikin aku berpikir dan perpikir."

Deva seperti terbius oleh cerita Devano. Dia mendengarnya dengan seksama.

"Sahabat kayak dia bener-bener susah dicari zaman sekarang, dulu temen bisa diajak susah seneng sama-sama, sekarang gak beruang gak ditemenin. Dan, kamu--" Devano memandangi setiap inci wajah istrinya. "Kamu juga wanita yang langka, kamu beda, kamu yang berhasil membuatku dihantui rasa bersalah."

Deva menunduk sambil menahan senyum yang hendak mengembang di bibir mungilnya.

"Aku sangat bersyukur, begitu banyak nikmat luar biasa yang Allah berikan. Besok temenin aku ke rumah sakit, ya, kita jenguk Abi Adnan."

"Iya."

"Tidurlah, udah larut malam."

Deva mengangguk patuh kepada Devano.

Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Quran hari ini ya❤.

DEVANO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang