veintiseis

5.6K 1K 208
                                    

Ditemani semilir angin menggelitik kulit, aku menatapnya sendu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ditemani semilir angin menggelitik kulit, aku menatapnya sendu. Manik yang biasanya cerah menggemaskan itu kini kelabu dan berkaca-kaca.

Dia nggak salah. Ini hanya salah paham.

"It ain't your fault, Kak."

Ia hanya mengangguk dengan jemari yang menaut erat dengan punyaku.

"Aku nggak takut dihujat teman-teman, aku nggak takut dihina teman-teman." Ia menjeda. Menatapku lurus dengan beraninya. "Aku cuma takut kamu ngejauh dari aku, Indyra."

"Aku nggak masalah kamu benci aku, asalkan kamu jangan pergi dari aku. Itu... yang ngebuat aku takut sampai harus pergi ke sini."

Air mata ini kembali jatuh. Entah sudah berapa liter air mata yang kukeluarkan hanya untuk kokoh kokoh ini.

"Aku nggak bakalan ngejauh, Kak. Apalagi pergi. I'll always beside you."

Ia tersenyum. Manis. Lebih manis beratus-ratus kali daripada biasanya.

"Thanks," lirihnya sebelum tubuh ini kembali jatuh pada rengkuhannya.

Kurasakan sesuatu yang berat menimpa atas kepala. Disusul dengan kecupan di atas sana.

"Ternyata aku milih opsi yang tepat."

"Maksudnya?" tanyaku yang masih bersembunyi di dadanya.

"Pilihan dari Jeno, aku pilih opsi yang benar."

Opsi?

Aku mendongak, menyatukan pandangan dengan dahi mengernyit bingung.

"Apasih? Aku nggak ngerti."

Kak Sicheng menghela napas, membuat wajahku langsung diterpanya.

Entah kenapa rasanya bulu kudukku merinding semua. Ada rasa menggelitik di dalam hati.

"Jeno suruh aku pilih. Pilih ngejauh dari kamu tapi rahasiaku nggak kebongkar atau tetap dekat kamu tapi rahasiaku kebongkar."

"Untuk apa? Kenapa dia bikin opsi kayak gitu?"

"Dia suka kamu, Dyra."

Aku tersentak, kaget tujuh turunan.

Ah, mana mungkin? Interaksi saja kami jarang, masa iya dia bisa suka aku?

"Terus kakak pilih opsi yang mana?"

"Yang ke dua, tentu."

"Kenapa?"

"Yaa karena aku nggak mau jauh dari kamu, Indyra."

Aku sering mendengar kalimat ini baik di novel, sinetron murahan, ataupun film romansa remaja. Rasanya geli kala melihat tokoh laki-laki nya berkata seperti itu.

Tapi ini beda. Kak Sicheng yang ngomong, rasanya jantung ini seakan mau beringsut dari sangkar nya dan mengepakkan sayap menuju langit malam yang menjadi saksi bisu.

clumsy | winwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang