Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tepat seperti apa yang Kak Sicheng bilang tadi siang, sore ini dia dan sang adik sepupu berkunjung ke rumah.
"Hai, Indyra," sapanya dengan senyum simpul dan lambaian tangan sejenak yang langsung ia tarik kembali ketika ku buka kan pintu pada petang hari itu.
"Hai, Kak," balasku tak lupa jua tersenyum. Menimbulkan reaksi kemerahan pada pipinya, dan buru-buru sang empunya membuang muka ke arah lain.
Aku tertawa kecil, walau dalam hati sedikit gemas dengan refleks tubuhnya.
"Hai, Mbak Dyra!" Sapa Chenle dengan senyum giginya, berdiri di samping Kak Sicheng dengan dua toples bening berisikan ikan cupang.
Astaga, niat sekali.
"Hai, Lele!" sapa ku balik sedikit mencubit pipi gembulnya, gemas.
Jangan tanya bagaimana reaksi Ibu saat tahu mereka datang. Langsung heboh, senyam senyum sendiri, dan tak lupa terus-terusan menatap kokohnya Lele yang satu itu.
Bahkan aku dan Icung merasa bahwa kami hanya menjadi debu debu yang menempel di furnitur rumah. Nggak dianggap, lah.
"Nih, minum buat Lele sama Kokohnya Lele," ujar Ibu yang kembali dari dapur dengan dua gelas sirup jeruk di genggaman.
"Loh, buat Indyra mana, Bu?"
"Buat Icung juga mana?"
Ibu melotot. "Buat sendiri kan bisa," bisiknya penuh penekanan.
Kami hanya bisa bergumam mengiyakan, menunduk, dan meratapi nasib menjadi debu yang tak dihiraukan.
Namun diam-diam aku mendengar sepasang kakak dan adik sepupu di hadapanku tertawa kecil.
"Lele, main di kamar aku aja, yuk!" Ajak Icung. Sepertinya lelah juga berada di zona ini.
"Ayo!" Setuju Chenle semangat menjunjung tinggi dua buah toples bening yang ia pegangi sedaritadi.
Kedua bocah itu pun beranjak dari ruang tamu menuju kamar Icung. Mungkin mau adu cupang.
Dan sekarang tersisa aku, Kak Sicheng, dan Ibu yang sedari tadi tidak berkedip menyaksikan laki-laki idaman di hadapannya.
Segera setelah Chenle beranjak dari samping Kak Sicheng, Ibu beringsut mengisi tempat tersebut.
"Diminum, Nak," ujar Ibu dengan suara selembut sutra. Tak lupa jemarinya yang menepuk pelan lengan laki-laki di sampingnya.
Jangan tanya apakah Ibu pernah berbicara seperti itu kepadaku dan Icung. NGGAK PERNAH!
"Eh? I-iya, Bu," gugup Kak Sicheng, mungkin salah tingkah sendiri mendengar nada bicara ibu yang kelewat lembut.
Meraih segelas jus jeruk, Kak Sicheng menyesapnya.
Tapi diam-diam aku terkikik melihat jemari Kak Sicheng yang bergetar memegang gelas.