veinticinco ( <<< )

5.5K 971 68
                                    

Sang mentari telah pergi, disisihkan oleh sang rembulan yang nampak malu-malu menunjukkan dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sang mentari telah pergi, disisihkan oleh sang rembulan yang nampak malu-malu menunjukkan dirinya. Terlebih lagi gulungan awan gelap yang menjadi halangan. Menjatuhkan rintikan air pembawa sendu.

Malam itu, seluruh siswa huangjiang middle school tengah berkemas untuk kembali ke rumah.

Sudah biasa. Di negeri bambu, para pelajar diharuskan mengikuti kegiatan belajar mengajar seharian penuh atau biasanya disebut full day hingga malam tiba.

Tak terkecuali Dong Sicheng, si bocah tinggi dengan tubuh kurus kering. Tak seimbang memang.

Dirinya mendesah gusar tatkala melihat ke luar jendela. Hujan. Yang artinya ia harus menunda kepulangan hingga reda.

Menjatuhkan kepala pada lipatan tangan di atas meja, adiksinya memerhatikan satu-satu kepergian teman sekelasnya. Hingga hanya tersisa ia. Ia dan papan tulis bercoretkan materi bahasa mandarin yang menjadi kelas penutup hari ini.

Sepertinya akan lama, pikirnya.

Bibir merah ranum itu perlahan mulai menyenandungkan irama di kala bosan yang melanda.

"Yeah, you got that somethin'...
I think you'll understand...
When I say that somethin' ...
I want to hold your hand...
I want to hold your hand...
I want to hold your hand...."

Ah, Sicheng suka lagu ini.

Lagu yang menggambarkan ketulusan cinta seseorang yang ingin meraih jemari sang kekasih.

Ah, Sicheng memangnya tahu apa di umur segini? Hanya cinta monyet yang diam-diam memendam rasa dan tersipu malu saat dia lewat di hadapan.

"Hei, itu Sicheng, kan? Si kurus kering itu?"

Atensi laki-laki bermarga Dong itu teralih. Mendapati 3 orang laki-laki yang seumuran dengannya—Sayang saja mereka lebih berisi. Kelebihan isi malah—Sudah berdiri di ambang pintu kelas.

"Ah, sial," gumam Sicheng. Badannya langsung tegap, jemarinya mengepal. Sedangkan hatinya sedang porak poranda sekarang.

"Belum pulang kamu kurus?" tanya laki-laki yang kanan. Rambutnya acak-acakan bak penyanyi rock.

"Hujan," jawab Sicheng dingin.

"Yaa... kalau begitu bagus, lah. Kita main-main dulu. Sudah lama kan kita tidak bermain bersama?" tutur laki-laki yang di tengah. Badannya yang paling bongsor. Sicheng nggak ada apa-apanya bila disandingkan dengan dia.

Ketiga laki-laki itu tertawa serentak. Tawa yang menurut Sicheng mirip dengan suara babi. Ah, pokoknya dia benci.

Perlahan mereka mulai memasuki kelas Sicheng yang sudah sepi.

"Ah, kayaknya memang sudah takdir, ya?" ucap laki-laki yang di sebelah kiri. Wajahnya banyak luka lebam sana-sini.

"A-aku mau pulang saja. Duluan—"

clumsy | winwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang