Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menyesal sepenuh hati adalah apa yang kini tengah kulakukan.
Seharusnya ku tolak saja permintaan Icung. Biar saja ia mengadu pada Bapak.
Aku semurah 50 ribu?
Ck, murahan sekali kamu, Dyr.
Mataku kembali menatap dua bocah abg yang tengah bersorak-sorai menonton pertandingan adu ikan.
Jauh-jauh hanya ingin melihat adu ikan?
Astaga, kepalaku pening sekali sekarang. Mungkin tensi darahku sudah naik berkali-kali lipat. Oke, berlebihan. Kalau beneran mungkin aku udah mati kejang di tempat.
Ahcong? Dia berdiri di sampingku sembari menatap Lele yang ternyata menjabat sebagai adik sepupunya. Sesekali ia tertawa kecil melihat Lele yang heboh sendiri kala pertandingan tengah memanas.
Memanas apanya coba? Ck.
"Cung, mbak mau jalan-jalan ya," ijinku dan Icung buru-buru menahan lenganku.
"Jangan, mbak. Nanti Icung diculik gimana?"
Astaga...
"Cung, kamu udah besar. Kelas dua SMP, loh! Lagian di sini kan ada Chenle."
Aku sudah benar-benar muak dengan tingkahnya. Daritadi aku dilarang untuk berkeliaran. Boro-boro berkeliaran, geser sedikit saja lenganku langsung ditarik.
"Oke? Nanti wa atau telfon mbak aja kalau Icung udah mau pulang."
Bibir adikku kembali monyong. Cukup lama untuk memutuskan sebelum akhirnya ia mengangguk. Aku lega bukan main.
Setelah kuhitung-hitung, ternyata kami sudah menonton adu ikan ini selama 30 menit.
30 menit untuk adu ikan? Astaga, yang benar saja.
Baru saja melangkah untuk meninggalkan stan ikan cupang, sebuah tangan menginterupsi.
"Aku... Boleh ikut?"
Ah, laki-laki itu bosan juga ternyata.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.