10. Malam sendu

1.7K 145 0
                                    

Aletta melangkah memasuki rumahnya dengan senyuman yang masih terpancar diwajah cantik nya. Tak jarang ia menggigit bibir bawahnya ketika teringat Raga yang bersikap manis padanya. Mungkin perasaan Aletta saja, atau Raga hanya kasihan pada Aletta karena telah menelan soal memuakkan itu sehingga Raga bersikap baik? Entahlah.

Aletta membuka pintu bercat putih itu dengan senyuman yang masih terlukis, tapi tak lama ketika Aletta melihat Abraham yang duduk disofa dengan menatapnya tajam.

"Assalamualaikum Pa." Aletta masuk dan mengucapkan salam. Semarah apapun Aletta, ia juga tau batasannya. Ia harus tetap menghormati ayahnya.

"Dari mana saja kamu?!." Abraham beranjak dari sofa, kemudian menghampiri Aletta dan berdiri dihadapan nya.

"Dari belaj-."

"JANGAN ALASAN!! PAPA SEKOLAHIN KAMU BUAT JADI ORANG YANG BERGUNA!."

"BUKAN JADI WANITA SIALAN SEPERTI MAMA KAMU!, KELUAR PAGI PULANG PAGI, MEMANG IBU TIDAK BERGUNA!."

"MENDIDIK ANAK TIDAK BECUS! SEKARANG ANAKNYA SAMA, MAU JADI APA KAMU?!."

Abraham terus saja menghujam Aletta dengan tuduhan tak berdasar itu. Aletta masih diam, menahan cairan bening yang akan segera mengalir dalam kelopak matanya.

"Papa gak berhak nuduh Aletta! Meskipun Mama selingkuh dan selalu ninggalin Aletta, tapi gimanapun Mama tetep ibu Aletta!."

"Papa yang buat Mama pergi! Papa selalu sibuk sama kerjaan, dan sekarang Mama pergi. Papa masih sempet nyalahin Mama, padahal itu dimulai dari Papa sendiri!." Aletta menatap Abraham yang mengeraskan rahangnya. Ayahnya tampak murka dengan ucapan Aletta.

PLAK!

"BERANI KAMU BENTAK ORANG TUA?!! ANAK TIDAK BERGUNA! SEHARUSNYA KAMU BERSYUKUR KARENA SAYA MASIH MAU PERDULI! ANAK SAYA REZA, DAN KAMU? CUMA ANAK SIALAN DARI IBUMU DENGAN PRIA LAIN!."

Aletta memegang pipinya yang berdenyut, panas, dan perih. Tapi tamparan itu tidak lebih menyakitkan dari ucapan Abraham. Ibu dan pria lain? Apa maksudnya?

Aletta mengusap kasar airmata yang membanjiri pipinya, meskipun tetap saja airmata masih mengalir deras. Ia menatap sendu pada Abraham.

Ia berlari menuju pintu keluar, tidak memperhatikan ia masih memakai rok sekolah dan kaus. Aletta berlari sekuat tenaganya, menuju keluar dari halaman rumah. Pandangan nya kabur dan tak jelas, matanya merah dan sembab.

Bugh!

Aletta menabrak sesuatu, ia mendongak menatap seseorang dihadapan nya. Tangisnya pecah seketika, bahkan semakin terisak. Malam ini, ditemani cahaya sang rembulan dan angin yang seakan membisikkan kekacauan hidup nya, Aletta memeluk erat pria didepannya.

Terdengar suara mobil melaju kencang dari garasi, mobil Abraham. Semakin sesak terasa, kini tak ada seorang pun didalam rumah besar itu. Kosong, hampa, dan gelap rasanya. Tak ada suara tawa mengelegar lagi dari sana, hanya ada kegelapan.

Raga diam.

Menatap heran gadis yang tampak menyedihkan didepannya. Heran. Ada apa dengannya? Raga kembali hanya untuk mengembalikan Kemeja Aletta yang tertinggal dikamarnya. Baru beberapa menit, sekarang gadis itu tampak berbeda dengan gadis yang ia temui beberapa menit lalu.

Dia kenapa?  Tanya Raga dalam hati.

"Ada apa?." Raga membuka suara. Pria itu tampak membalas dekapan gadis dihadapannya. Sesekali ia mengusap lembut punggung Aletta. Bermaksud menenangkan, tetapi Aletta malah semakin terisak.

"Gue mau mati aja!."

"Gue gak kuat, Ga! Bantu gue, bunuh gue atau tenggelamin kedanau! Gue gak mau hidup kaya gini!!." Aletta menggigit bibir bawahnya, menahan suara isakan kecil ketika Raga menangkup wajahnya.

BAD STALKER [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang