27. Penolakan

1.2K 78 10
                                    

🏹🏹🏹

1 tahun kemudian...

Aletta menabur kelopak mawar diatas gundukan tanah bertuliskan ukiran nama Ibunya. Sebulir embun jatuh membuat aliran kecil dipipi gadis itu. Ia ingat,sangat ingat perlakuan ibunya yang selalu tak menganggapnya ada. Tapi, Aletta sama sekali tak pernah membenci Ibunya,Marline. Satu tahun,tentu bukan waktu yang cukup untuk melupakan semua kenangan dan wajah cantik sang Ibu. Bagaimana pun Aletta juga perempuan yang masih membutuhkan kasih sayang kedua orangtua.

Dan,jangan tanyakan bagaimana keadaan Ayahnya. Ayahnya masih sama sekali tidak peduli terhadap Aletta, sementara Reza bekerja melanjutkan bisnis Ibunya di Bandung. Sejak satu tahun lalu, Reza menunda kuliahnya untuk pergi ke Bandung. Aletta sempat tak mengizinkannya,tapi mau bagaimana lagi? Hanya Reza yang dapat mengurus semua perusahaan Marline.

Gadis dengan hoodie abu itu mengusap nisan yang ada didepannya. Ia rindu,rindu dicela,dihina,dan diberi tatapan sinis oleh Marline. Setidaknya hanya kenangan pahit itu yang dapat ia kenang. Awan mulai berkabut gelap,tak menyisakan mentari tuk mengintip dicelanya sekalipun. Rintik hujan mulai membasahi bumi diiringi angin dingin sore ini. Raga melepas jaket kemudian dibalutkan pada bahu Aletta, pria itu memang sejak tadi berdiri dibelakang Aletta tanpa bersua. Biarkan gadisnya menangis dahulu, setidaknya untuk hari ini dan tidak untuk besok.

"Pulang Aletta." Ucapnya singkat. Raga tetaplah Raga,walau bagaimanapun keadaannya tetaplah manusia irit kosakata.

Gadis berkuncir kuda itu menghela nafas sebelum berdiri. Ia masih ingin disini. Ia menatap sekelilingnya, sangat sepi. Hanya ada mereka berdua yang ada ke makam ini. Dan sekarang ia berbalik menatap Raga yang juga menatapnya. Aletta mendongak, bibirnya ingin berkata tetapi dekapan Raga lebih cepat dari gerakan bibir mungilnya. Yang dapat Aletta rasakan sekarang hanya kehangatan di tubuhnya.

"Ga, bisa kita tetep disini?." Tanya Aletta ragu sembari menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Raga.

Pria itu menggeleng.

Oh, ayolah Aletta. Hanya pria gila yang mau menemanimu di makam dalam keadaan gerimis dan hari mulai gelap ini.

Gadis itu lantas kembali mendongak untuk bisa menatap mata Raga. "Buat apa gue pulang, Ga? Disini sepi,sama aja kaya dirumah. Jadi buat apa pulang kalo yang gue temuin dirumah sama aja kaya disini?!." Ucapnya lirih.

"Al, ada gue."

"Lo gak bisa terus terusan gini Ga. Lo juga butuh kebebasan,kebahagiaan diluar sana yang gak bisa lo dapet kalo sama gue. G-gue cuman bisa nyusahin..." Aletta lagi-lagi terisak.

Raga melonggarkan dekapannya sembari menatap gadis itu,"Buat apa gue dapet kebahagiaan diluar sana kalau bahagia gue cuman ada sama lo?."

Aletta mematung ditempat.

Ini Raga belajar gombal darimana sih anjir?!

"Ayo pulang,sebelum gue berubah pikiran."

"Berubah gimana Ga?."

"Gue tinggal." Raga melangkah mendahului Aletta yang memasang muka kesal.

"Raga!."

"Diem,ini makam Aletta." Ucapnya didepan sana.

"Iya iya!."

***

"Pagii semwaaaa!!." Sapa Iqbal yang tiba-tiba datang dengan membawa satu ikat balon dengan warna yang berbeda.

BAD STALKER [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang