22. Dia, untukku.

1.5K 118 11
                                    

Ketika Tuhan menciptakan skenario hidup, ku kira aku hanyalah gadis yang terjebak dalam lingkup kelam realita. Tapi semua itu hanyalah perkiraan. Kini semua berbeda ketika, kau hadir.-

-Ayu febri-

***

Aletta meraup wajahnya kasar, ia duduk dibangku depan IGD. Sedari tadi, lampu diatas pintu masih menyala. Berarti Ibunya masih belum bisa dikatakan baik-baik saja. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering dengan tampilan berantakan. Ia masih meremas jemari yang mulai basah.

"Dek, lo mending makan dulu. Dari tadi lo belum makan." Ucap Reza yang duduk disampingnya.

"Enggak, Bang. Mana mungkin gue bisa makan sedangkan Mama berjuang didalam ruangan sialan itu!." Mata Aletta kembali berkaca-kaca.

Reza mengusap puncak kepala adiknya dengan lembut, "Gue gak mau lo sakit, siapa yang bakal jagain Mama kalo lo sakit, Ta? Mama cuman punya kita disini. "

"Tapi Abang jangan kemana-mana!. Nanti kalo Mama udah sadar, hubungin gue." Reza mengangguk dan tersenyum simpul sebelum Aletta berlalu.

Aletta memeluk tubuhnya sendiri kala angin malam menerpa. Kepalanya mulai pening, ia bisa merasakan hawa hangat yang mulai menyebar. Aletta memang belum sempat berganti pakaian karena basah sewaktu kehujanan, hoodie nya saat ini sudah hampir kering karena terkena angin.

Ia melangkah keluar rumah sakit, bertujuan mengganjal perutnya yang mulai melilit. Ia menoleh kekanan dan kiri, iris nya menangkap penjual bakso diujung jalan. Sembari berjalan menuju pedagang itu, Aletta sesekali mengusap hidungnya yang mulai tersumbat, kenapa ia jadi lemah begini? Kehujanan saja hampir flu dan demam.

"Lo harus kuat Aletta, jangan lemah!." Gumamnya.

Sesampainya disana, Aletta duduk dimeja sendiri. Ia mulai memesan. "Bang!. Bakso satu, teh hangat nya dua!."

"Siap neng! Tunggu sebentar."

Aletta kembali merekatkan hoodie putihnya. Kenapa malam ini dingin sekali sih?! Ia menggerutu dalam hati sebelum matanya menangkap sosok pria yang tak asing dengan membawa beberapa kantung plastik ditangan. Pria itu menatapnya, lalu melangkah mendekat.

"Aletta?." Ucapnya, semacam heran.

Aletta tersenyum kaku dan menjawab, "Eh, Kak Bani?. Kok bisa ada disini?."

Ya, pria itu Arbani. Arbani duduk dibangku tepat didepan Aletta. "Seharusnya saya yang tanya, kamu kenapa disini?."

"T-tadi...itu--."

"Woy! Disini ternyata, capek gue nyariin lo!."

Aletta menoleh, ia semakin menyerngit kala menatap pria dibelakang nya. "R-Raga?."

"Aletta?." Ucapnya.

"Hm, gue duluan Ga. Ditunggu Bunda dirumah. " Arbani berdiri dengan mengambil alih kantung plastik ditangan Raga.

"Duluan, Ta." Ucapnya disertai senyum manis dan berlalu.

"Iya, Kak." Aletta tersenyum tipis menatap punggung Arbani yang mulai menjauh.

BAD STALKER [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang